Oleh: Siti Nuraini Yusuf, S.Pd.
Manusia tidak akan pernah lepas dari kesalahan dan dosa antarsesamanya. Biasanya, hal ini bisa menyebabkan suatu hubungan persaudaraan retak bahkan terputus. Untuk menjalin kembali tali persaudaraan yang sudah terputus, umat Islam dianjurkan bersilaturahmi.
Sesungguhnya, silaturahmi merupakan jembatan yang menghubungkan dua sisi yang berbeda dengan jiwa kasih dan sayang untuk mewujudkan kebersamaan dan keakraban. Kebersamaan itu penting, bukan hanya untuk menjaga silaturahmi, tetapi harus menghasilkan hubungan kekerabatan yang solid.
Sejatinya, silaturahmi itu menjalin kembali hubungan persaudaraan atau kekerabatan yang pernah terputus. Selaras dengan itu, Islam sudah mengkajinya secara mendetail dengan hujah yang tidak terbantahkan. Pertanyaannya,” Mengapa masih banyak orang yang gagal memahami makna silaturahmi?”. Pertanyaan ini perlu dijawab secara ilmiah menurut perspektif Islam.
BACA JUGA: Semangat Pasca-Idulfitri
Kegagalan memaknai Konsep silaturahmi yang dipahami kebanyakan orang karena masih berkisar seputar berkunjung dan berjabat tangan pada momen- momen tertentu saja. Menariknya, silaturahmi menjadi ajang refreshing atau “healing”. Healing itu sendiri adalah sebuah proses yang diperlukan untuk mengatasi luka psikologis di masa lalu. Itu istilah kekinian yang lagi trending di masyarakat. Refreshing bersama teman kolega di tempat wisata juga disebut bersilaturahmi. Padahal, bukan itu maksudnya.
Dinamika silaturahmi, kekerabatan, dan kemasyarakatan memiliki nuansa yang berbeda, yaitu kekerabatan karena pertalian darah yang sudah semakin jauh karena terputusnya komunikasi di antara mereka. Hal inilah yang memotivasi mereka untuk membentuk komunitas tersendiri sehingga akan tampak aktivitas silaturahmi eksklusif gaya baru. Mereka hanya bersilaturahmi dalam kelompoknya sendiri dan menutup pintu silaturahmi dengan kelompok lain yang masih ada hubungan pertalian darah. Inilah yang penulis maksudkan ” Kegagalan dalam memaknai hakikat silaturahmi”.
Kalau kondisi ini dibiarkan terus maka itu menjadi faktor terputusnya silaturahmi dengan kerabat terdekat. Faktor lain bisa saja disebabkan oleh pertikaian antarkeluarga dalam memperebutkan warisan, perbedaan pandangan, ego dan gejolak emosi, serta gengsi untuk memaafkan kekeliruan saudara atau kerabat. Kasus tersebut menjadi indikasi terputusnya hubungan kekerabatan .