Oleh: Hidayatullah, S.Pd
Sebelum tahun 2000-an, wisuda dilakukan hanya untuk anak-anak yang lulus perguruan tinggi sebagai wujud syukur setelah berjibaku memperjuangkan pendidikan tingginya. Oleh karena itu, wisuda menjadi moment indah penuh syukur yang sangat dinantikan, baik oleh anak maupun orang tua.
Akhir-akhir ini, wisuda dilakukan untuk anak-anak yang menamatkan satuan pendidikan mulai dari PAUD, pendidikan dasar dan menengah, hingga perguruan tinggi. Bahkan lulus TPA dan TPQ pun juga harus diwisuda. Yang lebih memprihatinkan saat ini, wisuda berkembang menjadi celebration/selebrasi.
Baca Juga: UMK Masih Laksanakan Wisuda Dengan Sistem “Drive Thru”
Anak-anak kecil di-make over (make up tebal) dengan dandanan seperti orang dewasa. Para perias pun didatangkan ke sekolah untuk merias anak-anak di ruang kelas. Sementara ibu-ibu pengantarpun diberikan sarana untuk merias dan mempercantik diri di ruang kelas yang berbeda.
Setelah selesai dirias, satu persatu anak keluar dari ruang make up disambut dengan ibu-ibu pengantarnya. Kemudian mereka berangkat beriringan menuju lokasi start pemberangkatan karnaval.
Setelah itu, anak-anak peserta wisuda diarak seperti karnaval. Suara drum Band, tarian, dan musik lainnya mengiringinya. Para ibu-ibu pendamping wisuda pun tampak lebih cantik dari hari biasa.
Baca Juga: Zara Lulus Sekolah Menengah, Atalia Praratya Bahagia
Sambil sesekali melambaikan tangan kepada anak-ananya, Ibu-ibu sibuk ber-selfie– dan meng-upload hasil terbaiknya di media sosial. Mereka memasukkan hasil selfie ke postingan dunia maya.
Teriakan dan gosip ibu-ibu lebih ramai di dunia maya. Setelah meng-upload– foto-foto cantiknya, Ibu-ibu sibuk menghitung like dan membaca komen status IG-nya. Dapatkah fenomena ini dijadikan “Ing Ngarso Sung Tuladho” bagi generasi muda?.