Usai Pegawai KPK Tilap Uang Perjalanan, Kini PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan

Sementara itu, Humas PPATK Natsir Kongah tidak membantah perihal laporan transaksi keuangan mencurigakan mantan pegawai KPK atas nama Tri Suhartanto tersebut.

Jul 4, 2023 - 16:02
Usai Pegawai KPK Tilap Uang Perjalanan, Kini PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) buka suara mengenai dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp300 miliar mantan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik KPK Tri Suhartanto sebagaimana disinggung oleh Novel Baswedan.

"Bisa konfirmasikan ke penyidik Polri ya," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, mengutip CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Senin (3/7).

Sementara itu, Humas PPATK Natsir Kongah tidak membantah perihal laporan transaksi keuangan mencurigakan mantan pegawai KPK atas nama Tri Suhartanto tersebut.

"Tanyakan langsung kepada penyidiknya ya. Setiap ada Hasil Analisis yang dilakukan disampaikan kepada penegak hukum sesuai dengan ketentuan yang ada," tutur Natsir.

Sebelumnya, Novel dalam siniar YouTube berjudul "Deretan Kasus Menjerat Pimpinan KPK" yang tayang pada Minggu (2/7), mengungkapkan transaksi mencurigakan Tri Suhartanto yang mencapai Rp300 miliar.

Pada Februari lalu, Tri dipulangkan KPK ke Polri dengan dalih masa penugasan telah berakhir per tanggal 1 Februari 2023. Tri bertugas di KPK selama empat tahun dan empat bulan.

"Laporan PPATK itu terhadap seorang pegawai KPK di penindakan dan itu nilai transaksinya Rp300 miliar, dan saya duga lebih, ada yang katakan hampir Rp1 triliun bahkan," ujar Novel.

Novel menyayangkan tidak ada pemeriksaan lanjutan terhadap laporan PPATK tersebut. Ia menuding KPK melakukan pembiaran.

"Yang bersangkutan [Tri Suhartanto] mengundurkan diri. Kok bisa mengundurkan diri terus dibiarkan," tutur Novel yang kini berstatus ASN Polri.

"Apakah pimpinan dan Dewan Pengawas KPK tidak ingin tahu kebenarannya? Dan bila benar, apakah ada orang lain di internal yang terlibat? Atau memang mereka sudah tahu tapi tidak ingin diketahui orang?" imbuhnya.

Sementara itu, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto atau akrab disapa BW mengategorikan dugaan kejahatan tersebut sebagai 'big fish'.

"Big fish itu karena menyangkut uang gede, ada Rp300 M bahkan Rp1 T main seperti itu di kepemimpinan seperti ini, harusnya semua pimpinannya mundur," kata BW dalam agenda siniar YouTube yang sama.

BW berpendapat Tri Suhartanto tidak bekerja sendiri melainkan ada pihak lain yang terlibat. Ia menilai pembiaran yang dilakukan KPK terhadap laporan PPATK akan berdampak negatif untuk lembaga.

Menurut dia, kejahatan-kejahatan lain berpotensi besar akan muncul kembali.

"Dengan tidak dilakukan proses pemeriksaan lebih lanjut, kita sebenarnya sedang melindungi jaringan itu atau membiarkan jaringan itu bekerja. Jadi, sekarang KPK tidak aman," ucap BW.

"Jaringan itu kemudian besar menginfeksi yang lainnya lagi. Jadi, kerusakannya jadi besar," tandasnya.

Pegawai KPK Diduga Tilap Rp550 Juta

Sebelumnya, NAR, Admin pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menggunakan uang diduga hasil korupsi perjalanan dinas (perdin) sebesar Rp550 juta untuk belanja dan jalan-jalan.

"Uangnya digunakan untuk pacaran, belanja baju, mengajak keluarga jalan-jalan," ujar sumber CNNIndonesia.com yang mengetahui kasus tersebut lewat pesan tertulis, Selasa (27/6).

Sumber ini mengungkapkan modus yang dipakai NAR untuk 'menilap' uang perdin tersebut, seperti memanipulasi tiket dan uang makan pegawai.

"Dia manipulasi uang tiket, hotel dan uang makan. Caranya dia manipulasi jumlah orang yang berangkat plus bikin bukti bayar bodong. Tak lupa dia potong-potong lagi uang harian orang yang berangkat," imbuhnya.

Terkait OTT Bupati Probolinggo

Menurut sebuah sumber yang layak dipercaya, kasus penggelapan uang perdin ini bermula saat Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK menangani kasus dugaan korupsi Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari pada Agustus 2021 silam.

Puput bersama suaminya yang merupakan mantan Bupati Probolinggo dua periode (2003-2008 dan 2008-2013) sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi NasDem, Hasan Aminuddin, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin, 30 Agustus 2021 dini hari.

"Untuk penanganan kasus Probolinggo. Satgas ada sekitar 14 kali ke Probolinggo dan sekitarnya. Setiap kali perjalanan dinas, rata-rata yang digelembungkan Rp20 juta-Rp40 juta laporan keuangannya," kata dia.

Sumber ini mengungkapkan pelbagai modus yang digunakan NAR untuk menilap uang perdin. Di antaranya menambahkan jumlah unit mobil yang disewa di daerah saat Satgas Penindakan melakukan penyidikan kasus Bupati Probolinggo dan kawan-kawan.

"Seperti mobil yang disewa Satgas sebanyak empat unit untuk waktu lima hari, lalu oleh yang bersangkutan [NAR] pada laporan pertanggungjawaban keuangan kegiatan dilaporkan unit yang disewa sebanyak enam unit selama tujuh hari," imbuhnya.

Sumber ini berujar NAR juga menambahkan nama-nama pegawai yang melakukan perdin di luar surat tugas yang ada. Kemudian NAR juga memanipulasi jumlah tiket pesawat dan jumlah pegawai yang berangkat.

"Modus yang sama juga dilakukan terhadap bill hotel saat Satgas melakukan perjalanan dinas," ungkapnya.

"Semua laporan perjalanan dinas wajib ditandatangani oleh Kasatgas dan juga disetujui Bendahara Kedeputian Penindakan. Artinya, main tanda tangan mereka tanpa di-review terlebih dahulu," tandasnya.

"Semenjak jadi ASN dan diubah jadi sistem lump sum, dulunya at cost, banyak pegawai yang mengejar perjalanan dinas padahal gaji di KPK-nya besar," lanjutnya lagi.

Usut pidana dan etik

Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa menyampaikan kasus ini terungkap dari atasan NAR yang melaporkan ke Inspektorat KPK. Berdasarkan temuan awal, NAR diduga menggelapkan uang perjalanan dinas sejumlah Rp550 juta dalam kurun waktu satu tahun.

"Inspektorat selanjutnya melakukan serangkaian pemeriksaan dan perhitungan dugaan kerugian keuangan negara dengan nilai awal sejumlah Rp550 juta dalam kurun waktu tahun 2021-2022," ujar Cahya dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (27/6).

Atas bukti permulaan tersebut, Cahya menyatakan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) telah melaporkan NAR atas dugaan tindak pidana korupsi kepada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

"Bersamaan dengan proses tersebut, oknum dimaksud telah dibebastugaskan untuk memudahkan proses pemeriksaannya. Sekretaris Jenderal juga akan melaporkan dugaan pelanggaran etik tersebut kepada Dewan Pengawas KPK," terang Cahya.(han)