Rachmat Gobel ‘Ngamuk’ soal Penyelundupan Bijih Nikel, Hipmi Tolak Rayuan IMF

Ketua Bidang Maritim, Kelautan, dan Perikanan Badan Pengurus Pusat Hipmi Fathul Nugroho menilai kebijakan berani Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tepat, meski ditolak dunia. Ia menegaskan pemerintah harus berani dan siap menghadapi pihak asing yang memprotes kebijakan hilirisasi tersebut.

Jul 4, 2023 - 22:51
Rachmat Gobel ‘Ngamuk’ soal Penyelundupan Bijih Nikel, Hipmi Tolak Rayuan IMF
Ilustrasi Karyawan Perusahaan Nikel

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Rachmat Gobel, Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang bersuara keras soal dugaan penyelundupan 5,3 juta ton bijih nikel ke China dalam 2,5 tahun belakangan ini.

Politisi Partai NasDem itu mengatakan, ini adalah perusakan luar biasa dan masalah serius yang harus segera dihentikan.

"Bagaimana sampai terjadi ekspor ilegal hingga jutaan ton dalam 2,5 tahun," katanya dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta, Senin (3/7).

Agar masalah itu segera bisa diselesaikan secara tuntas, Gobel meminta kepada kepada Komisi VII dan Komisi XI untuk segera memanggil semua stake holders untuk menggelar rapat gabungan soal masalah penyelundupan nikel ini.

Pasalnya, kalau masalah ini terus dibiarkan bukan tidak mungkin kekayaan alam Indonesia justru akan dihabiskan untuk kemakmuran bangsa lain.

"Ini persoalan sangat serius. Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik dan sesuai amanat konstitusi sebagai lembaga pengawas, maka DPR harus membuat terang masalah ini. Indonesia adalah negara hukum. Apalagi ini melawan kebijakan Presiden tentang hilirisasi," katanya, Senin, 3 Juli 2023.

Informasi soal penyelundupan 5,3 juta ton bijih nikel ke China disampaikan Koordinator Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria. Penyelundupan terjadi pada periode Januari 2020 hingga Juni 2022.

Menurut Dian, terdapat selisih nilai ekspor bijih nikel ke China sebesar Rp 14,5 triliun. Namun selisih royaltinya Rp 575 miliar. Data itu ia peroleh dengan membandingkan data di Badan Pusat Statistik dan di laman bea cukai China (General Administration of Customs People Republic of China).

Penyelundupan terjadi setelah pemerintah melalui Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral Dan Batubara melarang ekspor nikel ore supaya bisa diolah untuk kemakmuran rakyat.

Momentum Evaluasi kebijakan

Gobel mengatakan masih terjadinya penyelundupan bijih nikel itu adalah momentum bagi DPR untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah dalam mengelola tambang mineral, seperti timah, bijih besi, batu hitam, batubara, bauksit, nikel, dan lain-lain.

Ia mengatakan saat ini dunia sedang berebut nikel karena keterbatasan cadangan. Nikel sekarang ini juga jadi rebutan karena menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Karena itu katanya, nikel harus mendapat perhatian khusus. Pasalnya, kalau dibiarkan tidak terkontrol, cadangan nikel Indonesia akan habis pada 2031 nanti .

"Jadi walaupun Indonesia memiliki cadangan terbesar di dunia, jika kita tak pandai mengelolanya maka nantinya yang memiliki nikel terbesar di dunia bukan Indonesia. Mereka yang mengimpor dari Indonesia bisa menyimpannya dan memprosesnya untuk kebutuhan bermacam industrinya dan memajukan ekonominya," katanya.

Tolak Rayuan IMF 

Terpisah, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menolak rayuan Dana Moneter Internasional (IMF) yang meminta Indonesia menghapus larangan ekspor bijih nikel dan bahan mineral lainnya.

Ketua Bidang Maritim, Kelautan, dan Perikanan Badan Pengurus Pusat Hipmi Fathul Nugroho menilai kebijakan berani Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tepat, meski ditolak dunia. Ia menegaskan pemerintah harus berani dan siap menghadapi pihak asing yang memprotes kebijakan hilirisasi tersebut.

"Kebijakan hilirisasi sudah berjalan dengan baik, terutama di sektor mineral. Beleid tersebut berhasil meningkatkan investasi dan nilai tambah ekspor hasil pengolahan mineral," tegasnya dalam keterangan resmi, Sabtu (1/7).

Menurutnya, IMF kurang suka dengan langkah Jokowi karena Indonesia bisa mendulang cuan lebih dari larangan ekspor bahan mentah, dengan melakukan hilirisasi di dalam negeri. Fathul berpesan Indonesia jangan gentar dengan segala manuver asing.

Ia berpendapat seharusnya IMF objektif, yakni dengan menghitung cost and benefit dari sudut pandang pertumbuhan ekonomi Indonesia, tidak cuma peduli dengan negara lain. Terlebih, selama ini terjadi defisit neraca perdagangan cukup besar antara Indonesia dan negara pengimpor nikel, khususnya China.

"Pemerintah harus berani dan siap menghadapi pihak luar negeri yang kontra kebijakan tersebut, termasuk IMF, dan mendukung Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan untuk menjelaskan ke IMF," jelas Fathul.

Selain hilirisasi bahan mineral, Hipmi mendorong pemerintah menjamah sektor lain. Pasalnya, Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas laut dan garis pantai terpanjang kedua di dunia, sehingga sektor kelautan dan perikanan bisa dipilih untuk digenjot hilirisasinya.

"Apabila hasil laut dan perikanan dapat diolah menjadi produk bernilai tambah, maka diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan nilai ekspor hingga berkali lipat seperti di komoditas nikel," tandas Fathul.

IMF memang sempat meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan pelonggaran pembatasan ekspor nikel dan komoditas lainnya. Permintaan itu disampaikan dalam IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, Minggu (25/6).

Dalam laporan tersebut, IMF menyambut baik ambisi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dalam ekspor mineral, termasuk menarik investasi asing dari kebijakan larangan ekspor itu. Namun, mereka mencatat bahwa kebijakan harus didasarkan pada analisis biaya manfaat yang lebih lanjut dan dirancang untuk meminimalkan dampak lintas batas.

"Dalam konteks itu, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain," tulis laporan IMF.(han)