PKB Sindir PAN: ‘Pendatang Baru Kok Minta Duduk Depan’

"Saya baca ada pernyataan begitu di media. Takjub sih saya. Ini PAN pendatang baru dalam Koalisi KIR (Kebangkitan Indonesia Raya). Lha, pendatang baru kok minta duduk di depan. Ibarat naik busway belakangan, ya cari tempat duduk di belakang, lah," ucap Dita dalam keterangannya, Selasa (4/7).

Jul 5, 2023 - 00:22
PKB Sindir PAN: ‘Pendatang Baru Kok Minta Duduk Depan’

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ketua DPP PKB Indah Dita Sari menyindir PAN yang meminta bantuan Gerindra untuk menjembatani komunikasi dengan PKB soal Erick Thohir menjadi calon wakil presiden (cawapres) bagi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Dita mengaku mendengar pernyataan yang disampaikan Wakil Ketua Umun PAN, Yandri Susanto tersebut. Sebagai pendatang baru, kata Dita, PAN mestinya ikuti antrean di belakang.

"Saya baca ada pernyataan begitu di media. Takjub sih saya. Ini PAN pendatang baru dalam Koalisi KIR (Kebangkitan Indonesia Raya). Lha, pendatang baru kok minta duduk di depan. Ibarat naik busway belakangan, ya cari tempat duduk di belakang, lah," ucap Dita dalam keterangannya, Selasa (4/7).

"Saking herannya sampai saya susah ngomong," imbuh dia.

Dita menyarankan PAN mestinya bisa membantu koalisi sebelum bicara soal posisi cawapres. Ia mengibaratkan PAN sebagai anak magang.

PAN, kata dia, bisa membantu koalisi dengan gagasan visioner, sambil membangun ikatan dengan terlebih dahulu dengan PKB dan Gerindra di KKIR.

"Anak magang kan harus orientasi dulu. Jangan langsung mau mengalahkan karyawan tetap yang sudah senior," kata Dita.

Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto sebelumnya meminta agar Gerindra menjembatani komunikasi dengan PKB untuk menduetkan Erick Thohir dengan Prabowo Subianto. PAN mengaku belum ada komunikasi dengan PKB soal itu.

"Saya kira faktor Pak Prabowo sangat penting untuk menjembatani atau melakukan konsolidasi konkret dengan tiga partai ini," ucap Yandri, Senin (3/7).

PKB dan Gerindra saat ini menjalin koalisi dengan Gerindra. Keduanya membentuk KKIR.

Sementara PAN saat ini masih terikat dengan Golkar di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

 Koalisi PAN ini diambang bubar jalan setelah salah satu anggota yakni PPP memutuskan mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres yang diusung PDIP.

Pulau Jawa Jadi Medan Pertarungan Capres

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 204.807.222 pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024. Pulau Jawa tetap menjadi penyumbang pemilih terbanyak.

Rinciannya Jawa Barat dengan 35.714.901 pemilih, Jawa Timur 31.402.838 pemilih, Jawa Tengah 28.289.413 pemilih, Banten 8.842.646 pemilih, DKI Jakarta 8.252.897 pemilih, dan DI Yogyakarta 2.881.969 pemilih.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan dengan kondisi yang tak jauh dari Pilpres 2019 lalu, Jawa masih menjadi medan pertempuran.

Mereka bakal matian-matian meraih suara di tiga provinsi yang memiliki suara besar, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

"Setidaknya untuk membuyarkan dominasi PDIP," kata Dedi kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/7).

Dedi menyebut partai politik yang telah mengusung capres akan melancarkan sejumlah strategis untuk mendulang suara di Pulau Jawa.

Menurutnya, Prabowo Subianto tetap akan menyasar wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur. Koalisi Prabowo sadar mereka tak bisa meraup suara maksimal di Jawa Tengah.

Sementara, kata Dedi, koalisi pengusung Anies Baswedan, akan menjadikan Jawa Tengah sebagai medan pertempuran baru.

"Hal ini sudah terlihat di Iduladha kemarin, Anies berkurban di Kudus Jateng, dan Prabowo sasar Jabar juga Jatim. Sementara Banten akan menjadi wilayah yang tidak begitu heroik," ujarnya.

Dedi mengatakan partai politik di luar PKB, PDIP dan Gerindra akan melakukan banyak uji coba strategi, terkhusus di kalangan pemilih muda di Jawa Barat dan Jawa Timur. Ia menilai kalangan muda akan menjadi target utama setiap partai politik.

"Sementara di Jateng, pendekatannya lebih ke arah religiusitas, dan sasarannya adalah wilayah yang memang tidak merah," lanjutnya.

Dedi berpendapat semua partai politik mempunyai tantangan untuk meyakinkan pemilih muda untuk menerima gagasan politik. Ia menilai kelompok muda rumit.

"Kelompok muda itu dalam praktik propaganda mereka akan ramai karena mudah tergoda untuk berada di satu kelompok, mereka mengikuti tren keriuhan dari kampanye, tetapi senyap di TPS [Tempat Pemungutan Suara] karena mereka belum tentu secara mayoritas akan datang ke TPS dan memilih pada hari pemungutan," katanya.

Dedi menambahkan bakal capres dan cawapres juga tidak begitu dominan dalam menentukan dukungan. Namun, ia menggarisbawahi khusus untuk Jawa Timur di mana bakal calon bisa menarik massa.

"Misalnya tokoh NU bisa menarik massa untuk di Jatim," ujarnya.

Direktur Eksekutif KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo berpendapat jumlah atau proporsi pemilih dalam Pemilu 2024 tidak jauh berbeda dengan Pemilu 2019. Ia menduga peta politik juga tidak banyak berubah di Pulau Jawa.

Meskipun begitu, ia menyoroti Jawa Barat dan Jawa Timur yang dalam beberapa Pemilu terakhir selalu tidak ada pemenang tetap alias terus berganti.

"Menurutku peta politiknya enggak akan berpengaruh besar kecuali ini kan dinamika di Jawa Barat, pertama karena Jawa Barat itu beberapa pemilu terakhir enggak ada pemenang partai tetap, jadi menarik melihat dinamika pemilih di Jawa Barat. Kedua Jawa Timur, ada potensi berganti-ganti," kata Kunto saat dihubungi melalui sambungan telepon.

"Teruntuk Jawa Tengah sangat sulit untuk mendongkel PDIP kecuali pakai money politics," sambungnya.

Kunto mengungkapkan sejumlah cara untuk partai politik meraih suara di Pulau Jawa. Dua di antaranya terkait bakal calon presiden dan wakil presiden yang mempunyai kedekatan dengan masyarakat serta dengan melibatkan tokoh-tokoh lokal yang berpotensi menjadi daya tarik tersendiri.

"Selain capres-cawapres, kekuatan tokoh-tokoh lokal memang harus dipoles," ucap Kunto.

Partai politik, kata Kunto, juga sudah harus memikirkan bagaimana memobilisasi pemilih agar datang ke TPS untuk mencoblos. Ia menekankan partai politik harus mencari alternatif lain selain melakukan serangan fajar.

"Menurut saya faktor yang penting itu faktor mobilisasi bukan kampanyenya ya, tapi mobilisasi di saat hari H bagaimana membuat orang yang suka caleg atau partai tertentu itu di hari H mau bangun pagi, datang ke TPS dan nyoblos. Konversi itu jadi penting. Selama ini teknik mobilisasi yang ada pakai serangan fajar," tutur Kunto.

"Menurut saya sejarahnya kan begini, dulu petani dikasih uang mengganti ongkos buruh taninya supaya dia datang ke TPS itu membuat petaninya ya 'orang Jawa kan enggak enakan ya', tapi sekarang malah jadi enak. Menurut saya, partai harus bisa mencari alternatif orang jadi enggak enak [dengan serangan fajar]. Masing-masing budaya atau daerah berbeda pendekatannya," ujarnya.

PDIP dan Jawa

Dalam beberapa survei, PDIP disebut menguasai Pulau Jawa. Dalam survei Litbang Kompas, partai berlogo banteng moncong putih tersebut menguasai suara elektoral di Pulau Jawa.

Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah menilai PDIP terlanjur dominan di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur, tetapi kekuatannya tidak merata pada kota dan kabupaten. Kondisi ini, menurutnya, membuat partai politik lain mudah memetakan suara PDIP sehingga tidak perlu mengundi nasib.

"Keunggulan PDIP di Jateng dan Jatim kental nuansa historis, pengaruh Soekarno, Marhaenisme dan keluarga Megawati. Untuk itu, wilayah ini lebih banyak karena faktor Soekarno dan Megawati, bukan soal lain," tutur Dedi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menyatakan hasil survei tidak melulu mencerminkan perolehan suara dalam Pemilu. Partai nasionalis seperti PDIP, terang dia, selalu lebih tinggi perolehan suaranya di survei dibandingkan di Pemilu.

"Ini kan kalau dari setiap survei sejak kita punya Pemilu, elektabilitas PDIP di survei selalu jauh lebih tinggi daripada suara sebenarnya di Pemilu, jadi ada over estimation istilahnya. Baik itu PDIP dan partai-partai nasionalis punya kecenderungan itu. Sementara partai islam sebaliknya: hasil surveinya biasanya enggak terlalu bagus tetapi suara di Pemilu jauh di atas survei," kata Kunto.(han)