Pertumbuhan Ekonomi RI Dinilai Erik Tohir Ungguli China dan AS

Menteri BUMN Erick Thohir yakin pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini mencapai 5%. Bahkan, ekonomi Indonesia menempati peringkat kedua dari negara G20, di bawah India dengan 6,10%.

Pertumbuhan Ekonomi RI Dinilai Erik Tohir Ungguli China dan AS
Erick Thohir yakin ekonomi RI lampaui AS (Foto: Shutterstock)

NUSADAILY.COM - JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir yakin pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini mencapai 5%. Bahkan, ekonomi Indonesia menempati peringkat kedua dari negara G20, di bawah India dengan 6,10%.

Berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini mengungguli China dengan 4,40% maupun Amerika Serikat (AS) dengan 1%.

Sementara negara-negara G20 lain seperti Italia, Jerman, Rusia, diproyeksikan mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif

"Perbandingannya dengan negara-negara G20 posisi kita sangat baik, ini konteks menarik artinya posisi kita sudah baik, apakah kita ada kekurangan, pasti ada," ujar Erick, dikutip Senin (23/1/2023).

Erick menilai Indonesia harus menjaga momentum untuk menjadi negara besar. Untuk itu, Indonesia harus bersiap mengambil langkah dalam menatap situasi perekonomian pada 2023.

"Dinamika ke depan ditentukan oleh kebijakan hari ini. Situasi ekonomi pasca pandemi kita lihat rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia sampai 2027 itu ada di 4,3% (data IMF)," katanya.

Dia memastikan pemerintah berupaya menerapkan kebijakan yang bermanfaat untuk seluruh rakyat, bukan pada pilihan politik. Erick menilai seluruh elemen bangsa harus bersatu untuk meneruskan capaian apik tersebut.

"Kita membuat kebijakan untuk semua rakyat, tidak terjebak pada pilihan politiknya, kalau kita terjebak akhirnya kita tidak melihat pertumbuhan yang kita inginkan, saya rasa tidak baiklah kalau seperti itu," lanjutnya.

Erick menyampaikan, keseriusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam meningkatkan akselerasi hilirisasi sumber daya alam (SDA) menjadi kunci pertumbuhan ekonomi sekarang dan di masa yang akan datang.

"Kebanyakan raw material, jadi value added-nya tidak diciptakan di Indonesia, akhirnya pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan pekerjaan ada di negara lain. Saat commodity boom selesai, kita juga terkena efeknya, hanya sawit yang bertahan karena turunan industrinya bisa sampai 80," ucap dia.

(roi)