Ketika Netanyahu Umumkan Siap Perang dengan Iran

Usai serangan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pun membenarkan serangan tersebut seraya menyebut negaranya siap perang melawan Iran.

Apr 7, 2024 - 15:03
Ketika Netanyahu Umumkan Siap Perang dengan Iran

NUSADAILY.COM – TEL AVIV - Israel awal pekan ini melancarkan serangan ke gedung konsulat Iran di Damaskus, Suriah, hingga menewaskan tujuh pejabat Iran, salah satunya komandan tertinggi Garda Revolusi (IRGC) Mohammed Reza Zahedi.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membenarkan serangan tersebut.

Namun, IDF berdalih serangan mereka tidak ditujukan ke gedung konsulat Iran, melainkan "gedung militer pasukan Al Quds."

Usai serangan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pun membenarkan serangan tersebut seraya menyebut negaranya siap perang melawan Iran.

"Selama bertahun-tahun, Iran telah bertindak melawan kami baik secara langsung maupun melalui proksinya; oleh karena itu, Israel bertindak melawan Iran dan proksinya, secara defensif dan ofensif," jelas Netanyahu, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (4/4).

Analis Timur Tengah, Imran Khalid, dalam tulisannya di Middle East Monitor (MEMO) mengatakan konfirmasi seperti ini jarang dilakukan oleh IDF, apalagi jika terkait serangan Zionis di luar negeri.

Khalid mengutip laporan Jerusalem Post pada 3 April yang menyebut Israel tampaknya sedang berusaha menegaskan kembali kemampuan militernya secara tidak resmi, dengan mengirim sinyal ke seluruh dunia khususnya negara-negara Arab bahwa mereka "masih sekuat sebelumnya dan telah kembali ke kondisi terbaiknya."

Bukan cuma satu-dua media yang menduga Israel sedang berupaya demikian. Nyaris semua media Israel memiliki penilaian serupa.

"Ada semacam perayaan di Israel seolah-olah IDF telah mampu mengkompensasi kegagalannya yang menyedihkan dalam menghentikan serbuan Hamas ke Israel pada 7 Oktober," kata Khalid dalam tulisannya di MEMO, Jumat (5/4).

Menurut Khalid, kematian Zahedi memiliki pengaruh besar dalam penebusan dosa IDF terkait serangan Hamas.

Khalid menilai tewasnya Zahedi "telah memberi Netanyahu alasan untuk mempertahankan agenda Rafahnya."

Rafah merupakan wilayah ujung selatan Palestina yang terancam diserang pasukan militer Zionis.

Israel baru-baru ini menyatakan niatnya untuk menyerang Rafah yang kini jadi tempat pengungsian hampir seluruh warga Palestina.

Khalid melanjutkan pembunuhan Zahedi menandai momen penting dalam konflik yang tengah berlangsung di Gaza, karena mewakili tewasnya pemimpin tingkat tinggi IRGC untuk yang ketiga kalinya.

Sebelum Zahedi, Pasukan Al Quds telah kehilangan Soleimani dan Hossein Hamedani.

Kematian para petinggi ini pun, menurut Khalid, mau tak mau membuat rezim Iran merugi, sehingga memicu niat balas dendam yang cukup besar terhadap Zionis.

Lebih dari itu, Khalid juga menilai serangan Israel terhadap konsulat Iran menandai momen krusial yang bukan sekadar "penargetan taktis".

"Hal ini menandakan perubahan dalam strategi Israel yang beralih dari sekadar serangan terisolasi menjadi kampanye yang lebih luas terhadap tokoh-tokoh penting dalam jaringan proksi Iran," tulisnya.

Serangan ini dinilai tak cuma menyasar individu, tapi juga menjadi pertanda meningkatnya permusuhan, yakni meningkatkan pertaruhan bagi semua aktor yang terlibat dalam perpolitikan Timur Tengah.

Khalid pun percaya balasan Iran akan sangat kuat terhadap Israel. Namun, ia tak bisa menduga secara pasti apa bentuk pembalasan Negara Islam tersebut.

Iran biasanya merespons tindakan Israel dengan menargetkan kepentingan-kepentingan Amerika Serikat.

Bagi Teheran, konflik dengan Israel sama saja konflik dengan AS selaku sekutu berat Zionis.

Meski saat ini tak ada pihak yang terang-terangan berusaha meletuskan perang, potensi eskalasi konflik menurutnya masih tetap ada.

Dinamika perebutan kekuasaan di kawasan ini masih banyak memiliki celah sehingga terus meningkatkan kekhawatiran akan kemunculan konflik yang tak terkendali.

"Dalam situasi yang berbahaya ini, pentingnya diplomasi yang hati-hati dan tindakan de-eskalasi tak bisa dilebih-lebihkan. Meski demikian, terlepas dari reaksi Iran, Netanyahu tampaknya cenderung berusaha menghasut perpecahan di Rafah," kata Khalid.

Ia melanjutkan, "Dia (Netanyahu) sangat membutuhkan amarah perang Gaza seperti ini demi kelangsungan politiknya."(han)