Tragedi Genosida di Rwanda, Paul Kagame: Dunia Gagal Selamatkan Ratusan Ribu Nyawa Tak Berdosa

"Masyarakat internasional-lah yang mengecewakan kita semua, entah karena penghinaan atau pengecut," kata Kagame pada pada hadirin seperti dilaporkan AFP.

Apr 8, 2024 - 10:14
Tragedi Genosida di Rwanda, Paul Kagame: Dunia Gagal Selamatkan Ratusan Ribu Nyawa Tak Berdosa

NUSADAILY.COM – KIGALI, RWANDA - Presiden Rwanda Paul Kagame menilai, masyarakat internasional telah gagal menyelamatkan Rwanda dari tragedy Genocida.

Rwanda, pada Minggu (7/4)  memperingati 30 tahun tragedi genosida dalam sebuah upacara di Kigali.

Dalam kesempatan ini, Kagame menyampaikan peristiwa ini jadi pelajaran sekaligus bukti kegagalan masyarakat internasional.

"Masyarakat internasional-lah yang mengecewakan kita semua, entah karena penghinaan atau pengecut," kata Kagame pada pada hadirin seperti dilaporkan AFP.

Genosida dimulai ketika terjadi pembunuhan Presiden Hutu Juvenal Habyarimana pada 6 April 1994.

Pesawatnya ditembak jatuh di atas Kigali. Peristiwa ini memicu kemarahan ekstremis Hutu dan milisi Interahamwe.

Korban ditembak, dipukuli, atau dibacok hingga tewas akibat propaganda kejam anti-Tutsi.

Setidaknya 250 ribu perempuan diperkosa. Pembantaian pun merenggut 800 ribu nyawa yang sebagian besar orang Tutsi juga Hutu moderat.

Setiap tahun, dilaksanakan upacara pada 7 April di mana milisi Hutu melancarkan pembantaian pada 1994.

Kagame meletakkan karangan bunga di kuburan massal dan menyalakan api peringatan di Kigali Genocide Memorial.

Di lokasi ini, diyakini lebih dari 250 ribu korban meninggal dikuburkan.

Masyarakat internasional dinilai gagal melakukan intervensi. Hal ini pun diakui Ketua Uni Afrika Moussa Faki Mahamat.

"Mari kita berani mengakuinya dan mengambil tanggung jawab atas hal itu," kata Mahamat di Kigali.

Senada dengan Mahamat, Presiden Prancis Emmanuel Macron berkata dirinya tidak akan mengubah komentarnya bahwa Prancis gagal mengindahkan peringatan akan pembantaian.

Hanya saja, Macron tidak menyampaikan permintaan maaf resmi.

"Kita semua telah meninggalkan ratusan ribu korban di pintu tertutup yang mengerikan ini. Ketika fase pemusnahan total terhadap suku Tutsi dimulai, komunitas internasional mempunyai sarana untuk mengetahui dan bertindak. Prancis, yang bisa menghentikan genosida dengan sekutunya di Barat dan Afrika, tidak mempunyai kemauan," katanya. 

Ketika genosida terjadi, Prancis telah lama jadi pendukung rezim Rwanda yang didominasi Hutu sehingga ada ketegangan antara kedua negara selama beberapa dekade.

Sementara Presiden AS Joe Biden berkata dampak pembantaian masih terasa di Rwanda dan di seluruh dunia.

"Kami tidak akan pernah melupakan kengerian yang terjadi selama 100 hari itu, rasa sakit dan kehilangan yang dialami masyarakat Rwanda, atau rasa kemanusiaan yang menyatukan kita semua, yang tidak dapat diatasi oleh kebencian," katanya.(han)