Soal Larangan Bukber Instansi Pemerintah, Yusril Khawatir Jokowi Dicap Anti Islam

Sebelumnya, Jokowi meminta agar momen buka puasa bersama selama Ramadan 1444 H ditiadakan untuk kalangan pejabat hingga pegawai pemerintah.

Soal Larangan Bukber Instansi Pemerintah, Yusril Khawatir Jokowi Dicap Anti Islam

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, menyarankan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tak melarang kegiatan buka bersama yang dilakukan umat Islam baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat.

Yusril khawatir permintaan untuk meniadakan buka bersama di lingkungan pegawai pemerintah dianggap sebagai gerakan anti-Islam.

"Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan pemerintah dan menuduh pemerintah, Presiden Jokowi anti-Islam," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (23/3).

Sebelumnya, Jokowi meminta agar momen buka puasa bersama selama Ramadan 1444 H ditiadakan untuk kalangan pejabat hingga pegawai pemerintah.

Arahan tersebut tertuang dalam surat Sekretaris Kabinet (Seskab) Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada Selasa (21/3).

"Penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi sehingga masih diperlukan kehati-hatian," bunyi kutipan surat tersebut yang didapat CNNIndonesia.com pada Rabu (22/3).

"Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan kegiatan Buka Puasa Bersama pada bulan suci Ramadan 1444 H agar ditiadakan."

Surat ini ditujukan kepada para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri serta badan dan lembaga pemerintah. Mendagri bahkan diminta untuk menindaklanjuti surat tersebut ke jajaran pemerintah daerah.

Menurut Yusril, meski surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, tetapi larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan.

Akibatnya, surat itu berpotensi "diplesetkan" dan diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat.

Yusril menilai surat yang bersifat "rahasia" namun bocor ke publik itu bukan surat yang didasarkan atas kaidah hukum tertentu, melainkan sebagai kebijakan (policy) belaka sehingga setiap saat dapat diralat setelah mempertimbangkan manfaat-mudaratnya.

Maka dari itu, Yusril menyarankan agar Sekretaris Kabinet meralat surat yang bersifat rahasia itu dan memberikan keleluasaan kepada pejabat dan pegawai pemerintah serta masyarakat yang ingin menyelenggarakan kegiatan buka bersama.

Yusril menyebut masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah mungkin akan mengaitkan peniadaan buka bersama ini dengan aneka kegiatan seperti konser musik dan olah raga yang dihadiri ribuan orang yang tidak dilarang oleh pemerintah.

Sebaliknya, kegiatan yang bersifat keagamaan dengan jumlah yang hadir pasti terbatas, justru dilarang pemerintah.

Selain itu, Yusril juga khawatir surat Seskab ini akan menjadi bahan kritik dan sorotan aneka kepentingan dalam kegiatan-kegiatan ceramah Ramadan di berbagai tempat tahun ini.

Din Syamsuddin Kritik Larangan Bukber Instansi Pemerintah

Diberitakan sebelumnya, Larangan buka puasa bersama bagi instansi pemerintah, tertuang dalam surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada Selasa (21/3).

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengkritik larangan para pegawai dan pejabat pemerintah menggelar buka puasa bersama sepanjang bulan Ramadan 1444 H tahun ini.

"Larangan Presiden Joko Widodo bagi pejabat instansi pemerintah untuk adakan buka puasa bersama seperti dalam edaran Menseskab Pramono Anung tidak arif dan tidak adil," kata Din dalam keterangannya, Kamis (23/3).

Din menilai larangan itu justru terkesan tidak memahami makna dan hikmah dari prosesi buka puasa bersama di Bulan Ramadan. Baginya, buka puasa bersama menjadi ajang meningkatkan silaturahmi dan positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara.

Sementara itu, Din menilai alasan dilarang gelar buka puasa karena masih ada bahaya Covid-19 justru mengada-ada. Ia lantas bertanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru kerap menggelar pelbagai keramaian belakangan ini.

"Bukankah Presiden sendiri melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan? Begitu juga bukankah Presiden terakhir ini sering berada di tengah kerumunan?" tanya dia.

Din lantas mengimbau bagi umat Islam yang memiliki kemampuan untuk menggelar buka puasa bersama. Ia turut mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, "Seseorang yang memberi makan orang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu".

"Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadan yang baik yang sudah berjalan baik sejak dulu," kata dia.

Senada, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis berpendapat tak tepat bila buka puasa bersama instansi pemerintah dilarang.

"Pelarangan acara buka puasa bersama meskipun hanya untuk instansi kurang tepat dan tak sesuai dengan tradisi keagamaan kita," kata Cholil dikutip dari akun Twitternya @cholilnafis, mengutip CNNIndonesia.com.

Cholil menilai buka puasa bersama sebagai tradisi baik pada bulan Ramadan 1444 H. Ia mengatakan tradisi ini tak berbeda jauh dengan acara kondangan pernikahan maupun konsolidasi.

"Hemat saya buka puasa bersama itu baik dan tak beda dengan kumpul-kumpul kondangan, pertemuan dengan pendukung dan konsolidasi," tambahnya.
Presiden Jokowi sebelumnya mengungkapkan alasan ditiadakannya momen buka puasa bersama selama Ramadan 1444 H untuk kalangan pejabat hingga pegawai pemerintah karena masih dalam transisi pandemi Covid-19 menuju endemi.

Surat arahan itu ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan kepala badan/lembaga pemerintah lainnya. Pramono Anung pun membenarkan surat edaran tersebut.(han)