Positive Thinking, Awal Budaya Positif

Taufan Hadi, MPd.

Jul 22, 2023 - 03:45
Positive Thinking, Awal Budaya Positif

 

Seorang murid berkata, ”Saya tidak bisa, Pak”, untuk menghindari apabila diperintah gurunya mengerjakan soal latihan ke depan papan tulis. Rupanya kalimat “Saya tidak bisa” merupakan jurus ampuh yang dilakukan murid agar tidak disuruh guru untuk maju.

Sebagai seorang guru, tentu berusaha menggunakan strategi alternatif agar muridnya memunyai kemauan menjalankan perintah gurunya. Akhirnya sang guru memiliki strategi dengan mengatakan bahwa bagi murid yang berkata “Saya tidak bisa” akan disuruh maju untuk mengerjakan soal dan bagi murid yang berkata “Saya bisa” tidak disuruh ke depan.

Pada pertemuan berikutnya, akibat ada peraturan bahwa yang berkata “Saya bisa”, tidak akan disuruh maju, maka keadaan berbalik. Ketika guru menanyakan kepada murid tentang soal latihan yang disajikan, setiap murid mengatakan “Saya bisa”. Mungkin memang murid tersebut memang benar-benar bisa atau mungkin pula murid tersebut mengatakan demikian demi menghindar dari perintah untuk maju. Akhirnya bergemalah kalimat “Saya bisa” karena semua murid mengatakan demikian. Tak terkecuali murid yang biasanya mengatakan “Saya tidak bisa” menjadi ikut berkata “Saya bisa”.

Pada saat semua murid sudah mengatakan saya bisa, guru mulai memilih murid secara acak untuk mengerjakan soal latihan ke depan. Terpilihlah murid yang biasanya mengatakan saya tidak bisa untuk maju. Si murid tentu terkejut, alasan ia yang bisa terpilih, padahal ia sudah mengatakan bahwa dirinya bisa. Dengan agak ragu murid itu berkata, “Sebenarnya saya mengatakan saya bisa itu hanya pura-pura agar saya tidak disuruh maju”. Dengan tersenyum guru pun mengatakan bahwa perkataan saya bisa itu merupakan positive thinking akan kemampuanmu bahwa kalau mau berusaha pasti akan bisa.

Sang murid mulai maju papan tulis. Ia tampak bingung mau menulis apa karena memang sebenarnya ia belum bisa mengerjakan soal tersebut. Memperhatikan hal itu, sang guru menunjuk teman lainnya yang memunyai kemampuan lebih tinggi untuk membantu murid tadi. Berkat bimbingan temannya, perlahan demi perlahan sang murid mulai percaya diri dan dapat menyelesaikan soal. Sang guru pun memberikan aplaus atas kerja keras murid yang awalnya merasa tidak bisa akhirnya bisa menyelesaikan latihan soal dengan bimbingan temannya.

Sang guru pun berpesan bahwa segala sesuatu apabila dikerjakan dengan usaha sungguh-sungguh pasti akan bisa dilakukan, meskipun dengan jalan meminta bantuan temannya. Dengan meminta bantuan teman, itu merupakan wujud usaha agar menjadi bisa. Perbuatan meminta bantuan teman merupakan bentuk kerjasama dan kolaborasi antarteman agar tercapai tujuan bersama untuk bisa mengerjakan latihan soal.

Memerhatikan ilustrasi di atas, sang guru telah menerapkan strategi positive thinking dengan mengubah kalimat negatif, saya tidak bisa menjadi kalimat positif yaitu saya bisa. Melalui kalimat positif ini, murid ditumbuhkan keyakinan bahwa mereka bisa mengerjakan sesuatu yang dirasa tidak mungkin diselesaikan menjadi sesuatu yang bisa diselesaikan.

Sebenarnya apakah positive thinking tersebut? positive thinking merupakan suatu kegiatan mental yang menghasilkan pikiran-pikiran yang mendukung tercapainya suatu tujuan. Positive thinking menggunakan gagasan-gagasan positif seperti kalimat saya bisa.

Hasil positive thinking akan selalu berhasil. Hal ini sejalan dengan hukum alam yaitu hukum sebab akibat. Jika kita menanam padi maka pasti akan tumbuh padi, tidak mungkin tumbuh kedelai. Begitu pula jika kita menanam kebaikan (posititive thinking), pasti akan tumbuh pula kebaikan (keberhasilan), dan tidak mungkin akan tumbuh yang lainnya.

Dari hasil positive thinking ini kemudian akan muncullah budaya positif pada diri murid. Murid akan mulai muncul kesadaran diri bahwa dalam dirinya ada kemampuan untuk bisa dan berhasil menyelesaikan tugas. Murid memunyai self awareness bahwa dia memunyai kekuatan diri untuk dapat berhasil meraih kesuksesan. Murid dapat memiliki kesadaran diri tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri untuk mengetahui potensi akademik yang mereka pilih. Di samping itu, self awareness juga merupakan identifikasi diri peserta didik untuk mengetahui dan mengapresiasi diri mereka sendiri.

Budaya positif lainnya yang muncul adalah relationship skill. Relationship skill merupakan bentuk pengembangan sikap murid untuk memelihara hubungan yang sehat dengan temannya. Dalam relationship skill, murid belajar untuk  dapat menyelesaikan konflik interpersonal, mampu melawan tekanan sosial yang negatif, dan mampu mencari bantuan ketika membutuhkan. Murid mampu melakukan komunikasi dengan temannya, bekerja sama, dan berkolaborasi yang baik dengan temannya.

Banyak budaya positif dalam pembelajaran yang dapat diwujudkan antara lain:

1.      Kesadaran akan identifikasi diri

2.      Keaktifan merespon perintah guru

3.      Keberanian melakukan tanya jawab

4.      Motivasi diri dalam pembelajaran

5.      Bekerja sama dengan teman

6.      Berkolaborasi menyelesaikan masalah

7.      Saling memberi bantuan dengan teman

Budaya positif ini dapat terwujud dimulai dari positive thinking. Melalui positive thinking energi dan kemampuan bawah sadar otak akan memunculkan gagasan-gagasan positif membangkitkan kemampuan diri menjadi individu yang berhasil.

 

 

Taufan Hadi, M.Pd. adalah guru SMKN 1 Purwosari, Kab. Pasuruan. Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd.,  Prodi PBI, FISH, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).