Penulis Harus Memiliki Sisi 'Nakal' tapi Tetap Masuk Akal

Aug 12, 2023 - 04:44
Penulis Harus Memiliki Sisi 'Nakal' tapi Tetap Masuk Akal
Salah satu peserta workshop jurnalistik Nusadaily.com bertanya kepada pemateri Imung Mulyanto

NUSADAILY.COM-MALANG- Seorang penulis perlu memiliki sisi 'nakal'. Kalimat yang mengusik akal itu dikemukakan Redaktur Senior Nusadaily.com, Imung Mulyanto. Pernyataannya itu disambut tawa para peserta workshop jurnalistik yang digelar di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang (Kamis, 10/8).

 

Workshop jurnalistik tersebut merupakan kerja sama antara Nusadaily.com dengan Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Kegiatan itu diikuti 100 peserta. Mereka terdiri dari 60 anggota PISHI seluruh Indonesia, 30 humas perguruan tinggi, 10 wartawan serta dan perwakilan pemda di Jatim.

Kiasan 'nakal' yang disampaikan Imung disambut gelak tawa para peserta saat masuk sesi materi press release dan opini. Ia pun cukup piawai menghidupkan suasana sesi itu yang dibawakan secara interaktif.

 

"Penulis harus nakal mengeksplorasi ide-ide yang akan dituangkan dalam tulisannya agar menarik," celetuk Imung.

 

Bagi penulis yang hendak mempublikasikan artikel opini atau sebuah karya ilmiah di media massa, maka perlu pula memahami gaya bahasa dan segmentasi media. Penulisannya pun dikemas dengan bahasa-bahasa populer, tanpa mengurangi kandungan ilmiahnya. Pengunaan bahasa populer ditujukan agar lebih mudah dipahami audiens dengan beragam latar belakang.

"Agar tulisan artikel opini bisa dimuat di media massa, maka penyampaiannya dikemas dengan bahasa populer. Sehingga mudah dipahami. Serta memiliki nilai berita, yang pada dasarnya menekankan aspek penting atau menarik," papar Imung.

 

Menuliskan artikel opini ataupun karya ilmiah di media massa merupakan bentuk kontribusi akademisi untuk mencerdaskan masyarakat. Hasil pemikiran/penelitiannya dihilirisasi untuk mencerahkan masyarakat. Tanpa dilandasi itu, para akademisi masih berada di menara gading. Keilmuan yang dimilikinya terpisah dari peliknya realitas masyarakat.

 

Publikasi artikel opini ataupun artikel ilmiah di media massa akan lebih mudah dijangkau masyarakat, bahkan bisa menyentuh masyarakat akar rumput. Apalagi, media massa sebagai pilar keempat demokrasi memiliki fungsi informasi, kontrol sosial hingga edukasi.

 

Fungsi media massa dipaparkan Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro saat membawakan sesi materi Undang-Undang Pers. Ia menjelaskan, konten-konten yang dimuat di media massa berpegang teguh pada kode etik jurnalistik (KEJ), sebuah aturan turunan dari UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

 

"Pers memiliki funggsi kontrol sosial. Penulisan berita harus berpedoman pada KEJ. Kalau fungsi kontrol sosial hilang, jangan salahkan kalau masyarakat mengambil peran itu," ujar Sapto. 

 

Nusadaily.com juga menghadirkan Wahyu Kuncoro menjadi pemateri dalam workshop jurnalistik ini. Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim ini memberikan materi tentang editing karya jurnalistik. Peserta sangat antusias, terbukti mereka tidak henti-hentinya memberikan pertanyaan kepada tiga nara sumber.

 

‘’Peserta rata-rata adalah dosen dari berbagai Perguruan Tinggi di Malang dan luar Malang. Ada juga mereka yang berasal dari Jakarta, Bandung dan Tangerang. Mereka sudah bergelar Magister, Doktor hingga Profesor,’’ ungkap Febri Setiyawan, Redaktur Nusadaily.com

 

Menurutnya, para dosen ini sebenarnya sudah terbiasa menulis. Hanya saja tulisan mereka berada pada jurnal ilmiah. Dalam workshop jurnalistik tersebut, mereka bersama nara sumber belajar menyesuaikan tulisan ilmiah menjadi populer dan layak dimuat di media massa sesuai kaidah Kode Etik Jurnalistik. (oer/wan)