Peace Leader Indonesia dan PISHI Roadshow Jember-Bondowoso

Feb 2, 2024 - 17:19
Peace Leader Indonesia dan PISHI Roadshow Jember-Bondowoso
Nicolas Redy Saputra mendampingi Valleria Grosy dalam pelatihan ECO Enzym di Kantor Fatayat NU Bondowoso.

NUSADAILY.COM - JEMBER - Atas dasar memiliki banyak kesamaan visi dan misi, Perkumkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI) dan Peace Leader Indonesia sepakat untuk berkolaborasi dalam berbagai kegiatan. Kolaboborasi itu tidak hanya sebatas seremonial saja, tetapi telah diimplementasikan dalam tindakan nyata. Hal ini setidaknya terwujud dalam acara “Roadshow Jember-Bondowoso” yang berlangsung selama dua hari, 29-30 Januari 2024 dengan melibatkan berbagai komunitas lintas iman di dua kota itu.

 

Kegiatan diawali di Pondok Pesantren Darul Muttaqien, Desa Dukuh Dempok, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember. Di tempat ini dua komunitas ini mengadakan pelatihan pengolahan sampah. Ketua Peace Leader Indonesia, Nicolas Redy Saputra mengatakan bahwa penting sinergi banyak pihak untuk membangun kerjasama mengatasi masalah persampahan.

 

“Kita perlu gotong rotong agar lingkungan kita bersih. Sampah bisa dikelaola dengan  baik dan memberikan maafaat bagi anyak orang. Bahkan sampah bisa memberi peluang ekonomi baru, dapat menciptkan  peluang kerja baru bagi masyarakat. Jika edukasi sampah jadi berkah ini jika benar-benar diterapkan akan dapat hasil yang baik dan banyak masyarakat yang akan terlibat pula. Peace Leader  Indonesia fokus pada perjumpaan orang muda dan sinergi dengan banyak pihak mitra yang ada di desa, kota, nasional dan internasional,” tegas Redy.

 

Redy menambahkan bahwa antara Peace Leader Indonesia dan PISHI memiliki banyak kesamaan. Setidaknya sama-sama memperjuangkan kesetaraan dan keadilan sosial. Kegiatan di Darul Muttaqien ini dihadiri sekitar 100 orang, tidak hanya diikuti oleh tuan rumah saja, namun juga dari beberapa komunitas lintas iman, termasuk perwakilan dari Gereja Kristen Jawi Wetan, Sidomulyo, Jember.

 

Sorenya PISHI dan Peace Leader menggelar acara diskusi santai di Café Juang 45 Jember dengan topik “Cerdas Bermedia Sosial dan Memahami UU ITE.” Sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah Dr. Wadji, M.Pd., Ketua Umum PISHI sekaligus ahli bahasa yang banyak mendampingi korban UU ITE, dan Alfisyah Nurhayati, Ketua PSG UIN KHAS Jember.

 

Kegiatan yang dipandu oleh Abdul Haq Kartono ini mendapatkan respon positif  dari peserta yang sebagian besar berasal dari komunitas disabilitas. Kepada Nusadaily.com, Wadji menuturkan bahwa perlu edukasi terus-menerus kepada masyarakat tentang pentingnya mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh ketika kita berkomunikasi di media sosial. Ini bukan berarti kita harus takut untuk menyuarakan kebenaran. Undang-undang ITE telah banyak digunakan orang sebagai sarana balas dendam, barter kasus dan mengriminalisasi pihak-pihak yang lemah. Dari majikan kepada bawahannya, penguasa kepada rakyatnya, sampai kepada lawan politiknya. Yang terjadi seringkali penegak hukum kita menafsirkan tuturan di media sosial secara sepihak dan cenderung menuruti kehendak pelapor. Akibatnya tidak sedikit pengguna medsos harus berurusan dengan polisi bahkan berakhir di ruang penjara.

 

Hari kedua fokus kegiatan di Bondowoso, namun sebelumnya tim PISHI dan Peace Leader Indonesia melakukan silaturahim dan diskusi bersama di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencara (DPPPKB) Kabupaten Jember. Terlibat dalam diskusi Valleria Grosy dari komunitas Eco Enzyme Nusantara Jember. Rombongan diterima oleh empat Kepala Bidang di lingkungan dinas tersebut. Ke depan, diharapkan banyak program yang bisa dilaksanakan bersama oleh DPPPKB, Peace Leader Indonesia dan PISHI.

 

Pelatihan pengolahan sampah di Bondowoso dipusatkan di Kantor Fatayat NU. Jika di Jember ditampilkan pemateri tunggal, Muhammad Kamal, seorang aktivis lingkungan hidup dari Tuban, di Bondowoso didampingi Valleria Grosy yang memberi pelatihan eco encyme.

 

Menurut Grosy, ekonomi hijau bisa terwujud dengan membuat kota hijau, industri hijau dan gaya hidup hijau. Tata kelola persampahan dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle. Kita galakkan reboisasi, keonservasi lingkungan hidup. Perlu regulasi untuk pencegahan polusi tanah, air dan udara. Lingkungan hidup lestari untuk menjaga bumi kita

 

Eco enzyme, lanjut Grosy, adalah cairan hasil fermentasi dari  kulit buahsisa sayur dapur, air, molase/tetes tebu selama minimal tiga bukan kerana kita ada di daetah tropis. Pembuatan eco enzyme se diri utk mengelola sampah organik agar bisa memberi manfaat lebih dan untuk menyelamatkan bumi kita. Sampah jadi berkah. (wan)