Membaca Kedigdayaan Ganjar, Anies, Prabowo di Pilpres 2024

NUSDAILY.COM – JAKARTA – Pendaftaran Bacapres akan dibuka oleh KPU pada Oktober mendatang. Namun, masing-masing capres bersama timnya sudah memetakan lumbung suara untuk dipertahankan dan diperebutkan.

Sehingga, tak heran jika genderang perang Pilpres 2024 mulai ditabuh oleh masing-masing capres.

Yang terlihat hingga saat ini, dan selalu mengikuti irama kendang, adalah tiga bakal calon presiden yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang telah memasang kuda-kuda.

Siapapun calonnya, di setiap gelaran pemilu mata selalu dan selalu diarahkan ke Pulau Jawa. Jumlah penduduk yang begitu besar membuat Jawa selalu menjadi lahan menjanjikan.

Merujuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang diterbitkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih di Pulau Jawa mencapai 115.373.669 orang. Setara dengan 56,33 persen dari total jumlah pemilih nasional.

Taktik amankan Jawa

Tim pemenangan dari tiga bakal capres sudah melihat potensi perang habis-habisan di Jawa pada Pilpres 2024.

Mereka telah mengetahui kelemahan dan kelebihan yang bakal menjadi bekal pertarungan.

Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyerukan kerja total bagi PDIP di Jawa. Mereka ingin mendulang suara besar di dua pilpres terakhir.

"Jawa adalah kunci kemenangan," kata Said Rabu (23/8).

"Kami akan bekerja keras menggalang dukungan rakyat. Tak ada pilihan, Ganjar harus dominan di beberapa wilayah seperti Jatim, Jateng, DIY," imbuhnya.

Said ingin Ganjar menang dominan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta seperti Jokowi. Sementara untuk tiga provinsi lainnya, ia menyampaikan target realistis.

Said mengatakan PDIP akan menarget wilayah Pantai Utara (Pantura) untuk mendulang suara Ganjar di Jawa Barat. Adapun di DKI Jakarta, mereka akan memasifkan pendekatan ke kalangan kelas menengah.

"Di wilayah ini kami saat ini terus menggalang tokoh-tokoh ulama, ajengan dan tokoh-tokoh adat dan budaya, serta kalangan milenial serta Gen Z," ucapnya.

Target di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat setidaknya bisa menipiskan jarak suara dengan Anies dan Prabowo. Pada saat bersamaan, PDIP berupaya menambal kekurangan lewat lumbung-lumbung suara di luar Jawa, seperti Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

Terpisah, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Andre Rosiade mengaku percaya diri Prabowo meraih banyak suara di Jawa pada Pilpres 2024 mendatang. Bermodal lumbung suara di Jawa Barat dan Banten sejak 2014.

Gerindra berupaya sekuat mungkin mempertahankan basis massa itu. Tak hanya itu, mereka juga akan melakukan ekspansi di teritori Ganjar dan Anies.

"Di Jawa Tengah berat. Kita harus akui itu. Tapi bagaimana kita menipiskan ketertinggalan. Di Jatim insyaallah kita bisa menang. Jabar dan Banten kita insyaallah menang. Nah, DKI itu battleground," kata Andre Rabu (23/8).

Andre mengatakan bahwa Gerindra terus memanaskan mesin partai dengan menggelar sejumlah rapat konsolidasi di daerah. Mereka juga menerjunkan kader-kadernya untuk membantu masyarakat demi meraih simpati.

Khusus di DKI Jakarta, Gerindra mulai merapatkan barisan. Andre berkata wilayah ini belum punya penguasa.

"Pak Prabowo meminta kader Gerindra untuk menemui rakyat, menjadi solusi atas permasalahan rakyat," ujarnya.

Sementara itu, barisan pendukung Anies fokus mendongkrak perolehan suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka merasa sudah punya modal keunggulan di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali menyebut dua provinsi itu menjadi fokus garapan NasDem dan rekan koalisi.

"Dua wilayah ini menjadi problem. Kalau Anies mau jadi presiden, maka harus menang di Jawa Timur," ucap Ali kepada Nusadaily.com, Kamis (24/8).

Dia berpendapat Anies harus memilih cawapres dari kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU).

Menurutnya, hal itu akan meluruhkan tudingan Anies dekat dengan kelompok Islam garis keras.

"Siapa yang bisa menjelaskan itu? Pasangannya Anies. Karena Jatim itu Nahdliyin, maka orang Nahdliyin yang harus menjelaskan itu. NasDem tidak pernah bicara tentang orang, tetapi bicara kriteria," ucapnya.

Peta elektabilitas terkini

Survei Litbang Kompas 27 Juli-7 Agustus 2023 memotret dominasi Ganjar di Jawa. Elektabilitasnya mencapai 39,6 persen. Mengungguli Prabowo dengan 28,8 persen dan Anies 16,7 persen.

Menurut survei Litbang Kompas, elektabilitas Ganjar dominan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Sementara Prabowo punya pengaruh besar di Banten dan Jawa Barat. Anies berkuasa di DKI Jakarta.

Sementara itu, LSI Denny JA telah membuat simulasi pilpres pada survei 3-15 Juli 2023. Pasangan Prabowo-Gibran unggul di Jawa dengan elektabilitas 33,9 persen, disusul Ganjar-Sandiaga dengan 37 persen, dan Anies-AHY 15,7 persen.

Ganjar-Sandiaga dominan di Jawa Tengah, provinsi yang disebut "Kandang Banteng" karena lumbung suara PDIP. Adapun Prabowo-Gibran mendominasi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten.

Jawa adalah kunci

Direktur Eksekutif Puskapol UI Aditya Perdana mengatakan Jawa masih akan menjadi kunci kemenangan Pilpres 2024.

Menurutnya, kandidat yang menang di Jawa kemungkinan besar menjadi presiden berikutnya.

Terutama jika menguasai tiga provinsi besar, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Tiga provinsi itu memiliki pemilih sekitar 30 juta orang per provinsi.

"Jawa Barat, Jateng, Jatim itu kan di atas 25 juta, bahkan 30 juta. Banten dan DKI sendiri itu gede. Menentukan Jawa itu," kata Aditya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (23/8).

Berkaca dari Pilpres 2014 dan 2019, suara di Jawa menjadi penentu pertarungan Joko Widodo dengan Prabowo Subianto.

Pada 2014, 78.280.208 suara di Jawa diperebutkan. Jokowi meraup 51,9 persen di pulau itu. Ia pun keluar sebagai pemenang dengan total perolehan suara nasional sebesar 53,15 persen.

Lima tahun berikutnya, total suara yang diperebutkan di Jawa menembus 88.611.264 suara. Jokowi mampu merengkuh 57,87 persen di Pulau Jawa dan memastikan kemenangan di Pilpres 2019.

Aditya berpendapat potensi suara di Jawa pasti akan mempengaruhi peta politik. Para kandidat akan membuat keputusan-keputusan yang memungkinkan pendulangan suara di Jawa.

Salah satunya adalah pemilihan calon wakil presiden. Menurutnya, dari sederet nama yang masuk bursa cawapres, hanya kandidat yang punya kedekatan dengan masyarakat Jawa yang akan dipilih.

"Ceruk pemilih di Jawa yang mereka perebutkan hampir 60 persen total penduduk, memang penting. Makanya salah satu pertimbangan adalah memilih cawapres yang kuat di Jawa, merepresentasikan Jawa," ujarnya.

Aditya memahami memang beberapa provinsi di Jawa telah menjadi lumbung suara calon tertentu. Misalnya, Jawa Barat dan Banten yang lekat dengan Prabowo. Begitu pula DKI Jakarta dengan Anies dan Jawa Tengah dengan Ganjar.

Meski begitu, ia meyakini peta itu belum final. Selain masih ada faktor cawapres, faktor kebimbangan pemilih pun akan sangat mempengaruhi.

"Berdasarkan survei yang kami lakukan dan belum dipublikasi, keyakinan pemilih untuk mencoblos capres masih 50 persen. Jadi, masih galau, masih banyak perubahan yang bisa terjadi," ucapnya.

"Memang di Banten, misalnya, Prabowo kuat. Tapi ada Anies juga. Ganjar juga bisa saja tiba-tiba menjadi unggul," kata Aditya.(han)