Melihat Sejarah Panjang Organisasi Rahasia Freemason
Titik balik besar dalam sejarah Freemason terjadi pada 1717. Ketika itu, anggota dari empat loji London berkumpul membentuk Premier Grand Lodge of England. Grand Lodge ini menjadi titik fokus Mason Inggris dan membantu menyebarkan serta mempopulerkan organisasi tersebut. Freemasonry lalu menyebar dengan cepat ke seluruh benua. Loji-loji Masonik pun mulai berdiri di Spanyol, Portugal hingga Rusia.
NUSADAILY.COM – JAKARTA - Beberapa pihak kerap mengaitkan Freemason dengan teori konspirasi, illuminati, dan organisasi rahasia. Di luar itu, organisasi ini memiliki sejarah panjang yang 'berkabut' dan rumit.
Freemason adalah persaudaraan yang fokus terhadap nilai moral dan spiritual. Mereka mempromosikan cinta, bantuan dan kebenaran, demikian dikutip The Grand Lodge of Scotland.
Freemason menyebar dengan cepat di hampir seluruh penjuru dunia dan disebut memiliki sekitar 6 juta anggota yang sering disebut Freemasonry atau Mason.
Menurut LiveScience, anggota organisasi ini termasuk politikus, insinyur, ilmuwan, penulis, hingga filsuf. Banyak di antara mereka yang berperan dalam peristiwa dunia, seperti revolusi, perang, dan gerakan intelektual.
Terlepas dari jumlah anggota yang begitu banyak, bagaimana sejarah Freemason?
Persaudaraan tertua di dunia ini memiliki sejarah 'penuh kabut' dan berliku.
The History Press menuliskan sejarah Freemason umumnya terbagi menjadi dua periode yakni sebelum dan sesudah pembentukan Grand Lodge of England pada 1717.
Sebelum pembentukan Grand Lodge of England, sejarah Freemason tak diketahui dengan pasti.
Namun, pakar sejarah asal Inggris, Jessica Harland-Jacobs, mengatakan Freemason muncul dari serikat perajin batu di Eropa abad ke-14 atau sekitar 1300 hingga 1400 M.
"Freemasonry berasal dari serikat perajin batu di Eropa abad pertengahan," kata Jacobs, seperti dikutip Live Science.
Beberapa sumber mengatakan serikat perajin batu itu pertama kali muncul di Skotlandia pada 1599.
Serikat-serikat itu berperan dalam membangun sejumlah arsitektur di Eropa. Beberapa di antaranya Notre Dame di Prancis dan Westminster Abbey di Inggris.
Menjaga kerahasiaan organisasi
Sebagaimana serikat di masa itu, serikat pengrajin batu tersebut menjaga rahasia mereka dan selektif dalam merekrut anggota.
Untuk menjadi anggota baru, kandidat perlu melewati beberapa tahap. Mereka harus mengikuti pelatihan jangka panjang, mempelajari kerajinan, matematika, dan arsitektur tingkat lanjut.
Serikat pekerja ini juga memberikan perlindungan, upah, kualitas kontrol atas pekerjaan yang dilakukan, dan hubungan sosial yang penting untuk para anggotanya.
Anggota serikat kerap berkumpul di loji, semacam pondok. Tempat ini berfungsi sebagai markas besar dan menjadi arena sosialisasi serta diskusi bagi sesama anggota Mason.
Namun, setelah kapitalisme dan ekonomi pasar bangkit pada abad ke-16, Freemason mulai terguncang.
Untuk menambah anggota dan mengumpulkan dana, serikat ini mulai merekrut orang yang bukan pengrajin batu.
Mulanya, orang-orang yang baru direkrut merupakan kerabat anggota. Perlahan, banyak orang asing, orang kaya, atau yang memiliki status sosial tinggi turut bergabung.
Banyak dari anggota baru ini adalah "orang terpelajar" yang tertarik pada tren filosofis dan pengetahuan yang mengubah lanskap intelektual Eropa pada saat itu.
Selain itu,, banyak anggota yang tertarik dengan masalah moralitas, khususnya ihwal cara membangun karakter moral. Dari fokus baru ini tumbuh "Freemasonry spekulatif", yang dimulai pada abad ke-17.
Bentuk Freemasonry modern itu tak lagi menekankan pada pengerjaan batu atau bangunan. Mereka juga tak lagi mewajibkan pertemuan di loji.
"Freemasonry seperti yang kita kenal sekarang tumbuh dari awal abad ke-18 di Inggris dan Skotlandia," katanya.
Titik balik Freemason
Titik balik besar dalam sejarah Freemason terjadi pada 1717. Ketika itu, anggota dari empat loji London berkumpul membentuk Premier Grand Lodge of England.
Grand Lodge ini menjadi titik fokus Mason Inggris dan membantu menyebarkan serta mempopulerkan organisasi tersebut.
Freemasonry lalu menyebar dengan cepat ke seluruh benua. Loji-loji Masonik pun mulai berdiri di Spanyol, Portugal hingga Rusia.
Pada akhir abad ke-18, Freemasonry membawa label sosial yang cukup besar.
"Menjadi seorang Mason menandakan bahwa Anda berada di garis depan pengetahuan," demikian label mereka.
Hingga saat itu, anggota Freemasonry adalah laki-laki. Mereka melarang perempuan menjadi bagian organisasi ini karena meyakini perempuan tak bermoral.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak perempuan yang berperan aktif dalam organisasi ini, terutama di Eropa.
Pada 1740-an, loji di Prancis menerima perempuan dan laki-laki dalam ruang yang sama. Tahun-tahun selanjutnya, loji serupa muncul di Belanda dan AS.
Namun, kini Freemason dianggap kesulitan merekrut anggota.
Salah satu penyebabnya adalah perbedaan nilai yang dianut generasi sekarang dengan generasi sebelumnya yang kerap bertentangan.
Masalah penurunan, kata Jacob, berakar pada komposisi anggota saat ini. Sebagian dari mereka berusia 50 hingga 60 tahun, didominasi kulit putih, dan memiliki pandangan politik yang konservatif.
"Ini tak menarik bagi generasi muda," kata Jacob lagi.
Selain itu, persaingan dari organisasi serupa seperti Odd Fellows, Knight of Columbus, dan Ordo Elks menjadi penyebab anggota Mason tak sebanyak dulu.
Jejak Freemason di Indonesia
Tak hanya di Jakarta, jejak perkumpulan Freemasonry juga ada di Kota Bandung, Jawa Barat. Loji di kota ini, Sint Jan, adalah salah satu loji Fremasonry terbesar yang ada di Hindia Belanda.
Sama seperti di Batavia, banyak yang menyebut perkumpulan Freemasonry di kota ini adalah pemuja setan. Tudingan tersebut sempat dibantah dan disebut bahwa itu plesetan dari nama loji mereka Sint Jan.
Selain besar dari sisi jumlah anggotanya, loji Sint Jan juga dikenal sebagai salah satu loji yang paling aktif. Menurut penulis buku “Okultisme di Bandoeng Doeloe: Menelusuri Jejak Gerakan Teosofi dan Freemasonry di Bandung”, Ryzki Wiryawan, Freemasonry Bandung banyak menggelar aktivitas sosial.
Untuk mendukung kegiatannya, Sint Jan bahkan memiliki beberapa perkumpulan yang ada di bawah mereka.
Misalnya organisasi Pro Juventute yang mendidik anak-anak nakal dan lembaga kredit rakyat anti renternir. Loji Sint Jan menurut Ryzki juga membuka perpustakaan dengan koleksi buku yang cukup banyak serta membuka beberapa sekolah.
“Perpustakaan umum Sint Jan tercatat sebagai perpustakaan terbesar yang punya koleksi terbanyak,” kata Ryzki mengutip CNN Indonesia.
Perpustakaan ini didirikan pada tahun 1891 dengan nama De Openbare Bibliotheek van Bandoeng di Gedung Kweekschool atau sekolah guru (kini Poltabes Bandung). S
etelah dipindahkan ke gedung loji, koleksi perpustakaan ini mencapai 25.883 buku.
Meski belum terkonfirmasi, menurut Ryzki, Soekarno memperoleh asupan buku-buku dari perpustakaan ini saat dipenjara di Banceuy. Di penjara itu, Soekarno menulis pledoi “Indonesia Menggugat”.
Sementara untuk sekolah yang didirikan, Sint Jan mendirikan sekolah-sekolah dari mulai taman kanak-kanak hingga SD dan SMP.
Sekolah yang dibangun Sint Jan bersifat netral untuk mengimbangi banyaknya sekolah Kristen dan Katholik saat itu.
Pada tahun 1921, Sint Jan telah membuka tiga SD, tiga sekolah menengah, dan satu TK.
Dalam bukunya, Ryzki menyatakan, Freemasonry di Bandung juga memberi bantuan dalam pendirian lembaga orang buta. Bandoengsche Blinden Instituut ini dibuka pada tahun 1901.
Ryzki menambahkan, jika pada akhirnya Loji Sint Jan dituding sebagai rumah setan itu tidak lebih karena plesetan dari pelafalan nama loji tersebut.
Loji Sint Jan di Bandung berdiri pada tahun 1896. Namun baru pada tahun 1901 bangunan loji mulai dibangun. Sint Jan tercatat sebagai loji ke-13 di Bandung.
Selama proses pembangunan loji, anggota Sint Jan menggunakan sekolah guru (Kweekchool) yang kini menjadi Gedung Poltabes Bandung.
Loji ditutup saat Jepang datang. Pemerintah Jepang bersama Jerman memang dikenal memusuhi Yahudi dan Freemason. Anggota perkumpulan ini kemudian jadi buronan utama Jepang.
Setelah Jepang hengkang, Loji Sint Jan coba dihidupkan lagi dengan mengumpulkan para anggotanya.
Pasca kemerdekaan, loji Bandung adalah satu dari empat loji yang dihidupkan. Bersama Loji Purwa Daksina (Jakarta), Loji Bhakti (Semarang) dan Loji Pamitran (Surabaya), dibentuk Loji Timur Agung Indonesia. Soemitro Kolopaking diangkat menjadi Suhu Agung pertama di Indonesia.
Setahun setelah Soekarno melarang keberadaan Freemasonry, ia memerintahkan gedung Loji Sint Jan dibongkar.
Menurut Goerjama, salah seorang warga Bandung pernah tinggal di sekitar loji, gedung tersebut pernah menjadi restoran, gedung pramuka dan gedung tempat resepsi pernikahan.
Kini bangunan Loji Sint Jan sudah tak ada lagi. Lahan di mana loji berdiri sudah dibangun Masjid Al Ukhuwah yang jadi salah satu pusat kegiatan keagamaan masyarakat Kota Kembang.(han)