Melihat Agenda Tersembunya Ajakan Puan Bertemu AHY

Mengawali rencana kerja sama politik ini kedua sekretaris jenderal masing-masing partai telah bertemu kemarin. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Sekjen Demokrat Teuku Riefky mematangkan pertemuan Puan dan AHY.

Jun 13, 2023 - 19:13
Melihat Agenda Tersembunya Ajakan Puan Bertemu AHY

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Agenda Pertemuan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dengan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhono (AHY), ditafsirkan beragam oleh pengamat.

Ada yang menyebut upaya menggoda Demokrat untuk menjegal pencapresan Anies Baswedan, adapula yang menyebut sebagai bentuk rekonsiliasi biasa.

Dari internal PDI-Perjuangan (PDIP) menyebut, bahwa partai banteng moncong putih itu selalu membuka diri untuk menjalin kerja sama dengan Partai Demokrat di Pilpres 2024.

Mengawali rencana kerja sama politik ini kedua sekretaris jenderal masing-masing partai telah bertemu kemarin. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Sekjen Demokrat Teuku Riefky mematangkan pertemuan Puan dan AHY.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pertemuan kedua sekjen ini juga membahas peluang kerja sama PDIP dengan Demokrat di kontestasi politik lima tahunan.

Ia belum menjelaskan lebih jauh soal tanggal pertemuan antara anak Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan anak Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tersebut.

Pengamat Politik Universitas Andalas Asrinaldi mengendus gelagat PDIP mengajak Demokrat bekerja sama untuk menjegal Anies Baswedan mendapat tiket maju sebagai calon presiden (capres) 2024.

Sejauh ini Demokrat telah membangun koalisi dengan NasDem dan PKS untuk mengusung Anies di Pilpres 2024. Koalisi Perubahan untuk Persatuan ini telah memenuhi presidential threshold.

"Saya melihat kerja sama dua partai ini tentu untuk kepentingan Pemilu. Apalagi PD (Partai Demokrat) adalah bagian dari koalisi Perubahan yang digagas oleh NasDem. Jika PD bergabung dengan koalisi PDIP tentu koalisi perubahan untuk persatuan tidak bisa mencalonkan Anies," ujar Asrinaldi, Minggu (11/6) malam.

Namun, Asrinaldi mengatakan dua partai ini baru tahap penjajakan. Menurutnya, tawaran ini tak mudah bagi Demokrat, sehingga harus ada pertimbangan yang mendalam untuk mengkaji untung-rugi kerja sama dengan PDIP.

Menurutnya, jika bergabung dengan PDIP, Demokrat dapat memperoleh keuntungan berupa perbaikan hubungan dengan partai penguasa. Di sisi lain, Demokrat bisa dinilai inkonsisten oleh publik yang bisa berimbas pada suara partai.

"Sementara bagi PDIP ini hanya keinginan untuk menggoda Partai Demokrat apakah bersedia meninggalkan Koalisi Perubahan," ujarnya.

Peta koalisi berubah
Lebih lanjut, Asrinaldi mengatakan gerilya PDIP ini bisa mengubah peta koalisi jika berhasil menggaet Demokrat. Ia pun berani memprediksi hanya Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang bertarung di Pilpres 2024.

Ia menilai partai-partai pemilik kursi di DPR, selain PKS dan NasDem, akan merapat ke salah satu poros koalisi Ganjar dan Prabowo. Saat ini Golkar dan PAN yang belum menyatakan dukungan kepada Ganjar maupun Prabowo.

Golkar dan PAN bersama tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Namun, PPP telah menyatakan dukungan ke Ganjar akhir Mei lalu. Meskipun demikian, Golkar dan PAN tetap bisa mengusung capres walau hanya berdua.

Berbeda dengan NasDem dan PKS yang tak memenuhi ambang batas pencalonan presiden jika Demokrat bergabung dengan PDIP.

"Pilpres satu putaran dan keadaannya pada akhirnya akan sama dengan rezim hari ini. Jika salah satu capres yang menang yang lain akan masuk dalam koalisi. Jadi Pilpres jadi alat untuk melegitimasi kekuasan para oligarki dengan alasan persatuan bangsa," katanya.

Di sisi lain, Asrinaldi menganggap PDIP khawatir melawan Anies sehingga mencoba menggoyang koalisi yang digagas NasDem dengan merayu Demokrat. PDIP juga sempat mengungkap bahwa AHY masuk kandidat cawapres pendamping Ganjar.

"Bisa jadi seperti itu (PDIP tak percaya diri melawan Anies). Sebab kalau dua putaran, besar kemungkinan terjadi peralihan suara dari putaran pertama termasuk pemilih Ganjar," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai ada dua motif PDIP mengajak Demokrat untuk kerja sama di Pilpres 2024.
Motif pertama karena elektabilitas Demokrat dan AHY dinilai cukup baik guna membantu Ganjar mendulang suara. Dengan potensi itu, kata Jamiluddin, dapat membuka peluang PDIP menang hattrick.

"PDIP ingin melemahkan KPP. Kalau Demokrat dapat ditarik, maka KPP dengan sendirinya tidak dapat mengusung Anies Baswedan menjadi capres. Sebab, Nasdem dan PKS tidak cukup PT 20 persen sebagai syarat untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Kalau itu terwujud, maka keinginan PDIP pada Pilpres 2024 hanya ada dua pasangan berpeluang terealisasi," kata Jamiluddin, dikutip Nusadaily.com dari CNNIndonesia.com, Minggu (11/6) malam.

Jamiluddin juga memprediksi hanya Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang akan bertarung sebagai capres. Menurutnya, PDIP berharap kontestasi lima tahunan ini hanya berlangsung satu putaran.

Jamiluddin turut menyoroti hubungan PDIP dan Demokrat yang tak harmonis sejak Pilpres 2004.

Kala itu, Megawati mencalonkan diri sebagai capres petahana. Di sisi lain, SBY yang saat itu menjadi anak buah Megawati juga maju menjadi capres lewat Demokrat yang baru terbentuk.

SBY berhasil mengalahkan Megawati dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Pensiunan jenderal itu menjadi Presiden ke-6 RI. Sejak itu relasi Megawati dan SBY mulai dingin.

Jamiluddin pesimis PDIP dan Demokrat rujuk. Menurutnya, dua partai ini punya orientasi politik yang berbeda. Ia menjelaskan PDIP berorientasi untuk melanjutkan pembangunan yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi), sedangkan Demokrat berorientasi pada perubahan dan perbaikan.

Jamiluddin menilai perbedaan orientasi itu tampaknya akan menyulitkan PDIP dan Demokrat untuk berkoalisi. Tak hanya itu, Megawati juga masih akan menjadi penentu koalisi di PDIP.

Menurutnya, Megawati bisa menjadi penghambat dalam rencana kerja sama PDIP dengan Demokrat. Ia menyebut Megawati tampak masih punya persoalan pribadi dengan SBY.

Oleh karena itu, kata Jamiluddin, selama Megawati masih menjadi ketua umum sulit berkoalisi bareng Demokrat. Sementara Puan, yang merupakan anak dari Megawati, dinilai tidak cukup kuat meyakinkan sang ibu untuk membuka kerja sama dengan Demokrat.

"Demokrat akan tetap bersama Nasdem dan PKS di Koalisi Perubahan. PDIP tetap akan berkoalisi dengan partai pendukung pemerintah. Begitu juga Gerindra akan tetap mempertahankan KKIR. Hanya KIB yang kemungkinan bubar. Golkar dan PAN bisa jadi bergabung ke PDIP atau ke KKIR. Bisa juga PAN ke PDIP, sementara Golkar ke KKIR," ujarnya.

Lebih lanjut, Jamiluddin menilai PDIP trauma pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Kala itu, PDIP yang mengusung Basuki Tjahaja (Ahok) dan didukung banyak partai dikalahkan Anies Baswedan, padahal banyak lembaga survei merilis Ahok akan menang.

"Suara arus bawah itu tampaknya ditakuti PDIP. Karena itu, lebih baik Anies dijegal diawal daripada membahayakan saat Pilpres. Jadi, PDIP sendiri tampaknya belum yakin Ganjar Pranowo dapat menang bila nerhadapan dengan Anies. Hasil survei yang banyak memenangkan Ganjar, tampaknya belum meyakinkan PDIP," katanya.

Sementara itu, Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai motif PDIP mengajak Demokrat kerja sama itu berkaitan dengan rekonsiliasi dua partai tersebut.

"Saya pikir ini lebih pada motif rekonsiliasi yang lebih diutamakan daripada motif lain," kata Wasisto, Senin (12/6) pagi.

Wasisto menilai peluang kerja sama kedua partai politik itu tergantung pada pembicaraan sosok sentral masing-masing partai politik, yakni Megawati dan SBY dalam menjembatani koalisi.

Wasisto mengatakan koalisi yang ada masih dinamis. Menurutnya, Demokrat dan PDIP bergabung, maka dapat berdampak pada peta koalisi dan capres.

"Tentu ada dampaknya terhadap peta koalisi dan capres. Namun untuk saat ini Demokrat sepertinya masih ada di barisan pencapresan AB (Anies Baswedan). Saya pikir demikian (Demokrat akan tetap dukung Anies) karena sudah menjadi komitmen politik," ujarnya.(han)