Ketika Netralitas PBNU Dipertanyakan, Bagaimana Pengaruhnya di Pilpres 2024

Pernyataan Gus Ipul dikritik Muhaimin dan para pendukung AMIN. Belakangan, Gus Yahya mengklarifikasi bahwa ucapan Gus Ipul merupakan pendapat pribadi, bukan organisasi.

Jan 24, 2024 - 07:32
Ketika Netralitas PBNU Dipertanyakan, Bagaimana Pengaruhnya di Pilpres 2024
Logo NU

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendapat sorotan publik karena dianggap menunjukkan keberpihakan di Pilpres 2024. 

Padahal, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya sudah berkali-kali menegaskan organisasi yang didirikan tahun 1926 ini mengambil jarak dan tak terlibat dalam urusan pilpres.

Sorotan utamanya mengarah pada pernyataan Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Ia meminta warga NU tak memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukung Abu Bakar Ba'asyir dan Amien Rais.

Meski tak menyebut nama, tetapi Amien Rais sebagai pendiri Partai Ummat telah menyatakan mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).

Belakangan, juga beredar rekaman suara Abu Bakar Ba'asyir soal dukungannya untuk Anies-Muhaimin. Rekaman suara itu dibenarkan anak Ba'asyir, Abdul Rohim.

Pernyataan Gus Ipul dikritik Muhaimin dan para pendukung AMIN. Belakangan, Gus Yahya mengklarifikasi bahwa ucapan Gus Ipul merupakan pendapat pribadi, bukan organisasi.

Selain itu, ada kesaksian dari tokoh NU Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir yang mengatakan PBNU mengumpulkan seluruh pengurus mulai dari tingkat cabang dan wilayah seluruh Indonesia di Surabaya.

Pada pertemuan itu, Gus Nadir mengatakan ada 'dawuh' atau instruksi tak tertulis untuk memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Ia pun mengaku sudah melakukan tabayun kepada para kiai yang hadir pada pertemuan tersebut.

Gus Yahya juga telah membantah ucapan Gus Nadir dan menganggapnya hanya prasangka tanpa bukti.

Dosen President University sekaligus cendikiawan NU, AS Hikam, menilai sikap dan pernyataan PBNU belakangan ini terlihat kontradiktif. Menurutnya, para pengurus PBNU secara pribadi tampak memberikan dukungan kepada paslon tertentu.

"NU atau PBNU makin lama makin terjebak dalam kesulitan karena kontradiktif. Yaitu, statement ketumnya bahwa PBNU dan NU tak terlibat dalam politik praktis, tapi dalam kenyataan bahwa fungsionarisnya secara pribadi-pribadi melakukan dukungan terhadap paslon," kata Hikam, dilansir  CNNIndonesia.com, Jumat (19/1).

Ia pun menilai pernyataan Gus Ipul soal Abu Bakar Ba'asyir jadi blunder pribadi dan organisasi. Hikam menuturkan salah satu pengacara Ba'asyir, Yusril Ihza Mahendra, kini ada di barisan Prabowo-Gibran.

Kemudian, kata dia, pernyataan Gus Ipul sebagai sekjen sulit dilepaskan dari sikap PBNU sebagai organisasi.

"Statement Saifullah itu enggak bisa dihindarkan PBNU sebagai lembaga. Karenanya dia jadi blunder. Baik lembaga maupun pribadi," kata dia.

Hikam juga berpendapat rumor pengerahan struktural NU di tingkat wilayah dan cabang untuk memenangkan kandidat tertentu bukan rahasia lagi.

Baginya, PBNU akan dihadapkan pada pilihan apakah akan terus konsisten menjaga netralitas atau justru sebaliknya.

"Jadi PBNU banyak hadapi persoalan seperti ini, enggak konsisten apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Jadi netralitas hanya statement aja. Orang NU kan ikuti perkembangan di dalam medsos. Senang baca berita dan lakukan analisis," kata dia.

Hikam tak menampik bahwa NU masih memiliki kekuatan sebagai 'pengubah permainan' atau game changer dalam di pilpres. Hal ini tampak pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu.

Menurut dia, warga NU menjadi penentu dalam dua kali momen pilpres tersebut. Maka, kata dia, sangat wajar jika elite parpol ataupun paslon berbondong-bondong membidik suara warga NU

"Dan jadi logis pada tahun ini juga ada kecenderungan para elite parpol dan paslon coba mempengaruhi dan cari dukungan dari NU," kata dia.

Hikam mengatakan suara warga NU sangat signifikan. Terlebih berdasarkan survei terkini yang dikeluarkan lembaga riset, terdapat 59 persen penduduk muslim Indonesia mengaku dekat dengan NU.

Belum lagi ditambah dengan pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia yang menjadi kekuatan utama NU.

Dikutip di laman resmi NU, data dari Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) NU mencatat pondok pesantren terafiliasi NU sekitar 24 ribu pesantren. Dari jumlah itu terdapat 13.477 pesantren yang bergaya tradisional.

Hikam berpendapat warga NU dapat menjadi game changer di Pilpres 2024 ini karena hanya ada dua orang perwakilan nahdliyin dalam kontestasi, yakni Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar.

Ia meyakini ada desakan kuat para paslon untuk terus memobilisasi suara warga NU di pilpres.

"Sekarang ada dua, dan makin kuat juga desakan supaya mereka bisa melakukan mobilisasi meneguk elektoral dari NU. Itu sebagai game changer pengubah permainan itu. Asalkan jangan terlalu banyak calon dari NU," ucap dia.

Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro juga melihat isu netralitas NU jadi hitam putih. Sebab, di satu sisi ada instruksi untuk netral, tetapi di sisi lain sejumlah pengurus di struktural NU berpihak ke salah satu paslon.

"Jadi saya lihatnya sulit ini netral, tapi di sisi lain secara person by person ada gerak. Kalau mau memang netral ya, hindari melakukan statement dan gerak politik yang orang menduga mendukung paslon," kata Agung.

Agung menilai manuver beberapa pengurus NU belakangan ini yang berpihak pada paslon tertentu menunjukkan bahwa pengaruh NU masih signifikan dalam perpolitikan.

Bagi para kandidat, ceruk suara NU menjadi 'gula politik' yang bisa mendongkrak elektabilitas. Terlebih para tokoh NU memiliki pengaruh tersendiri di tengah masyarakat

"NU akhirnya terbawa dan di seret-seret bagian dari arahan misi masing-masing paslon tercapai untuk satu atau dua putaran dengan melihat ceruk NU yang sangat besar," ujar dia.(han)