Ini Profil Hakim Suhartoyo, dari Ketua PN Jaksel Jadi Ketua MK

Profil Hakim Suhartoyo, dari Ketua PN Jaksel, kini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan pengalaman karir yang luas, Hakim Suhartoyo terlibat dalam pengadilan sengketa penting, seperti judicial review UU Cipta Kerja dan perkawinan beda agama. Baca lebih lanjut tentang profil dan peran Hakim Suhartoyo di MK.

Nov 9, 2023 - 21:10
Ini Profil Hakim Suhartoyo, dari Ketua PN Jaksel Jadi Ketua MK
Suhartoyo

NUSADAILY.COM -JAKARTA - Hakim Suhartoyo, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), telah terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman. Profil Hakim Suhartoyo mencerminkan seorang hakim karier yang berasal dari Mahkamah Agung (MA). Dalam perjalanan karirnya, ia telah menjalankan tugas di beberapa Pengadilan Negeri, seperti PN Bandar Lampung, PN Curup, PN Tangerang, dan PN Bekasi.

Lahir pada 15 November 1959, Suhartoyo memulai karirnya sebagai calon hakim di PN Bandar Lampung pada tahun 1986. Pada tahun 2011, dia kemudian diangkat menjadi Ketua PN Jaksel sebelum akhirnya promosi menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar pada tahun 2014. Pada suatu waktu, Suhartoyo dipilih oleh MA untuk menjadi hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi.

Sebagai hakim MK, Suhartoyo terlibat dalam mengadili sengketa Pilpres 2019 dan berbagai judicial review UU yang menarik perhatian publik. Salah satu kasus terkenal yang ditangani olehnya adalah judicial review UU Cipta Kerja. Dalam kasus tersebut, Suhartoyo sepakat bahwa UU Cipta Kerja tidak memenuhi syarat formil dan perlu diperbaiki selama 2 tahun. Dia juga terlibat dalam putusan perkawinan beda agama. ''Negara seharusnya tidak menutup mata terhadap fenomena pernikahan beda agama dan mengharapkan pemerintah dan DPR merevisi UU Perkawinan,'' kata Suhartoyo dalam concuring opinion putusan nikah beda agama..

Dalam putusan MK Nomor 90 tentang usia syarat calon presiden/wakil presiden, Suhartoyo memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh mahasiswa Almaas tidak memiliki kerugian konstitusional dan tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum. Dia juga menyatakan bahwa putusan dissenting opinion-nya dalam kasus tersebut tidak terlepas dari pertimbangan hukum dalam putusan permohonan. Sebagai kesimpulan, Suhartoyo berpendapat bahwa MK seharusnya tidak memberikan kedudukan hukum kepada pemohon dan menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima. (wan)