Jika Prabowo Menangi Pilpres, Begini Prediksi Pakar Asing tentang Indonesia

"Jika Prabowo dapat mempertahankan popularitasnya seperti yang dilakukan Jokowi, dia mungkin akan merasa berani menunjukkan kekuatan otoriternya dan sekali lagi mendorong pembatalan amandemen konstitusi pasca tahun 1999 dan diakhirinya pemilihan langsung," ujar Wilson.

Feb 2, 2024 - 08:07
Jika Prabowo Menangi Pilpres, Begini Prediksi Pakar Asing tentang Indonesia

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Pengamat studi politik dan keamanan internasional dari Universitas Murdoch, Australia, Ian Wilson memprediksi nasib Indonesia jika Prabowo Subianto menang di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Penilaian dia tertuang dalam opini bertajuk "An election to end all election?" yang dirilis di situs Fulcrum pada Selasa (30/1). Situs ini terafiliasi dengan lembaga think tank yang berbasis di Singapura ISEAS, Yusof Ishak Institute.

"Jika Prabowo dapat mempertahankan popularitasnya seperti yang dilakukan Jokowi, dia mungkin akan merasa berani menunjukkan kekuatan otoriternya dan sekali lagi mendorong pembatalan amandemen konstitusi pasca tahun 1999 dan diakhirinya pemilihan langsung," ujar Wilson.

Pemilu dengan sistem proporsional tertutup sempat menjadi perbincangan publik pada Mei 2023.

Ketika itu, Mahkamah Konstitusi (MK) disebut-sebut akan mengembalikan penerapan sistem proporsional tertutup dalam pemilu.

Namun, wacana ini ditolak banyak pihak termasuk delapan fraksi partai politik di DPR.

Hanya PDIP yang tak ikut serta menolak sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan yang memungkinkan rakyat memilih partai. Namun, warga tak bisa memilih wakil rakyat secara personal.

Tahun lalu, penundaan dan pembatalan pemilu juga muncul ke publik. Namun, wacana ini mendapat reaksi keras dari masyarakat.

Wilson, dalam tulisannya, juga menyoroti partai pimpinan Prabowo, Gerindra, yang menolak arah reformasi yang bersifat liberal demokratis.

Gerindra menghendaki pengembalian sistem berdasarkan UUD 1945 versi asli.

"Ini berarti pembatalan amandemen konstitusi yang dibuat antara tahun 1999-2002 yang mendukung pemilu demokratis, perlindungan hak asasi manusia, dan batasan masa jabatan presiden (dua periode lima tahun)," ujar Wilson.

Lebih lanjut, Wilson mengatakan sikap Prabowo dan Gerindra tak cuma retoris. Pada 2014, Prabowo memimpin koalisi parlemen multi-partai yang mengesahkan RUU Pilkada, Koalisi Merah Putih (KMP).

Proses pengesahan UU itu berlangsung alot sehingga harus melalui pemungutan suara.

KMP di parlemen mendukung UU itu. Mereka terdiri dari 73 anggota fraksi Golkar, 55 anggota fraksi PKS, 44 anggota fraksi PAN, 32 anggota fraksi PPP, dan 22 anggota fraksi PAN.

UU itu memungkinkan kepala daerah termasuk gubernur ditunjuk parlemen.

Tak lama setelahnya, masyarakat menolak keras UU tersebut. Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian mengeluarkan peraturan presiden sehingga rakyat bisa memilih langsung.

Wilson memandang perseteruan tersebut justru menyatukan tujuan faksi-faksi yang berusaha mengikis kemajuan demokrasi pasca-reformasi.

Kondisi ini kian parah dengan ambisi Jokowi mengkonsolidasikan dan melanggengkan warisan dia.

Pada 2023 lalu MPR dan DPR menyerukan agar MPR diangkat menjadi lembaga eksekutif tertinggi.

Wilson juga mengutip pernyataan ketua DPD La Nyalla Mattalitti yang menyampaikan pilpres langsung menghancurkan kohesi nasional.

Menurut dia, ini harus diganti dengan pilpres tak langsung oleh MPR seperti masa Orde Baru.

Di tengah kemelut itu, wakil ketua Gerindra, Habiburokhman, mengatakan usulan MPR dan DPR untuk kembali ke UUD pra-reformasi akan ditinjau kembali usai pemerintahan baru terbentuk.

Tanpa oposisi

Wilson juga memprediksi di masa kepresidenan Prabowo bisa jadi tanpa oposisi.

"Di masa kepresidenan Prabowo, mungkin terdapat perluasan pendekatan pemerintahan yang 'tanpa oposisi', yang dibingkai oleh kiasan nasionalis yang menjaga persatuan," kata dia.

Koalisi Indonesia Maju mengusung Prabowo-Gibran menjadi pasangan calon di pilpres kali ini. Partai yang tergabung di koalisi ini yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PSI, PAN, PBB, dan Partai Gelora.

Sejumlah ketua partai pengusung Prabowo merupakan menteri di kabinet Jokowi.

Mereka yakni Ketua Umum PAN sekaligus Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Pemerintahan tanpa oposisi juga terjadi di era Jokowi. Dia merekrut lawannya di pilpres 2019 masuk ke kabinet.

Prabowo menjadi menteri pertahanan dan wakil dia Sandiaga Uno, menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Langkah itu, lanjut Wilson, untuk menghilangkan oposisi di parlemen dan membatasi muncul basis kekuatan yang saling bersaing.

Kondisi tersebut tak ditunjukkan secara terang-terangan, tetapi melalui koalisi dan negosiasi antar elite.

Di sisi lain, Prabowo pernah mengatakan ingin melibatkan "semua pihak" mana pun dalam pemerintahan di masa depan.

Wilson menilai dalam skenario semacam itu proses inti demokrasi seperti pemilu bisa dipertahankan, meski dalam skala yang lebih kecil.

"Namun potensi untuk menghasilkan perubahan substantif sebagian besar hilang," kata dia.(CNN/han)