Jika Gibran Benar-benar Jadi Cawapres Prabowo, Lonceng ‘Perang’ Jokowi-PDIP Dibunyikan

Dedi mengatakan jika MK memutuskan untuk mengabulkan gugatan syarat usia capres dan cawapres dan Gibran berlabuh menjadi cawapres Prabowo, hal itu akan menjadi lonceng 'perang' terbuka antara PDIP dan Jokowi.

Oct 11, 2023 - 03:28
Jika Gibran Benar-benar Jadi Cawapres Prabowo, Lonceng ‘Perang’ Jokowi-PDIP Dibunyikan

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Sejumlah kelompok relawan dan pengurus cabang partai politik tertentu bermunculan mendukung putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu untuk menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2024.

Namun, kans Gibran untuk mendampingi Prabowo masih terhambat aturan pencalonan cawapres yang minimal harus berusia 40 tahun. Aturan tersebut kini sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).

Beberapa pemohon menggugat pasal syarat usia capres-cawapres di UU Pemilu agar berubah menjadi minimal 35 tahun. Jika MK mengabulkan gugatan itu, peluang Gibran terbuka lebar.

Maka tak heran jika wacana Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden pendamping Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2024 terus menguat.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan nama Gibran dilirik Prabowo bukan lantaran pengaruh elektoral.

Dedi menyebut Gibran merupakan simbol Jokowi. Menurutnya, ketertarikan Prabowo pada Gibran hanya sebatas karena anak Jokowi.

"Gibran secara dasar tidak miliki pengaruh elektoral, tetapi ia adalah simbol Jokowi di periode depan, propaganda yang selama ini berlangsung pun dilakukan oleh relawan dan simpatisan Jokowi. Sehingga publik akan melihat Jokowi dalam diri Gibran, jadi Gibran dianggap ada karena faktor Jokowi" kata Dedi mengutip CNNIndonesia.com, Selasa (10/10).

Dedi menilai faktor prestasi juga bukan alasan Prabowo membidik Gibran sebagai cawapres. Menurutnya, sulit untuk menjual prestasi Gibran di kancah kepemimpinan nasional.

"Tetapi, Prabowo melihat pengaruh dan basis massa Jokowi, dan itu yang sedang ia perebutkan dengan Ganjar," ujarnya.

"Satu-satunya nilai tawar Gibran adalah Jokowi, Prabowo tidak akan memperhatikan Wali Kota Surakarta jika bukan karena anak dari Presiden Jokowi," kata Dedi menambahkan.

Dedi pun menyebut kans Gibran untuk menjadi cawapres akan tetap tinggi selama Prabowo menilai Jokowi memiliki pengaruh besar dalam Pilpres 2024.

Lebih lanjut, Dedi mengatakan jika MK memutuskan untuk mengabulkan gugatan syarat usia capres dan cawapres dan Gibran berlabuh menjadi cawapres Prabowo, hal itu akan menjadi lonceng 'perang' terbuka antara PDIP dan Jokowi.

"Karena mustahil Jokowi tidak mengerahkan semua kekuasaannya untuk Gibran. Dan sekaligus mengawali konflik terbuka antara PDIP dan Jokowi," ujar dia.

Dedi mengatakan jika Prabowo memilih Gibran, menteri pertahanan itu akan dicap negatif oleh masyarakat karena memilih cawapres bukan berdasarkan kemampuan melainkan hanya sekadar politik kekeluargaan.

"Karena akhirnya ia mengorbankan reputasi cawapres yang seharusnya bisa mengimbanginya, tetapi lebih memilih tokoh yang hanya andalkan orang tuanya," ujar Dedi.

"Sekaligus akan menguatkan opini Prabowo menyuburkan politik kekerabatan. Ini bisa memunculkan gerakan anti Prabowo kian luas," katanya menegaskan.

Senada dengan Dedi, Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro juga menilai diliriknya Gibran menjadi cawapres Prabowo tak terlepas dari pengaruh Jokowi.

Terlebih, tingkat kepuasan yang tinggi atas kepemimpinan Jokowi juga melahirkan sebuah coat tail effect atau efek ekor jas.

"Suka atau tidak approval rating yang tinggi, militansi relawan, dan masih menjabatnya Presiden Jokowi hingga 20 Oktober 2024 menjadi magnet elektoral tersendiri," kata Agung.

Agung mengaggap wajar jika isu politik dinasti menguat jika Gibran berpasangan dengan Prabowo mengingat status sebagai putra sulung Jokowi.

Ia menilai isu tersebut hanya bisa ditepis oleh Gibran dengan melakukan pembuktian kapabilitas serta rekam jejaknya semasa menjadi pengusaha atau walikota.

"Soal mencuatnya isu politik dinasti menjadi wajar karena Gibran merepresentasikan langsung Presiden Jokowi," ujarnya.

Di sisi lain, Agung menyebut jika pasangan Gibran-Prabowo terwujud akan menjadi bukti penguat bahwa hubungan Jokowi dan PDIP semakin merenggang.

Terlebih, manuver Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum PSI memantik keregangan antara Jokowi dan PDIP.

"Artinya bila Gibran menjadi cawapresnya Prabowo maka semakin menguatkan bahwa hubungan antara Istana - PDIP semakin merenggang dan membesar arahan Gibran keluar dari PDIP mengikuti jejak langkah Kaesang," jelas dia.

Meskipun demikian, Agung menilai PDIP berpeluang melepaskan Gibran menjadi cawapres Prabowo. Terlebih, Gibran masih berstatus sebagai anak Jokowi yang masih memiliki kekuatan besar.

"Walaupun masih ada kemungkinan PDIP tetap membolehkan Gibran maju bersama Prabowo menimbang political privillige yang Ia miliki," kata Agung.

"Sekaligus bagi PDIP meminimalkan ekses politik bila terlalu berlebihan menyikapi perihal Gibran sebagai cawapres," ujarnya.

Otomatis Keluar dari PDIP Jika Jadi Cawapres Prabowo

Terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo mengomentari kemungkinan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Ketua Umum Gerindra yang juga bacapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Menurutnya jika itu terjadi, putra bungsu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu akan otomatis keluar dari keanggotaan partai di PDIP.

"Ya otomatis (hangus keanggotaannya) toh ya. Yang mencalonkan itu siapa, di mana, sebagai apa?" kata pria yang karib disapa Rudy saat ditanya jika Gibran maju menjadi cawapres Prabowo, Solo, Selasa (10/10).

"Tidak usah keluar. Kalau sudah pindah partai ya otomatis (keluar) toh," lanjutnya.

Sebagai informasi, PDIP telah memiliki bacapresnya sendiri untuk Pilpres 2024 yakni kader yang juga eks Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Selain itu, Rudy mengatakan hak Gibran untuk menjadi peserta Pilpres dari manapun jika memang itu memenuhi syarat secara undang-undang.

"Yo rapopo (Ya nggak apa-apa). Wong itu semua tergantung Mas Gibran sendiri to. Mas Gibran sendiri mau dicalonkan sebagai cawapresnya Pak Prabowo yo hak Mas Gibran sendiri," katanya.

Bila mengacu pada UU 7/2017 tentang Pemilu. Gibran belum memenuhi syarat pencalonan capres dan cawapres.

Pasal 169 huruf q UU Pemilu menyatakan usia minimal capres-cawapres ialah 40 tahun, sedangkan Gibran baru berusia 36 tahun.

Namun, hingga kini MK masih terus memproses gugatan uji materiil atas pasal tersebut.

Curhat Rudy soal kader maju lewat partai lain

Pada kesempatan itu, Rudy mengakui hal itu banyak dialami PDIP di berbagai daerah termasuk kader yang maju pemilu tetapi lewat partai lain.

Pria yang menjabat Wali Kota Solo sebelum Gibran itu mencontohkan menyebut beberapa kader PDIP yang mengikuti Pilkada lewat partai lain seperti Slamet Suryanto yang terpilih lewat DPRD sebagai Wali Kota Solo periode 2000-2005.

Pada saat Pilkada langsung 2005, Slamet gagal mendapat dukungan dari partainya sehingga ia maju lewat Partai Damai Sejahtera (PDS).

Slamet kalah dari dirinya yang menjadi calon wakil wali kota bersama dengan Jokowi yang kala itu calon walkot. Jokowi-Rudy diusung PDIP dalam pemilu tersebut.

Rudy juga mencontohkan kader lain yakni Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati.

Setelah gagal di Pilkada 2011 lewat PDIP, Yuni kembali maju lewat Partai Gerindra dan memenangi Pilkada Sragen 2015 .

Yuni akhirnya pulang kandang ke PDIP dan kembali memenangi Pilkada Sragen 2020.

"Sehingga kalau nanti Mas Gibran dicalonkan lewat partai lain, ya seperti tadi contohnya. Slamet Suryanto (Mantan Wali Kota dari PDIP) begitu dicalonkan dari PDS (Partai Damai Sejahtera) ya sudah, berarti bukan kader PDIP," kata Rudy.

Rudy menilai fenomena politikus berpindah-pindah partai sebagai sesuatu yang lumrah. Dan, tegasnya, PDIP tidak pernah mempersoalkan kadernya yang lompat ke partai lain.

"Okeh no contone (banyak contohnya). Dan Mbak Mega [Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri] enggak mempersoalkan," klaimnya.(CNN/han)