Bawaslu RI Sebut DKI Jakarta Paling Rawan Kampanye SARA Disusul Malut, Babel dan Jabar

"DKI Jakarta dia rawan semua dimensi isu strategis pemilu," ujarnya. Lebih lanjut, Lolly menyebut masih ada lima provinsi lain yang terkategori provinsi paling rawan se-Indonesia. Setelah DKI Jakarta, menyusul Maluku Utara (skor 36,11), Kepulauan Bangka Belitung (34,03), Jawa Barat (11,11), Kalimantan Selatan (0,69) dan Gorontalo (0,69).

Nov 1, 2023 - 13:46
Bawaslu RI Sebut DKI Jakarta Paling Rawan Kampanye SARA Disusul Malut, Babel dan Jabar

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Lolly Suhenty, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengungkap, DKI Jakarta merupakan provinsi paling rawan terjadi kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian via media sosial dengan skor 75.

Prediksi kerawanan itu berdasarkan hasil riset yang dinamakan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tematik mengenai kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian via media sosial. Riset kuantitatif itu menggunakan data pengawasan pilkada sebelumnya dan Pemilu 2019.

"DKI Jakarta nampaknya sengaja dihadirkan penarinya [buzzer] dari DKI ya," kata Lolly dalam tayangan di kanal Youtube Bawaslu RI, Selasa (31/10).

Lolly menyampaikan DKI Jakarta selalu masuk lima besar dalam berbagai isu tematik kerawanan pemilu, seperti kerawanan netralitas ASN dan politisasi SARA.

"DKI Jakarta dia rawan semua dimensi isu strategis pemilu," ujarnya.

Lebih lanjut, Lolly menyebut masih ada lima provinsi lain yang terkategori provinsi paling rawan se-Indonesia. Setelah DKI Jakarta, menyusul Maluku Utara (skor 36,11), Kepulauan Bangka Belitung (34,03), Jawa Barat (11,11), Kalimantan Selatan (0,69) dan Gorontalo (0,69).

Dia mengatakan pada tingkat kabupaten/kota, ada Kabupaten Fakfak, Papua Barat dan Intan Jaya, Papua Tengah yang paling rawan terjadi kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian via media sosial pada Pemilu 2024.

Selanjutnya ada Kabupaten Malaka, Kota Jakarta Timur, dan Kabupaten Purworejo.

Lolly menjelaskan, media sosial yang paling sering digunakan untuk melakukan kampanye bermuatan SARA, hoaks dan ujaran kebencian adalah Facebook, WhatsApp dan Twitter.

Khusus WhatsApp, kata Lolly, biasanya yang dilakukan melalui grup keluarga atau komunitas terdekat.

Adapun konten kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial yang paling dominan adalah foto, video dan link berita yang ditambahkan dengan narasi yang intimidatif dan dibuat sedemikian rupa sehingga seakan-akan mengancam.

"Modusnya adalah untuk mendapatkan dukungan atau simpati yang lebih besar, menyerang lawan dan mendelegitimasi proses atau hasil pemilu," ucap dia.

Lolly menilai kampanye bermuatan SARA, kabar bohong, dan ujaran kebencian via media sosial dapat menjadi penyebab terjadinya polarisasi, bahkan konflik, masyarakat di dunia nyata.

Namun dengan Peraturan Bawaslu tentang Pengawasan Pemilu, Bawaslu dimungkinkan menindak akun media sosial di luar yang telah terdaftar di KPU.

Berdasarkan PKPU Nomor 15/2023 tentang Kampanye Pemilu, Pasal 37 Ayat 1 dan 2 dikatakan peserta pemilu dapat melakukan kampanye melalui media sosial paling banyak 20 akun setiap jenis aplikasi.

"Berdasarkan draf Perbawaslu Pengawasan Kampanye yang kami lakukan, maka Bawaslu akan mengawasi media sosial meskipun akun itu personal," kata Lolly

"Jadi tidak hanya akun media sosial yang didaftarkan ke KPU, tapi akun media sosial secara personal," imbuhnya.(sir)