Banyak Korban Anak-Anak di Tragedi Kanjuruhan, Komisioner PPA Beri Masukan PSSI
Komisioner Perlindungan Perempuan dan Anak Diyah Puspitasari memberikan masukan kepada otoritas sepakbola dunia dan tanah air terkait penyelenggaraan pertandingan sepakbola.
NUSADAILY. COM- JAKARTA- Komisioner Perlindungan Perempuan dan Anak Diyah Puspitasari memberikan masukan kepada otoritas sepakbola dunia dan tanah air terkait penyelenggaraan pertandingan sepakbola.
Ia menganjurkan agar PSSI dalam mengadakan sebuah pertandingan sepakbola, tiket harus dipisahkan antara orang dewasa dan anak-anak.
Hal itu dimaksudkan agar perhitungan jumlah penonton orang dewasa dan anak anak bisa terdata secara teratur dan tidak tercampur.
Selain itu, kata Diyah mitigasinya juga harus berbeda, anak - anak harus didampingi orang terdekatnya. Dengan demikian jika ini diterapkan maka kejadian seperti Tragedi Kanjuruhan bisa terlacak.
"Jadi jika jumlah tiket dewasa dan anak bisa dibedakan maka saat terjadi kejadian seperti ini akan mudah terlacak," paparnya dalam acara diskusi publik bertemakan ' Peringatan satu tahun tragedi Kanjuruhan, Gas Air Mata Bukan Solusi Atasi Aksi/Huru-Hara Warga' di hotel Akmani Jakarta Pusat Senin (25/9/2023).
Selanjutnya, jika korban adalah anak- anak maka yang harus dilakukan yang pertama adalah memberikan psikilogis sosial baik korban maupun anak yang melihat kejadian tersebut. Dengan acara harus didampingi untuk mendapatkan trauma healing
"Hal ini guna menghilangkan rasa Taruma sang anak saat menjadi korban atau yang melihat langsung kejadian tersebut, sehingga meraka tidak bisa melupakan kejadian yang dialaminya, hingga akhir hayatnya"terang Diyah.
Kemudian, memberikan bantuan sosial kepada keluarga korban dan itu wajib hukumnya diberikan.Hal itu sesuai dengan Undang- Undang Perlindungan Perempuan dan Anak ( UU.PPA) di pasal 59 . Siapa sajakah yang harus memberikan kelasa korban dia adalah Kementerian Sosial, Perintah daerah, dan Pemerintah Provinsi.
"Di mana ada dinas sosial baik di tingkat Kementerian, Provinsi maupun daerah wajib hukumnya memberikan bantuan sosial," tegasnya.
Terakhir harus ada perlindungan hukum termasuk adanya korban, dan itu dipastikan ada yang mendampingi. Hal ini sebagai bentuk kehadiran negara sesuai UU PPA pasal 59 tadi.
Dari keempat yang diusulkan itu, menurut Diyah itu belum dilakukan seratus persen. Ini terlihat dari bantuan sosial yang hingga saat ini keluarga korban tragedi Kanjuruhan belum pernah menerimanya.
"Prihal ini sudah kami sampaikan kepada Kemensos, tapi hingga saat ini keluarga korban Kanjuruhan belum menerima sama sekali,".
Sementara terkait apa saja yang sudah dilakukan oleh PPA usai terjadinya tragedi Kanjuruhan , Diyah menyebut saat itu juga di Oktober tahun lalu pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten Malang.
Di antaranya dengan mempertanyakan bantuan apa yang telah diberikan Pemkab Malang terhadap para korban Kanjuruhan Malang. Namun ternyata kami menemukan jawaban bahwa bantuan sosial itu belum sama sekali dilakukan oleh Pemkab Malang.
"Sehingga itu menjadi temuan dan catatan kami, dan kami akan melakukan upaya lagi ke beberapa Kementerian untuk melakukan pendataan lagi untuk segera diberikan bantuan," tukasnya.
Seperti diketahui, Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) Pos Malang Bersama Persada UB, ICJR.LPBH NU TAT4K dan Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sipil menggelar diskusi publik.
Dengan mengambil tema; Peringatan satu tahun tragedi Kanjuruhan, Gas Air Mata Bukan Solusi Atasi Aksi/Huru-Hara Warga' di hotel Akmani Jakarta Pusat Senin (25/9/2023).
Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) Susilaningtias, Aksemisi Hukum Pidana Universitas Brawijaya Malang Dr. Fachrizal Afandi S. Psi. SH.MH. Novel Baswedan mantan anggota KPK dan Kepolisian,
Komisioner Perlindungan Perempuan dan Anak Diyah Puspitasari dan Ketua tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan Malang.
Mereka semua tampil sebagai pemateri dengan dipandu oleh Lovina seorang penelitian dari ICJR serta tidak ketinggalan sejumlah perwakilan keluarga korban yang datang langsung dari Malang. (sir).