Bagaimana Nasib Proyek IKN Jika Anies Jadi Presiden

"Sunk cost fallacy mengatakan karena kita sudah banyak berinvestasi, sudah memberikan banyak biaya pada IKN, kita harus melanjutkan, kalau enggak, kita rugi. Padahal kalau kita lanjutkan bisa lebih rugi lagi karena dari skema insentif jauh lebih merugikan," katanya.

Dec 14, 2023 - 07:23
Bagaimana Nasib Proyek IKN Jika Anies Jadi Presiden

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan kerap mengkritik pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah di Solo, Rabu (22/11), Anies mengatakan pembangunan IKN di Kalimantan Timur hanya akan menimbulkan ketimpangan antara kota baru tersebut dengan daerah-daerah di sekitarnya.

Menurutnya, pemerataan bisa dilakukan dengan cara mengembangkan kota-kota kecil hingga menengah yang ada di berbagai wilayah.

"Bukan hanya membangun satu kota di tengah-tengah hutan. Karena membangun satu kota di tengah hutan itu sesungguhnya menimbulkan ketimpangan yang baru. Jadi antara tujuan dengan langkah yang dikerjakan itu tidak nyambung. Kami melihat di sini problem," ujarnya.

Anies kembali menyentil pembangunan IKN dalam debat perdana capres pada Selasa (12/12). Ia mengatakan DKI Jakarta memang memiliki banyak masalah, tetapi tidak boleh ditinggalkan.

Pernyataan Anies menjawab pertanyaan calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Ganjar bertanya pendapat Anies tentang kebijakan pemerintah memindahkan ibu kota negara.

Ganjar menilai, sudah banyak masalah di Jakarta seperti kemacetan sehingga mengapa tetap harus jadi ibu kota.

"Kalau ada masalah, jangan ditinggalkan, diselesaikan. Itu filosofi nomor satu," kata Anies.

Anies menilai masalah-masalah di Jakarta tidak otomatis selesai dengan pemindahan ibu kota negara ke IKN. Terlebih lagi, pemindahan ibu kota negara baru berfokus pada pemindahan aparatur negara.

Lalu Ganjar bertanya apakah Anies menolak pemindahan ibu kota negara ke IKN. Anies tak menjawab secara gamblang.

"Kami melihat ada kebutuhan-kebutuhan urgent yang dibangun untuk rakyat. Kalau hari ini, kita belum bisa menyiapkan pupuk lengkap, tetapi di saat sama, kita membangun sebuah istana untuk presiden, di mana rasa keadilan kita?" ucapnya.

Sementara itu, pembangunan IKN hingga kini masih berjalan. Jokowi menargetkan investasi yang masuk ke ibu kota baru itu mencapai Rp45 triliun hingga akhir 2023.

Kementerian Keuangan telah mengucurkan Rp13 triliun untuk IKN per Oktober 2023 dari total alokasi Rp29,3 triliun tahun ini.

Lantas, bagaimana nasib IKN jika pembangunannya tidak dilanjutkan?

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana mengatakan jika pembangunan IKN tidak dilanjutkan, maka dalam jangka pendek akan menyebabkan kerugian karena aset-aset yang sudah dibangun menjadi mangkrak. Apalagi, APBN sudah banyak dikucurkan untuk IKN.

"Ada juga kerugian lingkungan, di mana hutan-hutan sudah dibuka, itu juga harus direboisasi, harus dikembalikan sebagaimana semula," katanya dilansir CNNIndonesia.com.

Meski bakal rugi besar jika proyek IKN, Andri menilai akan butuh biaya yang lebih besar lagi jika pembangunan Nusantara tetap dilanjutkan dengan skema insentif yang diterapkan saat ini.

Ia menilai guyuran insentif yang ditebar pemerintah justru merugikan negara, misalnya fasilitas tax holiday untuk bidang infrastruktur hingga 30 tahun.

Karenanya, ia menilai pemerintah harus terlepas dari sunk cost fallacy, yakni pengambilan keputusan dalam keuangan dengan memaksakan untuk menjalani keputusan karena sumber daya yang sudah terlanjur diinvestasikan sebelumnya.

"Sunk cost fallacy mengatakan karena kita sudah banyak berinvestasi, sudah memberikan banyak biaya pada IKN, kita harus melanjutkan, kalau enggak, kita rugi. Padahal kalau kita lanjutkan bisa lebih rugi lagi karena dari skema insentif jauh lebih merugikan," katanya.

Namun untuk jangka panjang, Andri melihat kerugian dari tidak dilanjutkannya IKN bisa menjadi pelajaran. Ke depan, investasi yang masuk ke Indonesia tidak boleh serampangan seperti yang terjadi di IKN.

"Selama ini terutama dalam beberapa bulan terakhir Indonesia seperti sangat mengobral tanahnya, mengobral kapasitas fiskalnya," katanya.

Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan Anies tak bisa membatalkan pembangunan IKN begitu saja karena IKN sudah menjadi amanat UU.
Menurutnya, yang bisa dilakukan Anies adalah tidak menjadikan IKN sebagai prioritas pemerintahannya dan tidak ada lagi prioritas fiskal untuk IKN.

"Artinya, akan tetap ada pembangunan di sana. Boleh jadi nantinya akan menjadi kawasan khusus tertentu atau kawasan pemukiman baru untuk program transmigrasi atau menjadi ibu kota baru untuk provinsi terdekat," katanya.

Ronny yakin Anies memiliki back up plan alias rencana cadangan untuk IKN agar bisa diterima semua pihak. Ia menilai Anies tidak mungkin berani mengangkat isu pembatalan IKN kalau tidak memiliki rencana pengganti.

"Dengan kata lain, investasi swasta yang sudah terlanjur terjadi di sana masih berpeluang menemukan jalannya sendiri, jika memang swasta sudah berinvestasi secara serius di sana, karena sudah menjadi amanat UU," katanya.

Ronny mengatakan Anies memang punya rekam jejak menghentikan proyek besar, misalnya reklamasi Jakarta, yang sampai saat ini terbengkalai. Namun, konteks dan status hukumnya beda dengan IKN.

Kota baru dari reklamasi, sambung Ronny, tak jelas status konstitusionalnya. Sedangkan IKN sudah menjadi amanat UU. Anies, sambungnya, bisa saja merevisi UU IKN tetapi ia harus berhadapan dengan banyak kubu di DPR yang pro dengan Jokowi.

Di sisi lain, Ronny menilai persepsi investor tidak akan terpengaruh dengan tidak berlanjutnya IKN.

"Apalagi belum ada investor asing yang benar-benar berinvestasi di sana. Kembali ke reklamasi Ancol, nyatanya tak terlalu mengganggu kepercayaan investor di Jakarta," katanya.

Direktur CELIO Bhima Yudhistira mengatakan pembangunan IKN boleh saja dilanjut, tetapi tidak menjadi ibu kota negara. IKN katanya bisa dialihfungsikan menjadi kota bisnis.

Bhima menilai jika IKN tetap dipaksakan menjadi ibu kota negara, apalagi ditambah narasi jika tidak dilanjutkan akan mangkrak, maka akan semakin banyak APBN yang dikeluarkan. Itu akan menjadi beban bagi APBN di tengah masih banyak belanja yang perlu diprioritaskan.

Menurutnya, dari total dana pembangunan IKN sebesar Rp466 triliun, anggaran yang bersumber dari APBN tidak boleh lebih dari 20 persen.

"APBN hanya pendukung fasilitas infrastruktur dasar, tapi yang lain-lain, biarkan investor yang mengisi," katanya.

Bhima menilai jika APBN terlalu banyak masuk justru membuat investor tidak tertarik menanamkan modal. Pasalnya, mereka menganggap negara sanggup membiayai IKN.

"Ketika pemerintah mengundang investor, investor akan bertanya balik, untuk apa investasi kalau ternyata APBN masih kuat membiayai IKN," katanya.

Karenanya, ia memandang IKN lebih baik dibangun sebagai kota bisnis sehingga pembangunannya tidak perlu buru-buru, serta tidak perlu mengeluarkan banyak uang dari APBN.

Bhima yakin jika IKN ditujukan sebagai kota bisnis, industri, pusat pengolahan hasil hilirisasi, dan pusat ekonomi kreatif, justru lebih menarik bagi investor dibanding hanya sebagai kota pusat pemerintahan. Pasalnya, akan ada proyeksi pertambahan penduduk yang tidak hanya berasal dari aparatur sipil negara (ASN).

"Makanya yang menghambat IKN adalah status ibu kota itu sendiri. Kesalahan utama IKN adalah investor sudah menganggap yang mengisi IKN hanya ASN sehingga bagi bisnis tidak menarik karena sudah dipagari di awal sebagai kota administrasi negara," katanya.(han)