Rencana Pembatasan Usia Kendaraan di Jakarta, Begini Kata Warga Pinggiran

"Di dalam UU DKJ, pemerintah sepakat dengan DPR memberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah Khusus Jakarta, sampai dengan pengaturan jumlah kendaraan yang boleh dimiliki masyarakat," kata Suhajar.

May 8, 2024 - 13:54
Rencana Pembatasan Usia Kendaraan di Jakarta, Begini Kata Warga Pinggiran

NUSADAILY.COM – JAKARTA - DPRD DKI Jakarta mengusulkan pembatasan usia kendaraan sebagai bagian dari upaya mengatasi polusi udara dan kemacetan di Jakarta.

Menurut Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Ismail, pembatasan usia kendaraan bisa menjadi opsi lain dari kebijakan pembatasan kendaraan pribadi sesuai Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) bagian kewenangan khusus perhubungan.

Dalam Pasal 24 Ayat 2 Undang-undang nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) dijelaskan bahwa pemerintah daerah diberi wewenang membatasi jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perorangan.

"Pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perseorangan," demikian bunyi Pasal 24 Ayat 2 tersebut.

Hal itu juga disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro.

"Di dalam UU DKJ, pemerintah sepakat dengan DPR memberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah Khusus Jakarta, sampai dengan pengaturan jumlah kendaraan yang boleh dimiliki masyarakat," kata Suhajar.

Namun, bagaimanakah respons masyarakat yang tinggal maupun mencari nafkah di wilayah Jakarta dan atas usulan tersebut?

Batas Minimal Usia Pengemudi

Rafi (31), salah seorang pekerja asal Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini merasa urgensi untuk menegaskan batas usia pengemudi kendaraan masih dinilai lebih penting ketimbang harus membatasi usia kendaraan.

Ia melihat bahwa kemacetan dan polusi itu juga karena banyak pengemudi atau pemilik kendaraan yang masih di bawah umur, dan juga berkendara hanya untuk bersenang-senang yang tanpa sadar juga menyumbang kemacetan.

"Sebenarnya sih enggak harus membatasi ya, tergantung dari kebijakan pemerintah saja. Sekarang kan kebanyakan dari anak-anak di bawah umur juga punya motor," kata Rafi, dilansir CNNIndonesia.com, Senin (6/5)

"Mulai dari penggunanya, umurnya, jadi enggak sembarang orang juga bisa beli kendaraan. Di rumah yang ada cuma dua orang, tapi motornya empat mobilnya tujuh, buat apa," tambahnya.

Rafi juga beralasan proses dan usaha untuk mendapatkan sebuah kendaraan itu tentunya sangat panjang dan sulit, sehingga Ia menilai bahwa aturan pembatasan usia kendaraan adalah tindakan yang mubazir.

"Kenapa saya bilang kurang setuju, kita untuk mendapatkan sebuah kendaraan itu kan susah, kalau kita udah punya satu ngapain kita tambah lagi," jelasnya.

Selain dengan ditegaskannya batas minimal usia pengemudi kendaraan bermotor, dirinya juga menyarankan agar Indonesia tak perlu mengikuti peraturan yang diterapkan oleh negara lain.

"Ibaratnya kita jangan ikut-ikut orang-orang luar lah, walaupun di negara luar itu maju. Sementara mereka yang ciptain kendaraan mobil, mereka lebih milih sepeda kan," kata Rafi.

Jadwal pekerja ke kantor

Sementara itu, Dahlena (45) yang merupakan seorang pekerja di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat ini mengaku merasa keberatan terhadap usulan terkait pembatasan usia kendaraan ini.

Sebagai seorang karyawan yang tinggal di daerah Bojonggede, Bogor, keberadaan kendaraan pribadi tentunya sangat memudahkannya untuk melakukan mobilisasi dengan jarak yang cukup jauh.

Belum lagi, jika ada kejadian yang tak terduga seperti acara atau cuaca buruk. Ia merasa tak semua orang belum tentu mau untuk naik transportasi umum.

"Ya, kan enggak semua orang mau naik transportasi umum. Kadang, kalau misalnya ada urgent, atau misalnya ada acara, terus saya enggak masuk kantor, ya saya pengennya sih bawa mobil sendiri gitu," kata Dahlena

Sehingga jika harus mengganti kendaraan dalam kurun waktu tertentu, tentunya akan banyak masyarakat yang akan mengalami kerugian. Pasalnya, mau tidak mau harus mengganti kendaraannya yang sudah menjadi kebutuhan mereka.

Dahlena berpendapat bahwa alangkah lebih baik jika pemerintah lebih fokus terhadap pengelolaan transportasi umum, peraturan ganjil genap dan pembagian giliran masuk kerja atau sif untuk mengurangi tingkat kemacetan dan polusi akibat kendaraan.

"Mungkin jam kerjanya itu harus dibagi dua Jadi sebagian masuk pagi Misalnya 8 sampai jam 3 Sebagian masuknya malam. Saya yakin banget bisa mengurangi kemacetan," ujarnya

Beda kemampuan ekonomi setiap warga

Annisa (27), seorang warga Jakarta Timur, juga menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Undang-Undang DKJ No 2 Tahun 2024. Annisa menegaskan bahwa undang-undang tersebut tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang beragam.

"Enggak setuju, karena kan kalau misalkan udah enggak boleh dipakai lagi, kan kita nggak tahu ya kondisi ekonomi orang gitu ya. Berarti kan kalau enggak bisa dipakai, tapi kalau dia perlu banget nih sama kendaraan ini, gimana dong," ujar Annisa.

Annisa juga menambahkan bahwa pemerintah harus menawarkan solusi yang bersifat inklusif serta mempertimbangkan kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Harus ada kayak solusinya gitu, misalkan kayak kendaraan umumnya dikasih gratisan atau gimana. Karena kalau aku enggak tahu kenapa ya, aku tuh lebih melihat ke rakyat yang menengah ke bawah gitu [yang terbebani]," tuturnya.

Risiko kecelakaan dan kerusakan lingkungan

Seorang pengendara taksi asal Jakarta mengaku mendukung dengan usulan DPRD soal pembatasan usia kendaraan di jalanan metropolitan tersebut. Paul menjelaskan bahwa ia setuju dengan usulan ini untuk menekan risiko kecelakaan dan kerusakan lingkungan dari mobil tua.
"Kalau misalnya pembatasan umur mobil ya setuju aja. Kenapa? Kalau misalkan dipergunakan buat transportasi umum itu berisiko ya," ujar Paul.

Lebih lanjut, Paul menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya akan meminimalisir jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta atau di Indonesia, tetapi juga mengurangi risiko kecelakaan akibat kesalahan teknis dari mobil yang sudah tua.

"Namanya juga ini kan mobil kalau ini 'mobil tempur' biasanya, meskipun kendaraan memiliki bengkel untuk perbaikan, mobil yang berusia di atas 10 tahun cenderung lebih banyak bermasalah," tutur Paul.

Ketika ditanya tentang dampak kebijakan ini terhadap pemilik kendaraan pribadi yang mobilnya berusia lebih dari 10 tahun, Paul berpendapat bahwa masalahnya bukan pada kerugian secara pribadi, melainkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.

"Kalau di atas 10 tahun kita enggak tahu ya, kebanyakan udah enggak diperhatikan tapi tetap dipergunakan, kesulitan mencari suku cadang untuk mobil lama dan masalah polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan tua adalah faktor-faktor yang harus dipertimbangkan," kata Paul.

Namun, dia mengingatkan agar kebijakan itu pun berpengaruh terhadap lingkungan, termasuk pemanasan global. Paul berharap usulan pembatasan usia kendaraan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masa depan transportasi dan lingkungan di Jakarta.

Integrasi Transportasi Umum

Thesar (21) seorang warga Palmerah, Jakarta Barawt, menyatakan dukungannya terhadap regulasi yang membatasi usia kendaraan bermotor di jalan raya. Namun, dukungannya ini datang dengan syarat penting yaitu integrasi transportasi umum yang lebih baik.

"Kalau misalnya setuju atau enggak sih saya masih belum bisa menentukan ya, karena saya sendiri juga masih tergolong menengah ke bawah, jadi kayak bisa dibilang setuju karena bisa mengurangi kemacetan dan polusi," kata Thesar.

Thesar menekankan pentingnya pemerintah untuk menyediakan solusi transportasi umum yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat sebelum menerapkan pembatasan usia kendaraan.

"Tapi kalau misalnya harus dilihat dari point of view apa sampingnya gitu, kayak misalnya dari masyarakat menengah ke bawah, kalau misalnya oke pemerintah akan menyediakan transportasi umum apakah itu sudah merata ke seluruh daerah misalnya, kalau sudah baru saya setuju," lanjut dirinya.(han)