Skripsi, Apresiasi dan Selebrasi

Pekan-pekan ini adalah waktu sibuk bagi sebagian besar mahasiswa, dosen dan juga pengelola program studi. Di sebagian kampus, pekan ini adalah pekan ujian akhir semester yang sekaligus juga pekan akhir untuk ujian skripsi.

Jul 7, 2023 - 20:52
Skripsi, Apresiasi dan Selebrasi
Siti Asmiyah

0Oleh Siti Asmiyah

Pekan-pekan ini adalah waktu sibuk bagi sebagian besar mahasiswa, dosen dan juga pengelola program studi. Di sebagian kampus, pekan ini adalah pekan ujian akhir semester yang sekaligus juga pekan akhir untuk ujian skripsi. Kegiatan akademik yang telah berjalan selama satu semester menemui puncaknya di akhir semester. Biasanya, pekan ujian skripsi inilah yang seringkali menjadi sumber tekanan terbesar bagi mahasiswa, dosen dan pengelola program studi. 

Mahasiswa berusaha mengejar agar dapat sidang skripsi supaya mereka tidak perlu membayar biaya lagi untuk semester berikutnya. Dosen berusaha memberikan bimbingan terbaik agar mahasiswa dapat segera lulus. Sementara koreksian ujian akhir pada mata kuliah yang diampu juga sudah menumpuk dan perlu segera disentuh. Belum lagi tugas menyelesaikan laporan penelitian. Semuanya tumplek blek di akhir semester genap ini. Pengelola program studi pun demikian. Monitoring dan evaluasi kemajuan studi mahasiswa harus dilakukan dengan baik. Hal ini ditujukan agar tidak ada mahasiswa yang molor dalam menyelesaikan studi. Segala upaya akademik ditempuh agar dapat mencapai KTW (Kelulusan Tepat Waktu).

Jika dilihat dari struktur dalam kurikulum, skripsi sebenarnya seperti halnya juga mata kuliah yang lain. Di beberapa program studi, skripsi diberi bobot 6 SKS (Sistem Kredit Semester). Ini setara dengan 384 hingga 480 jam per semester atau sekitar 24-30 jam per minggu. Jumlah jam kegiatan pengerjaan skripsi ini tentu lebih banyak jika dibandingkan dengan mata kuliah lain. Hal ini karena setiap jenis mata kuliah memiliki alokasi waktu yang berbeda untuk setiap kredit semesternya. 

Berdasarkan Permendikbud Nomor 3 tahun 2020 pasal 9, untuk perkuliahan yang berbentuk kuliah, response dan tutorial, waktu yang dialokasikan untuk per sks per minggu adalah 170 menit. Ini terdiri dari 50 menit tatap muka, 60 menit penugasan terstruktur dan 60 menit  kegiatan belajar mandiri. Untuk kegiatan yang berupa seminar atau penelitian, kegiatannya adalah 170 menit. 

Di kampus saya sebenarnya ada mata kuliah yang bobot SKS nya lebih dari SKS skripsi. Jika skripsi memiliki bobot 6 SKS, mata kuliah ini memiliki bobot 8 SKS. Namun, dikampus manapun oleh mahasiswa tetaplah skripsi yang dianggap sebagai bagian terberat dari perjalanan studi. Hal ini boleh jadi karena skripsi lebih menuntut kemandirian. Pada mata kuliah biasa, mahasiswa terikat oleh jadwal dan tugas yang telah ditentukan oleh dosen. 

Pada skripsi, mahasiswa harus secara mandiri mencari sumber referensi, menulis, melakukan penelitian dan menuliskan laporannya. Meskipun ada dosen pembimbing, namun tugasnya hanya sebagai fasilitator dan pendamping. Tugas pembimbing lebih kepada membangun kerangka logis dari skripsi. Selebihnya, mahasiswa harus mandiri.

Tuntutan kemandirian inilah yang sebenarnya menjadi tantangan terbesar bagi mahasiswa di semester akhir. Seringkali mahasiswa akhirnya tidak menyentuh skripsinya ketika sudah menemui kebuntuan dalam menelaah literatur. Demikian juga dengan manajemen waktu yang terkadang sulit untuk disinkronisasi. Pada saat pengumpulan data lapangan, misalnya, mahasiswa terkadang dihadapkan dengan pembatalan janji interview oleh responden. Demikian juga dengan jadwal bimbingan yang terkadang harus dibatalkan karena dosen pembimbing mendapatkan tugas lain. 

Tantangan-tantangan dalam pengerjaan skripsi inilah yang barangkali menjadi penyebab mengapa penyelesaian skripsi dianggap sebagai sebuah pencapaian puncak. Berbeda dengan penyelesaian tugas-tugas mata kuliah, banyak liku-liku yang harus dihadapi oleh mahasiswa. Selain itu, skripsi merupakan tugas terakhir yang harus diselesaikan oleh mahasiswa untuk memeroleh gelar. Sebaik apapun tugas-tugasnya di mata kuliah yang lain, jika skripsinya tidak diselesaikan, tidak pula dapat diperoleh gelar sarjana. Ibaratnya, skripsi merupakan penentu apakah seorang mahasiswa akan dapat menyelesaikan perjalanan akademiknya secara khusnul khotimah.

Sebagai simbol pencapaian utama proses akademik, skripsi akhirnya tidak sekedar menjadi sebuah capaian akademik. Skripsi juga memuat bagian-bagian yang menunjukkan apresiasi dan selebrasi dari mahasiswa, sang penulis dan sang pemenang tantangan akademik. Di bagian awal dari skripsi, misalnya, kita dapat menemukan adalah lembar kata pengantar, dedikasi ataupun moto. Pada kata pengantar, seringkali mahasiswa menuliskan rasa terima kasih mereka kepada pihak-pihak terkait. Mulai dari para pejabat di kampus, dosen pembimbing, orang tua, kawan-kawan seperjuangan bahkan ke kucing peliharaan yang setia menemani saat proses menulis.

Hasil penelitian oleh Zare-ee dan Hejazi (2019) menunjukkan ada beberapa langkah retorika dalam acknowledgement (kata pengantar) yang ditulis oleh mahasiswa di Persia. Langkah pertama adalah refleksi proses penelitian dan proses penulisan. Langkah kedua adalah penyampaian ucapan terima kasih. Biasanya ini berupa terima kasih kepada Tuhan. Berikutnya adalah ucapan terima kasih kepada pembimbing dan partisipan dari penelitian. Pada langkah retorika selanjutnya, mahasiswa juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan moral. Ini biasanya ditujukan kepada orang tua maupun kawan dekat. Bagian akhir kata pengantar memiliki fungsi retorika untuk menunjukkan tanggungjawab penuh dari penulis atas kualitas maupun bentuk-bentuk kekurangan dari hasil skripsinya. 

Dengan melihat kedekatan latar belakang religious antara Persia dan Indonesia, langkah retorika kata pengantar oleh mahasiswa Persia ini juga sedikit banyak merefleksikan langkah retorika kata pengantar pada skripsi di Indonesia. Hasil penelitian oleh Afifah (2020) menunjukkan bahwa skripsi mahasiswa memiliki langkah retorika berikut. Langkah pertama menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tuhan. Mahasiswa kerap menulis ‘Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT…’Langkah retorika berikutnya adalah refleksi proses. 

Beberapa mahasiswa menulis ‘penulisan skripsi ini tidaklah mungkin selesai jika ….’ Kalimat ini menunjukkan betapa skripsi merupakan hasil sebuah kerja keras. Setelah itu mereka juga menyampaikan terima kasih kepada responden dengan ‘penulis sampaikan terima kasih kepada ….yang telah bersedia menjadi sumber data pada penelitian ini.’ 

Peneliti juga mengakui peran penting dari pembimbing dan pendedikasian hasil kerja keras tersebut kepada ‘orang tua yang telah tanpa lelah berdoa.’ Sebagaimana mahasiswa di Persia, mahasiswa Indonesia juga mengakhiri kata pengantar dengan pernyataan tanggungjawab terhadap isi. Mereka rata-rata menulis bahwa skripsi mereka ‘tentu tidak sempurna. Sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan.’

Dapat dilihat bahwa sebagian besar kata pengantar berisi tentang ungkapan terima kasih dan apresiasi. Ini menunjukkan bahwa skripsi bukanlah sekedar sebuah kerja akademik. Ada banyak bagian dari proses non akademik yang mendukung suksesnya seorang mahasiswa menyelesaikan skripsinya. 

Doa dan dukungan moral sering menjadi bagian utama yang diapresiasi oleh penulis skripsi. Hal ini tentu dapat dimaklumi. Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa menulis skripsi merupakan proses yang menuntut kemandirian. Tentu banyak roller coaster mental dan psikologi. Disitulah banyak peran orang-orang terdekat dalam memberikan dukungan untuk keseimbangan dan kesejahteraan jiwa. Maka tidak heran jika bagian awal skripsi, bagian non-akademik, banyak menyampaikan apresiasi. 

Hal yang menarik yang menjadi fenomena sekarang, mulai banyak bermunculan ungkapan apresiasi terhadap diri sendiri. Beberapa mahasiswa menulis ‘terima kasih untuk diriku yang telah kuat menghadapi gelombang revisi.’ Menarik. Self-reward, apresiasi terhadap diri sendiri. Apakah ini fenomena baru kata pengantar skripsi generasi stroberi? 

Meskipun sidang skripsi bukanlah akhir sebuah perjuangan, selepas sidang skripsi mahasiswa sudah sibuk dengan selebrasi. Dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi, bahkan beberapa mahasiswa lebih sibuk menyiapkan selempang dengan nama mereka beserta gelar daripada menyiapkan materi sidang. Kawan-kawannya pun sibuk menyiapkan kejutan dan buket-buket serta ucapan selamat. 

Begitu ruang sidang dibuka, segera berhamburanlah ucapan selamat beserta hadiah-hadiah kecil bentuk perhatian dari kawan terdekat. Dan yang tak ketinggalan adalah cekrak cekrek photo dan video untuk segera diunggah di media sosial. Sejenak dilupakan dulu rentetan revisi yang harus segera dikejar. Selesai sidang skripsi adalah masa selebrasi. Revisi? Nanti.

Menulis skripsi memang sebuah cerita akademik tersendiri. Dibalik setiap karya yang terpajang di perpustakaan sebagai koleksi, ada banyak cerita haru biru yang menyertai. Sehingga tak heran, skripsi juga sarat dengan ucapan apresiasi dan bumbu selebrasi. Selamat bagi yang sudah sidang skripsi. Kapan revisi? Nanti. Biar saya healing dulu sekejap, kata sang penulis skripsi.

Dr. Siti Asmiyah, M.TESOL adalah dosen dan Sekretaris Pusat Studi Service Learning, Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya serta Koordinator Kerjasama Luar Negeri PISHI.