Ini Penyebab Bea dan Cukai Banyak Mendapatkan Kritik

"Bea Cukai melakukan koreksi untuk penghitungan bea masuknya. Ini mengakibatkan pembayaran denda dan itu dilakukan oleh perusahaan DHL. Jadi, (denda) bukan (dibayar) oleh Radhika Althaf. Saat ini, masalah ini sudah selesai, sepatu tersebut telah diterima oleh penerima barang dan kewajiban kepabeanan telah diselesaikan," klaim Ani.

Apr 30, 2024 - 09:46
Ini Penyebab Bea dan Cukai Banyak Mendapatkan Kritik

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah ramai dikiritik akhir-akhir ini.

Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani turun tangan untuk menanggapi kritik tersebut.

Beberapa kasus yang viral seperti pengiriman sepatu seharga Rp10 juta yang dikeluhkan pria bernama Radhika Althaf karena dipungut bea masuk lebih dari Rp30 juta.

Sri Mulyani mengklaim kasus tersebut muncul karena ada ketidaksesuaian nilai sepatu yang dikirim dari luar negeri.

Menurut keterangan yang didapatnya dari Bea Cukai Soetta, nilai sepatu yang dikirimkan perusahaan jasa titipan DHL lebih rendah dari harga aslinya.

"Bea Cukai melakukan koreksi untuk penghitungan bea masuknya. Ini mengakibatkan pembayaran denda dan itu dilakukan oleh perusahaan DHL. Jadi, (denda) bukan (dibayar) oleh Radhika Althaf. Saat ini, masalah ini sudah selesai, sepatu tersebut telah diterima oleh penerima barang dan kewajiban kepabeanan telah diselesaikan," klaim Ani.

Kasus lainnya yakni barang hibah untuk Sekolah Luar Biasa atau SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Barang berupa alat belajar siswa tunanetra bernama taptilo itu dikirim dari Korea Selatan.

Barang itu tiba di Indonesia sejak 18 Desember 2022, tetapi pihak sekolah malah diminta melengkapi sejumlah dokumen, bahkan ditagih ratusan juta untuk menebus barang tersebut.

Namun, Sri Mulyani telah meminta Bea Cukai membebaskan barang tersebut karena merupakan hibah.

Selain itu, ada pengiriman action figure yang viral usai seorang influencer protes di media sosial.

Menurut Sri Mulyani, kasus ini mirip-mirip dengan pungutan bea masuk sepatu. Ia paham bahwa barang tersebut merupakan hadiah dari perusahaan robot. Akan tetapi, ia menyebut nilai barang yang dilaporkan oleh perusahaan jasa kiriman lebih kecil dari harga sebenarnya.

"Bea Cukai dalam hal ini melakukan koreksi sehingga kemudian muncul kewajiban bea masuknya dan ini telah diselesaikan pembayaran oleh yang bersangkutan," katanya.

Lantas di mana letak permasalahan hingga membuat kasus-kasus tersebut terjadi dan membuat Bea dan Cukai dikritik?

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan kasus-kasus tersebut terjadi karena banyak oknum Bea dan Cukai yang nakal. Mereka, menurut Trubus, memanfaatkan kelemahan aturan demi mendapatkan keuntungan pribadi.

"Misalnya Bea Cukai sering melihat barang ini mewah, sebenarnya jumlahnya tak seberapa tapi dia kemudian masukkan itu sebagai barang yang harus kena pajak tinggi. Jadi seperti menakut-nakuti sebenarnya kepada pemilik barang," katanya kepada  Senin (29/4).

Trubus mengatakan banyaknya oknum nakal di DJBC tak terlepas dari lemahnya pengawasan internal di dalam lembaga itu sendiri. Menurutnya, pengawasan terhadap pegawai DJBC sulit ditegakkan karena dilakukan secara internal.

"Bea Cukai pengawasannya ya ada di internal dia sendiri. Itu lah jadi masalah kan, karena enggak mungkin jeruk minum jeruk," katanya.

Karena itu, Trubus menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk bertindak tegas kepada DJBC sehingga benar-benar melakukan pelayanan dengan baik.

Selain itu, ia menilai instansi lain perlu dilibatkan seperti Kementerian Perdagangan dalam mengawasi masuk dan keluarnya barang dari dan ke luar negeri.

Kendati demikian, Trubus menilai masalah tidak hanya terjadi karena DJBC sendiri. Menurutnya, banyak importir yang bermain dengan mekanisme self assessment di mana mereka tidak menyampaikan harga barang tidak sesuai.

"Skemanya harus dibuat lebih transparan lagi. Ini masalahnya lemahnya penegakan aturan," katanya.

Puncak Gunung Es

Senada, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan keluhan masyarakat yang viral belakangan hanya puncak gunung es dari dari berbagai kekurangan Bea Cukai dalam memberikan pelayanan selama ini.

Bagi pemerintah terutama Kemenkeu, sambungnya, munculnya keluhan-keluhan tentu harus dijadikan sebagai momen pembenahan, baik secara internal maupun secara pelayanan. Pasalnya, pelayanan yang kurang baik adalah gambaran dari kondisi internal yang juga kurang baik.

Karena itu, Ronny mengatakan tata kelola atau governance dari Bea Cukai merupakan kunci utama sebelum melakukan perbaikan pelayanan. Kemenkeu harus mengidentifikasi akar masalah dalam memasukkan nilai pengenaan bea cukai yang kurang tepat.

"Apakah karena human error, kesengajaan, atau karena memang aparat Bea Cukai yang kerja secara asal-asalan," katanya.

Karena bagaimanapun, sambung Ronny, Bea Cukai adalah salah satu ujung tombak Indonesia dalam perdagangan dan pergerakan barang lintas batas. Imbasnya jika pelayanan Bea Cukai tidak beres maka berdampak buruk bagi perdagangan internasional atau impor Indonesia.

Oleh sebab itu, pengawasan kinerja harus diperbaiki, standar etika kinerja harus ditingkatkan, dan partisipasi publik dalam mengawasi kinerja DJBC harus dipermudah.

"Sehingga Bea Cukai tidak perlu menunggu viral di media sosial terlebih dahulu untuk mendapatkan feed back," katanya.

Untuk memperbaiki kondisi internal DJBC, Ronny mengatakan tidak menutup kemungkinan perlu dilakukan pergantian pucuk pimpinan dengan mendudukkan sosok yang lebih mampu melakukan reformasi birokrasi di tubuh institusi tersebut.

Ronny mengatakan saat ini adalah waktu tepat bagi Kemenkeu untuk membenahi Bea dan Cukai secara serus.

"Ini bisa menjadi salah satu ajang bagi Sri Mulyani untuk meninggalkan legasi reformasi birokrasi di Ditjen Bea Cukai," katanya.(han)