Pendidikan Dimulai dari Pendidik

Oleh: Dr. Dra. Yuli Christiana Yoedo, M.Pd.

Nov 11, 2023 - 19:17
Pendidikan Dimulai dari Pendidik

Dalam satu pelatihan nasional dosen baru ada pertanyaan menarik dari seorang peserta. Dosen ini  menanyakan cara memberikan penilaian obyektif kepada mahasiswi yang cantik. Saya kaget sekali mendengar pertanyaan semacam itu. Bagaimana mungkin seseorang memutuskan diri menjadi pendidik jika tidak  dapat menguasai diri menghadapi murid yang cantik.

Hal menarik lainnya terjadi di pelatihan online yang saya adakan bersama mahasiswa. Seorang guru merokok dengan enaknya selama pelatihan. Bukan hanya saya yang kaget. Mahasiswa juga kaget. “Kenapa ya Bu, guru itu merokok selama pelatihan? Nggak sopan kan? Gimana muridnya kalau gurunya kayak gitu?”

Kedua hal ini semakin mengokohkan keyakinan saya dalam mendidik mahasiswa calon guru. Saya percaya bahwa pendidikan dimulai dari pendidik. Sebelum mendidik murid, guru harus sudah terdidik lebih dahulu. Terdidik disini berlaku sampai ada perubahan pola pikir dan tingkah laku. Perubahan tersebut harus dipastikan terjadi ketika mereka menjalani pendidikan sebagai calon guru.  

Apakah pendidikan semacam ini dapat dilakukan? FKIP Universitas Kristen Petra (UKP) adalah salah satu fakultas yang melakukannya. Saya merupakan salah satu dosen tetap di sana. Saya akan menceritakan beberapa contoh pendidikan yang kami lakukan.

Selama proses pendidikan mahasiswa PGSD dan PGPAUD bukan hanya menerima teori. Mereka juga mengalami proses pembentukan kerohanian dan karakter. Tujuannya agar mereka mempunyai integritas Kristiani ketika menjadi guru nantinya.

FKIP UKP bertujuan menempa calon-calon guru Kristen sebagai ujung tombak dunia pendidikan. Strategi yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan iman Kristiani dan ilmu pendidikan. Pertumbuhan dalam iman Kristiani dan ilmu pendidikan harus terjadi bersamaan. 

Dosen wali banyak berperan dalam proses pembentukan tersebut selama 4 tahun. Mereka bukan hanya berperan di awal semester pada waktu perwalian. Mereka menemani mahasiswa melalui berbagai proses yang mahasiswa alami. Untuk melakukan tugas tersebut, dosen wali diperlengkapi dengan pelatihan konseling.

Ada banyak mahasiswa yang terpanggil untuk menjadi guru. Namun, mereka mempunyai luka batin berkaitan dengan masa lalu dan keluarga mereka. Inilah yang harus dituntaskan. Mahasiswa dibantu untuk menyembuhkan luka batin tersebut. Dengan demikian, mahasiswa akan menjadi lebih fokus untuk belajar.

Ada dampak negatif jika luka batin tersebut tidak disembuhkan ketika mereka menjadi guru. Mereka dapat melukai murid mereka. Bahkan, mereka dapat melukai kolega mereka.

Para dosen wali melayani mahasiswa sebagai praktek kasih mereka. Diharapkan mahasiswa juga akan mencontoh perilaku tersebut ketika mereka menjadi guru. Mereka bukan hanya mengajar tetapi mereka membagi hidup.

Proses membagi hidup dilakukan dengan berbagai cara. Mahasiswa mempunyai kesempatan untuk mengenal keluarga dosen wali. Ada banyak kesempatan bagi mahasiswa untuk mendengar pengalaman dosen wali. Mahasiswa mempunyai akses untuk berkomunikasi dengan dosen wali di luar jam kerja.

Seorang mahasiswa pernah menghubungi saya pukul 12 malam karena mempunyai masalah berat. Pesan WAnya menghentikan kerja lembur saya. Sayapun mendengarkan curhatannya dan membimbingnya untuk mencari solusi masalahnya. Saya bersyukur dia menjadi tenang. Pertemuan kami akhiri dengan doa supaya Tuhan Yesus membantunya. Sayapun melanjutkan kerja lembur saya untuk memenuhi target.

Mahasiswa ini tidak takut untuk menghubungi saya. Dia tahu saya tidak akan marah. Dia juga tahu bahwa saya tidak akan menganggapnya tidak sopan. Dia tahu saya tidak akan membiarkannya putus asa. Perhatian saya sebelumnya telah membangun kepercayaannya.

Perhatian juga diberikan berkaitan dengan kebiasaan buruk, kesehatan, kebersihan diri, relasi dengan teman dekat dan penampilan. Berbagai cara dilakukan untuk memantau mereka. Tujuannya untuk membantu mereka menjadi pribadi yang pantas untuk mendidik manusia lainnya.

Dalam menolong mahasiswa, dosen wali berkolaborasi dengan psikolog. Mahasiswa juga diberi kesempatan untuk berganti psikolog jika mereka tidak merasa terbantu. Dosen wali dan psikolog tentu saja berkolaborasi dengan Tuhan Yesus, sumber solusi. Manusia mempunyai keterbatasan untuk menolong manusia lainnya tetapi Tuhan Yesus tidak. Prinsip inilah yang ditanamkan dalam diri mahasiswa.

Dalam proses konseling, dosen wali dan psikolog mengajak mahasiswa untuk melibatkan Tuhan Yesus. Tujuannya adalah mahasiswa dapat mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus. Pengalaman seperti ini akan membantu mereka untuk dapat menyelesaikan masalah ketika mereka sudah tidak bersama dosen wali dan psikolog. 

Jika mahasiswa tidak bersedia untuk dididik, konsekuensi diberikan. Ada beberapa macam konsekuensi sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Mereka tidak diizinkan kuliah untuk sementara waktu. Mereka harus melayani di panti asuhan, panti jompo atau sekolah yang dipilihkan. Konsekuensi terberat adalah mahasiswa tersebut tidak diizinkan melanjutkan proses belajarnya.

Prinsip yang dipakai adalah pendidikan harus dimulai dari pendidik. Jika tidak mau berubah, pendidik tidak akan menjadi agen perubahan. Pendidik hanya akan menjadi agen pembuat masalah.

Pendidikan semacam ini masih diterapkan dan akan terus diterapkan di FKIP UK Petra. Semoga pola ini dapat membantu FKIP lainnya untuk bertumbuh. Pada akhirnya, kualitas calon guru di Indonesia dapat ditingkatkan.   (****)

 

Penulis adalah Dosen Tetap Prodi PGSD Universitas Kristen Petra sekaligus anggota Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Penyunting : Risa Triassanti, Pengurus PISHI , Dosen Universitas PGRI Ronggolawe Tuban