Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika

Ketika mendengar “matematika” tidak sedikit siswa yang merasa bulu kuduknya berdiri. Ketika mendengar matematika, terbayang kumpulan angka dan rumus. Matematika bak deretan angka tanpa makna yang membuat mata berkunang-kunang. Belajar matematika tak lepas dari sekumpulan rumus yang harus dihafal.

Jan 16, 2024 - 06:42
Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika
Dr. Rahaju, S.Pd., M.Pd.

Oleh: Dr. Rahaju, S.Pd., M.Pd.

 

Ketika mendengar “matematika” tidak sedikit siswa yang merasa bulu kuduknya berdiri. Ketika mendengar matematika, terbayang kumpulan angka dan rumus. Matematika bak deretan angka tanpa makna yang membuat mata berkunang-kunang. Belajar matematika tak lepas dari sekumpulan rumus yang harus dihafal.

Apakah anggapan, kesan, atau pendapat di atas salah? Pendapat di atas muncul berdasarkan pengalaman belajar siswa. Matematika yang dipelajari siswa pada umumnya berupa konsep dan masalah yang tidak terkait dengan kebutuhannya. Sebagai contoh, 317 + 289 = …; 521 ´ 30% = …; 0,5 + ½ + 20% = …. Jika siswa dapat menyelesaikan soal tersebut, untuk apa?

Kondisi pembelajaran di atas menganggap matematika sebagai alat siap pakai. Pembelajaran tersebut semakin menjauhkan siswa akan pentingnya matematika bagi kehidupannya. Semakin tidak memahami manfaatnya, siswa semakin tidak tertarik mempelajari matematika.

Pendekatan realistik hadir sebagai lawan dari anggapan bahwa matematika hanya sebagai alat siap pakai. Pendekatan realistik dikembangkan di Belanda pada tahun 1971 dengan istilah realistic mathematic education.  Pendekatan ini juga disebut mathematic in contex. Pendekatan realistik diadaptasi di Amerika Serikat tahun 1990, sedang di Indonesia mulai diperkenalkan di beberapa perguruan tinggi pada tahun 2001.

Pendekatan realistik didasarkan pendapat Freud yang memandang matematika sebagai suatu aktivitas. Pembelajaran matematika bukanlah proses transfer konsep matematika kepada siswa. Pada pembelajaran matematika, siswa tidak sekedar menerima konsep matematika yang diberikan guru.

Pendekatan realistik menuntut partisipasi aktif siswa. Siswa diberi kesempatan menemukan kembali konsep-konsep matematika. Konsep-konsep tersebut dieksplorasi dari masalah-masalah nyata, masalah yang sesuai dengan realitas. Oleh karena itu, pendekatan realistik selalu mengaitkan matematika dengan realitas.

Masalah kontekstual menjadi titik awal pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik. Masalah kontekstual atau masalah yang dikenal sangat membantu siswa memahami masalah. Dengan demikian, siswa lebih mudah menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.

Pendekatan realistik juga menekankan pada proses konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Melalui penyajian masalah kontekstual, siswa akan mengalami sendiri seperti halnya ketika konsep matematika tersebut ditemukan. Hal ini selaras dengan tujuan pendekatkan realistik yaitu mengembangkan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur.

Salah satu contoh penerapan pendekatan realistik pada perkalian adalah menghitung banyak kaki meja. Guru menanyakan banyak kaki setiap meja yang ada di kelas. Setelah itu, guru meminta siswa menghitung banyak meja yang berada pada deretan terdepan. Jika setiap meja mempunyai 4 kaki, dan meja yang ada di deretan depan kelas sebanyak 3, berapa banyak kaki meja tersebut?

Siswa dapat menentukan banyak kaki meja dengan cara mencacah satu per satu kaki meja. Kemungkinan, ada siswa yang menghitung dengan cara 4 + 4 + 4 = 12. Siswa yang lain mungkin akan menyelesaikan dengan cara 3 ´ 4 = 12. Guru diharapkan menghargai cara yang ditempuh siswa untuk menyelesaikan masalah dan mengarahkan siswa menemukan konsep perkalian. Guru tidak boleh langsung menjelaskan bahwa masalah tersebut diselesaikan dengan konsep perkalian 3 ´ 4 = ….

Masalah persentase juga menarik disajikan secara realistis. Sebagai contoh, siswa bermaksud membeli sepatu di salah satu mall. Harga sepatu adalah Rp 240.000,00. Karena menjelang tahun baru, mall tersebut memberikan diskon sebesar 20%. Jika siswa membawa uang sebesar Rp 200.000,00, apakah dia bisa membeli sepatu tersebut? Masalah seperti ini akan menarik untuk diselesaikan karena berhubungan dengan kebutuhan siswa.

Pembelajaran dengan pendekatan realitsitk memiliki beberapa kelebihan berikut. Pertama, menjelaskan hubungan dan kegunaan matematika dalam kehidupan nyata. Penyajian masalah nyata secara langsung akan menunjukkan peran pengetahuan matematika dalam menyelesaikan masalah yang dialami siswa.

Kedua, memberikan pengertian bahwa matematika dapat dikembangkan sendiri oleh siswa. Dalam hal ini, siswa dapat memilih penyelesaian masalah dengan cara yang dipahaminya. Tidak semua masalah matematika harus langsung diselesaikan dengan rumus, sehingga menimbulkan kesan bahwa matematika adalah kumpulan rumus. Siswa yang kesulitan menghafal rumus akan menyerah.

Ketiga, memberikan contoh konkrit bahwa penyelesaian suatu masalah tidak harus tunggal. Artinya, banyak cara untuk menyelesaikan suatu masalah. Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, tidak harus sama dengan jawaban semua siswa. Cara penyelesaian siswa juga tidak harus sama dengan yang dilakukan guru. 

Keempat, konsep yang dipelajari mudah diingat siswa. Konsep-konsep matematika ditemukan oleh siswa sendiri. Hal ini akan menetap lama dalam ingatan siswa, sehingga siswa tidak harus menghafal semua prosedur penyelesaian masalah.

Kelima, membuat siswa lebih aktif dan kreatif. Pembelajaran dengan pendekatan realistik menempatkan siswa sebagai pusat belajar. Karena itu, siswa harus aktif selama pembelajaran. Selain itu, pendekatan realistik memberi kesempatan siswa mengembangkan kreativitasnya dalam menyelesaikan masalah.

Pendekatan realistik juga mempunyai kekurangan. Salah satu kekurangannya adalah penerapan pendekatan ini membutuhkan banyak waktu. Siswa memerlukan waktu yang tidak sedikit ketika proses konstruksi pengetahuannya. Oleh karena itu, guru harus sabar membimbing siswa dalam menemukan konsep. Guru harus dapat menahan diri untuk tidak tergesa-gesa memberi penjelasan ketika siswa sedang berusaha menemukan konsep.

Kekurangan lainnya adalah memerlukan persiapan yang matang. Tidak mudah untuk memilih dan menyusun masalah-masalah kontekstual yang akan digunakan untuk mengawali pembelajaran kontekstual.  Oleh karena itu, guru harus benar-benar memilih masalah dan mengenal siswa agar dapat menyajikan masalah yang realistik bagi siswa.

Penerapan pendekatan realitistik diharapkan mengubah pandangan negatif terhadap pembelajaran matematika. Pendekatan realistik menempatkan matematika sebagai alat berpikir logis. Agar penerapan pendekatan realistik berhasil, guru harus mengantisipasi kekurangan yang akan terjadi. Perlu diingat bahwa tidak ada satu pendekatan pembelajaran yang sempurna untuk mengajarkan semua materi.

Dr. Rahaju, S.Pd., M.Pd. adalah Dosen Prodi Pendidikan Matematika. Universitas PGRI Kanjuruhan Malang. Tulisan ini disunting oleh Dr. Sulistyani, M.Pd., dosen Universitas Nusantara PGRI Kediri dan anggota PISHI.