Mengaitkan Banjir Demak dengan Laut Purba Berwujud Selat Muria

"Benarkah Selat Muria Akan Hidup Kembali?" tulis akun @nuruzzaman2 disertai gambar perbandingan zona banjir dan Selat Muria di era kuno, Selasa (19/3). Unggahan ini dikomentari ratusan kali dan mendapat belasan ribu likes.

Mar 22, 2024 - 08:11
Mengaitkan Banjir Demak dengan Laut Purba Berwujud Selat Muria

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Lautan sempit yang telah lama hilang, Selat Muria, diungkit kembali usai banjir besar di sekitar Demak dan sekitarnya. Simak deret studi ilmiahnya.

Sejumlah wilayah di Jawa Tengah, mulai dari Demak, Pati, Kudus, Jepara, hingga Semarang mengalami banjir parah selama beberapa terakhir. Di tengah kondisi itu, viral sejumlah unggahan di media sosial soal Selat Muria.

"Benarkah Selat Muria Akan Hidup Kembali?" tulis akun @nuruzzaman2 disertai gambar perbandingan zona banjir dan Selat Muria di era kuno, Selasa (19/3). Unggahan ini dikomentari ratusan kali dan mendapat belasan ribu likes.

Studi antropologi oleh De Graaf dan Pigeaud (1985), serta sejarawan Prancis Lombard (1996) mengasumsikan bahwa gunung Muria sebelumnya merupakan pulau yang terpisah dari pulau Jawa. Pada periode sebelum abad ke-17 kedua pulau dipisahkan oleh sebuah selat.

Lombard menjelaskan kota-kota tua seperti Demak, Jepara, Kudus, Pati, Juwana, dan Rembang merupakan pelabuhan-pelabuhan utama yang penting di sepanjang wilayah pesisir utara selat Muria yang memisahkan Jawa dan Muria.

Pada periode abad ke-16, kota-kota pelabuhan ini merupakan jalur pelayaran pintas yang menghubungkan Demak di bagian barat Muria dengan Pati-Juwana di bagian timur Muria, dan memainkan peran penting dalam masalah ekonomi, politik, dan wilayah pada era Pangeran Trenggana (1504-1546).

Lombard sendiri menggambarkan gunung Muria yang memiliki ketinggian 1.602 meter sebagai sebuah pulau.

De Graaf dan Pigeaud berspekulasi bahwa muara Sungai Lusi atau Serang terletak di selat Muria yang sangat dangkal di sepanjang Demak, Pati dan Juwana yang memisahkan Jawa dan Muria.

Dikutip dari studi Agus Hartoko (2017) bertajuk Rekonstruksi dan Penemuan Fosil Terumbu Karang dan Moluska Purba Berbasis Data Satelit di selat Muria-Jawa Tengah, Indonesia, De Graaf dan Pigeaud menyebut selat Muria mengalami pendangkalan berangsur-angsur setelah abad ke-17.

Kapal pun tidak dapat lagi berlayar di jalur tersebut. Kapal-kapal kecil hanya dapat melintas ketika musim hujan terjadi.

Satu-satunya sungai yang tersisa untuk kapal berlayar adalah Sungai Serang yang bermuara di pantai Jepara hingga abad ke-18, di mana perahu dapat berlayar hingga ke wilayah Godong (sekarang dikenal sebagai Kabupaten Grobogan).

Studi ini juga mengungkap kubah Patiayam di Kudus yang menunjukkan hubungan eko-geologi vertikal dari sedimen air tawar organik tinggi dan sedimen laut koralin dengan fosil moluska air tawar dan laut.

Zona ini dikenali sebagai bagian utara selat Muria dimana fosil terumbu karang pesisir dan banyak fosil moluska ditemukan, seperti Tridacna.sp, Cassis tuberosa, Tonna allium, Haliotis asinine.

Penjelasan tentang selat Muria juga terdapat dalam studi R. Siti Rukayah (2018) yang bertajuk Semarang Kota Pesisir Lama. Studi ini menjelaskan bagaimana Semarang dan Demak di masa lampau hadir berdampingan sebagai kota pesisir.

Pelabuhan kesultanan Demak diketahui sebagai bandar internasional telah ada sejak 1475, dan kala itu kapal-kapal asing melalui selat Muria untuk mencapai Tuban.

Semarang di masa lampau merupakan kota bawahan kesultanan Demak. Kapal-kapal dagang dari Semarang umumnya mengambil jalan pintas melewati Demak untuk berlayar ke Rembang.

Salah satu bukti perjalanan Semarang dan Demak melalui jalur laut adalah berita sejarah tentang pengiriman kayu untuk pembangunan masjid Demak yang dialirkan dari kali Semarang menuju laut Jawa hingga ke Demak.

Hilangnya Selat Muria

Cekungan Demak yang merupakan bagian dari selat Muria awalnya berupa cekungan yang berisi air laut yang diapit oleh tiga pegunungan, yaitu Pegunungan Muria, Pegunungan Kendeng, serta Pegunungan Rembang.

Cekungan ini mulai terisi oleh limpahan material hasil erupsi vulkanik Gunung Muria dan juga dari proses denudasional Pegunungan Kendeng yang membawa pasokan materialnya dan diangkut melalui sungai yang bermuara di cekungan Demak.

Dalam sebuah paper yang diterbitkan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dijelaskan bahwa di sebelah tenggara Demak terdapat jalur patahan besar yang memanjang hingga memotong pantai Glagap.

Peta lawas karya De Graaf (kiri atas) dan model rekonstruksi spasial data satelit serta fase sedimentasi Selat Muria dan garis pantai kuno (kanan bawah). (dok. Agus Hartoko dkk dari Jurnal Researchgate)
Jalur patahan tersebut kemudian menjadi suatu zona lemah yang menjadi aliran Sungai Tuntang yang mengalir hingga Demak.

Dari sungai inilah material sedimen banyak dipasok. Jika musim hujan tiba dan sungai meluap akan terbentuk sebuah tanggul alam hasil endapan banjir tersebut.

Adanya jalur patahan yang dialiri Sungai Tuntang yang bermuara di Glapan dan Sungai Gelis yang bermuara di Kudus (sekarang) membuat pertambahan laju sedimentasi di daerah ini sedemikian cepat.

Alhasil, pada muara sungai terbentuk tumpukan material sedimen yang kemudian berkembang menjadi delta. Terbentuknya patahan radial yang kemudian dialiri Sungai Gede menyebabkan di daerah Welahan juga terbentuk endapan delta.

Material sedimen banyak terakumulasi karena aliran sungai tertutup oleh endapan erupsi vulkanik yang kemudian menutup arah aliran sungai sehingga material sedimen tidak dapat diteruskan ke laut tetapi mengendap di muara sungai yang berkembang menjadi delta Welahan.

Kemudian, delta Tuntang terbentuk lebih cepat dibanding dengan delta Kudus. Hal ini disebabkan karena delta tersebut mendapat pasokan material dari Sungai Tuntang, dan juga mendapat pasokan material sedimen dari Sungai Lusi yang memiliki aliran cukup besar.

Daerah Demak sekarang dapat dikatakan merupakan hasil perkembangan dari Delta Tuntang, Delta Welahan, dan Delta Kudus.

Pengendapan ini, yang menghilangkan selat Muria disebut berdampak pada kemunduran kesultanan Demak yang berbasis kerajaan maritim. Pasalnya, wilayah pelabuhan Demak menjadi sepi dari kapal dagang imbas hilangnya jalur strategis tersebut.(han)