Usai Pungli di Rutan, Kini Pegawai KPK ‘Ketahuan’ Tilap Uang Dinas hingga Rp550 Juta

Sumber ini juga membeberkan pelbagai modus yang digunakan NAR untuk menilap uang perdin, seperti menambahkan jumlah unit mobil yang disewa di daerah saat Satgas Penindakan melakukan penyidikan kasus Bupati Probolinggo dan kawan-kawan.

Jun 30, 2023 - 04:28
Usai Pungli di Rutan, Kini Pegawai KPK ‘Ketahuan’ Tilap Uang Dinas hingga Rp550 Juta

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Kasus penggelapan uang perjalanan dinas (perdin) oleh pegawai KPK berinisial NAR disebut bermula saat Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK menangani kasus dugaan korupsi Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan kawan-kawan pada Agustus 2021.

Puput bersama suaminya, Hasan Aminuddin, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin, 30 Agustus 2021 dini hari. Suaminya merupakan mantan Bupati Probolinggo dua periode (2003-2008 dan 2008-2013) sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi NasDem.

"Kejadian ini [penggelapan uang perdin] saat Satgas menangani kasus Bupati Probolinggo akhir 2021-2022," ujar sumber CNNIndonesia.com yang mengetahui peristiwa tersebut melalui pesan tertulis, Selasa (27/6).

Penanganan kasus tersebut membuat Satgas Penindakan KPK 14 kali berkunjung ke daerah tersebut. NAR, kata sumber, kemudian menggelembungkan anggaran sekitar RP20 juta-Rp40 juta setiap kali perjalanan dinas.

Sumber ini juga membeberkan pelbagai modus yang digunakan NAR untuk menilap uang perdin, seperti menambahkan jumlah unit mobil yang disewa di daerah saat Satgas Penindakan melakukan penyidikan kasus Bupati Probolinggo dan kawan-kawan.

"Seperti mobil yang disewa Satgas sebanyak empat unit untuk waktu lima hari, lalu oleh yang bersangkutan [NAR] pada laporan pertanggungjawaban keuangan kegiatan dilaporkan unit yang disewa sebanyak enam unit selama tujuh hari," imbuhnya.

Sumber kemudian berujar NAR juga menambahkan nama-nama pegawai yang melakukan perdin di luar surat tugas yang ada. Selanjutnya NAR juga memanipulasi jumlah tiket pesawat dan pegawai yang berangkat.

"Modus yang sama juga dilakukan terhadap bill hotel saat Satgas melakukan perjalanan dinas," ungkapnya.

"Semua laporan perjalanan dinas wajib ditandatangani Kasatgas dan juga disetujui Bendahara Kedeputian Penindakan. Artinya, main tanda tangan mereka tanpa di-review terlebih dahulu," tandasnya.

Sumber ini menjelaskan kasus ini terjadi lantaran sistem pembayaran di KPK berubah dari semula at cost menjadi lump sum.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa menyampaikan kasus ini terungkap dari atasan NAR yang melaporkan ke Inspektorat KPK.

Berdasarkan temuan awal, NAR yang merupakan Admin pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK diduga menggelapkan uang perdin sejumlah Rp550 juta dalam kurun satu tahun.

"Inspektorat selanjutnya melakukan serangkaian pemeriksaan dan perhitungan dugaan kerugian keuangan negara dengan nilai awal sejumlah Rp550 juta dalam kurun waktu tahun 2021-2022," ujar Cahya dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (27/6).

Atas bukti permulaan tersebut, Cahya menyatakan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) telah melaporkan NAR atas dugaan tindak pidana korupsi kepada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

"Bersamaan dengan proses tersebut, oknum dimaksud telah dibebastugaskan untuk memudahkan proses pemeriksaannya. Sekretaris Jenderal juga akan melaporkan dugaan pelanggaran etik tersebut kepada Dewan Pengawas KPK," terang Cahya.

KPK Periksa 15 Pegawai Terkait Dugaan Pungli Rp4 M di Rutan

Sebelumnya, KPK memeriksa 15 pegawai yang diduga melanggar disiplin soal kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK.

Hal itu dikonfirmasi Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.

"Untuk pemeriksaan disiplin pegawai yang terkait pungli di rutan itu KPK saat ini sudah memeriksa 15 orang oleh tim pemeriksa disiplin pegawai yang terdiri dari Inspektorat, Pejabat Pembina Kepegawaian dan atasan langsungnya," ujar Ali di Gedung KPK, Selasa (27/6).

Ali menjelaskan penyelidikan pidana mengenai pungli di rutan KPK masih berjalan hingga saat ini.

Tim penyelidik, jelas dia, sedang mendalami perbuatan tersebut untuk masuk kategori suap, gratifikasi, atau pemerasan jabatan. Sebab, Ali menyebut pemerasan dalam jabatan termasuk tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut, lembaga antirasuah juga melakukan evaluasi sistem tata kelola di rutan. KPK turut menyatakan sudah bersurat dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk asistensi pengelolaan rutan.

"Kami dalam rangka evaluasi terhadap tata kelola rutan cabang KPK juga sudah berkirim surat kepada Kementerian Hukum dan HAM terkait asistensi pengelolaan rutan,"

"Termasuk juga diskusi lebih lanjut terkait dengan analisis kebutuhan SDM karena di Kementerian Hukum dan HAM banyak SDM yang memahami betul pengelolaan rutan," jelas Ali.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta pembersihan di KPK setelah muncul kasus dugaan pemerasan petugas rutan kepada keluarga tahanan. Ia pun meminta KPK mengusut dugaan pemerasan yang dilakukan petugas Rutan tersebut.

"Jangan sampai justru KPK melakukan upaya pemberantasan korupsi tapi di dalam sendiri justru terjadi (praktik korupsi). Ini tentu harus lebih dulu dibersihkan," kata Ma'ruf di Gunungkidul, DIY, Selasa (27/6).

Terpisah, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya sudah mencopot puluhan pegawai rutan dari jabatannya terkait kasus pungli di rutan KPK.

"Sudah kami nonjobkan, puluhan kok," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (26/6).

Dia memastikan lembaga antirasuah akan bersih-bersih usai terungkapnya kasus pungli itu ke publik.

Dewan Pengawas (Dewas) KPK meminta pimpinan lembaga antirasuah ini untuk menindaklanjuti temuan Dewas soal pungli di rutan KPK yang jumlahnya mencapai Rp4 miliar pada periode Desember 2021-Maret 2022, Senin (19/6) lalu.

Adapun Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebut pungli itu terhadap para tahanan di rutan KPK. Sejumlah bentuk pungli berupa setoran tunai hingga transaksi yang melibatkan rekening pihak ketiga.(han)