Ragam Genre Puisi Berjudul atau Tak Berjudul
Gatot Sarmidi
Ada dan tidak adanya judul puisi terkadang menjadi pertanyaan dalam pembelajaran menulis puisi. Dalam konteks ini, ada saja siswa atau mahasiswa bertanya haruskah puisi diberi judul? Berbagai jawaban bisa memberikan alternatif. Ada puisi yang harus diberi judul dan ada juga puisi yang tidak perlu judul.
Pada beberapa puisi, jenis puisi sudah sekaligus memberikan judul dari puisi itu. Misalnya, dari beberapa genre puisi tradisional Jawa ada tembang dan suluk. Dari beberapa nama tembang Macapat, judulnya didasarkan pada jenisnya, misalnya tembang Mijil, Pucung, Asmaradana, Gambuh, Durma, Dandanggula, Pangkur, Maskumambang, Megatruh, Kinanti, dan Sinom. Kemudian untuk tembang Tengahan, misalnya Juru Demung, Balabak, dan Wirangrong. Sementara pada suluk dan sendon diberi judul berdasarkan ragamnya. Begitu juga pada genre tembang dolanan, sebagian besar ada judulnya, misalnya pada tembang Gugur Gunung, Kupu Kuwi, Jamuran, Cublak-cublak Suweng, dan Sluku-sluku Batok. Begitu pula di Bali terdapat genre gending rare atau sekar rare yang juga diberi judul, misalnya Jangi Janger, Meong-meong, Ratu Anom, Pul Sinonge, Maplayanan, Putri Cening Ayu,Mejangeran, Juru Pencar, dan Medadong Dauh.
Tembang dolanan dan gending rare merupakan puisi rakyat. Kedua genre puisi itu sekaligus menjadi nyanyian rakyat (folksong). Keduanya sering digunakan secara bersama-sama oleh anak-anak. Bedanya, tembang dolanan mengguna ragam bahasa Jawa dan gending rare menggunakan ragam bahasa Bali. Keduanya merupakan genre lagu yang bernuansa permainan dan memiliki ciri bahasa yang sederhana, dinamis, dan riang. Keduanya disajikan untuk anak-anak sehingga mudah digunakan dalam suasana bermain, bergembira, dan menyenangkan. Berikut contoh gending rare berbahasa Bali berjudul Curik-curik dan lagu dolanan anak berbahasa Jawa berjudul Gajah-gajah.
Curik-curik
Curik curik sementla alang-alang
boko-boko tiang meli pohe
Aji satak aji satus keteng
Mara bakat anak bagus peceng enjok-enjok
Gajah-Gajah
Gajah-gajah, kowe takkandhani jah
Mata kaya laron kuping ilir amba-amba
Kathik nganggo tlale
Buntut cilik tansah kopat-kapit
Sikil kaya bumbung
Sasolahmu megang-megung
Beberapa puisi tradisional Jawa atau puisi Melayu dan puisi-puisi yang tersebar di Nusantara yang lain tidak diberi judul. Puisi-puisi yang tidak diberi judul itu, misalnya syair, parian dan mantra. Sering ditemui, puisi-puisi tanpa judul itu memiliki pola tertentu. Jenis puisi-puisi tidak berjudul tersebut memiliki nama dari segi isi atau fungsinya, contohnya syair pendidikan, mantra pengasihan, mantra penglaris. Berikut contoh syair pendidikan.
Dengarlah para anak muda
Rajinlah belajar sepanjang masa
Ilmu itu tak akan habis dieja
Untuk bekal sepanjang usia
Ke sekolah luruskan niatmu
Tekadkan hati mencari ilmu
Tak ada rugi belajar tiap waktu
Supaya baik masa depanmu
Puisi tanpa judul yang lain dapat kita perhatikan pada haiku, senryu, atau tanka. Puisi-puisi itu tidak ada judulnya tapi jenisnya itu sudah sekaligus memberikan judul. Puisi yang dibicarakan di sini merupakan beberapa puisi yang sudah memiliki pola tertentu, misalnya pola untuk tembang dengan mengenal patokan meliputi guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan. Pola untuk haiku dan senryu sama, dengan adanya ketentuan jumlah baris, jumlah suku kata tiap baris, di Indonesia diakronimkan dengan lituli sebuah genre mengadaptasi haiku atau senryu., yaitu 5-7-5. Perbedaannya haiku memiliki kigo dan kireji, sementara senryu tanpa kigo. Demikian juga dengan tanka yang memiliki jumlah baris 5. Berikut contoh haiku, senryu, dan tanka.
tidak lelahkah
mengaum bagai macan
hei kucing liar !
#Senryu
Senryu dalam bahasa Indonesia ditulis oleh Tanpopo Anis dimuat di grup facebook New Haiku Indonesia. Senryu Tanpopo Anis diberi komentar oleh Agung dengan senryu dalam bahasa Jawa
kucinge nggereng
rumangsa mbahe macan
gak waleh-waleh
#Senryu
Ini contoh haiku dalam bahasa Indonesia ditulis oleh Sudarmanto Salamun dan haiku dalam bahasa Italia serta terjemahan dalam bahasa Jawa oleh Roza Lopes grup facebook New Haiku Indonesia
kucinge nggerengrumangsa mbahe macan
gak waleh-waleh
#Haiku
En plena ópera
dentro de un flautín
canta un grillo
#Haiku
Ing tengah-tengah opera
ning jero suling
sing ana jangkrik
Ini contoh pantun dalam bahasa Indonesia ditulis oleh Gunawan Achmad di grup facebook Pantun Indonesia.
Di pekarangan ditanam mengkudu
Mengkudu dibuat obat-obatan
Sungguh besar hikmah berwudlu
Bisa menjaga kebersihan badan #124
Ada lalapan enak makan
Lalapannya si buah petanang
Jika budaya berbagi digalakkan
Semua masyarakat akan senang #125
Gadis desa tersenyum merekah
Senyum mereka di waktu pagi
Jika ingin selalu bersedekah
Pisang setandan pun bisa berbagi #126
Ke pasar membeli mentega
Mentega dioleskan pada roti
Tidak baik hidup bertetangga
Kalau ada sifat iri hati #127
Pergi ke pasar bolak-balik
Mencari pempek lupa cuka
Enak bertetangga selalu baik
Bisa saling beri makanan berbuka #128
Sebenarnya, judul sangat penting pada puisi. Penulis memberikan judul pada puisi bersifat manasuka. Bahkan, judul sekaligus menjadi bagian dari hal penting dari puisi dan sifatnya wajib hadir untuk menandakan ciri dan identitas puisi sekaligus menjadi simbol dari puisi itu. Judul memiliki kunci dari daya tarik puisi. Judul yang baik memiliki tautan makna yang erat dengan isi puisi. Bahkan menjadi bagian dari isi puisi. Diksi puisi tergambarkan pada judulnya. Judul puisi bisa lugas dan bisa metaforis. Bisa terdiri atas satu kata atau beberapa kata.
Penulis:
Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia _Universitas PGRI Kanjuruhan Malang dan anggota Pishi bidang sastra. Tulisan ini telah disunting oleh Dr. Mu’minin, M.A Dosen STKIP PGRI Jombang dan Anggota Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).