Ketika Kehadiran Guru Tak Diharapkan

Ilustrasi di atas menunjukkkan bagaimana kehadiran dari seorang guru di kelas sangat tidak diharapkan. Para siswa merasa bosan dengan cara penyampaian pelajaran yang dilakukan oleh gurunya. Bisa jadi para siswa akan bersorak kegirangan ketika mendengar gurunya tidak masuk kelas. Bagi siswa lebih baik mereka bermain sendiri daripada mendengarkan guru mereka yang berceramah selama 2 jam pelajaran.

Nov 26, 2022 - 17:18

 

Oleh: Taufan Hadi, M.Pd.

 

Pagi itu, sebelum mengakhir pelajaran, seorang siswa iseng bertanya kepada saya,

“Pak, apa ibu guru kewirausahaan ada ?” tanya siswa. “Ya,“ jawab saya. “Waaaa,” spontan siswa menjawab diikuti teman-teman yang lainnya dengan nada agak kecewa. “Ya Pak, jenuh karena kita bakal terus diceramahi selama  2 jam pelajaran. Belum lagi kalo ada kesalahan sedikit, kita pasti akan diomelin dan terus disalah-salahkan. Kita jadi tertekan Pak.”

Ilustrasi di atas menunjukkkan bagaimana kehadiran dari seorang guru di kelas sangat tidak diharapkan. Para siswa merasa bosan dengan cara penyampaian pelajaran yang dilakukan oleh gurunya. Bisa jadi para siswa akan bersorak kegirangan ketika mendengar gurunya tidak masuk kelas. Bagi siswa lebih baik mereka bermain sendiri daripada mendengarkan guru mereka yang berceramah selama 2 jam pelajaran.

Berdasarkan  informasi di atas dapat kita ketahui bahwa yang menjadi penyebab siswa cepat bosan terhadap pembelajaran itu antara lain guru terlalu lama berceramah di kelas, gaya penyampaian guru yang monoton, dan guru terkesan mudah menyalahkan siswa.

 

Hindari terlalu lama berceramah

Pada umumnya guru mampu berbicara dengan kecepatan 100 sampai 200 kata per menit. Bisa dibayangkan apabila guru tersebut berbicara selama 2 x 45 menit tanpa jeda. Kata-kata yang keluar dari mulut seorang guru bisa mencapai 200 x 2 x 45 = 18.000 kata. Tentunya akan banyak kata yang bisa disampaikan kepada siswa. Apabila dalam satu halaman kertas A4 bisa memuat 300 kata, maka dalam satu pertemuan pembelajaran seorang guru bisa menghasilkan 60 halaman.

Tetapi, dari kata-kata guru tersebut, berapa banyak kata yang dapat disimpan oleh siswa? Itu tergantung pada cara siswa mendengarnya. Apabila siswa berkonsentrasi dalam mendengar, maka siswa dapat menyimpan kata-kata separuh dari yang dibicarakan gurunya atau sekitar 50–100 kata per menit. Itu kalau siswa mampu berkonsentrasi secara terus menerus.

Berkonsentrasi terus-menerus untuk mendengarkan ceramah guru dalam jangka waktu yang lama bukan perkara mudah bagi siswa. Besar kemungkinan siswa tidak bisa konsentrasi meskipun materi yang disampaikan sangat menarik. Ketika mendengarkan seorang guru yang berbicara terlalu lama, siswa cenderung menjadi jenuh dan pikiran mereka melayang entah ke mana.

Menurut beberapa penelitian, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran berceramah, siswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu pelajaran. Siswa hanya mampu mengingat sekitar 70% dalam sepuluh menit pertama, sedangkan dalam 10 menit terakhir, siswa hanya mampu mengingat sebesar 20% dari materi pelajaran.

Oleh karena itu, seorang guru dalam berceramah perlu mengatur jeda ceramah. Hindari berceramah secara berkepanjangan. Apalagi gaya bicara nerocos kepada siswa dalam waktu yang tidak singkat. Siswa akan cepat bosan dan tidak menunjukkan rasa ketertarikan terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru.

Selain mengatur jeda, apabila diperlukan guru perlu membuat berbagai variasi pembelajaran. Siswa akan menyukai cara penyampaian guru yang lebih bervariasi. Batasi berceramah paling lama hanya 30 menit saja dan selingi dengan berbagai variasi. Setelah diselingi variasi, baru kemudian guru bisa berceramah kembali. Bisa juga guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan menantang bagi siswa terkait dengan materi pelajaran yang telah disampaikan.

 

Gaya penyampaian jangan monoton

Guru yang menyampaikan materi pelajaran secara monoton menjadikan kecenderungan siswa cepat bosan. Siswa akan merasa jenuh terhadap penjelasan yang disampaikan gurunya. Akibatnya akan terjadi penolakan dari dalam siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru.

Sebagaimaan kita ketahui, setiap siswa mempunyai otak untuk menerima informasi dari gurunya. Otak siswa  tidak hanya berfungsi seperti video tape recorder. Informasi yang masuk akan secara terus menerus dipertanyakan. Otak siswa akan selalu mengajukan pertanyaan pernakah saya menerima informasi ini sebelumnya ? Di manakah informasi ini saya terima ?

Otak siswa perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan dengan apa yang diketahui melalui proses berpikir. Otak siswa perlu menguji informasi atau menjelaskannya kepada orang lain untuk dapat menyimpannya dalam ingatannya.Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.

Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan gaya penyampaian materi pelajaran kepada siswa. Apa yang akan terjadi ketika guru terlalu sering menggunakan penjelasan dengan disertai kalimat ungkapan, “Begini loh caranya.” Cara menyajkan informasi seperti ini akan mengakibatkan siswa tidak mendapatkan banyak hal baik dalam jangka waktu lama maupun sebentar.

Kegiatan proses belajar sebetulnya bukan hanya semata kegiatan menghafal saja. Informasi yang diterima siswa melelui penjelasan dari guru tidak akan lama masuk dalam ingatan siswa. Banyak hal yang didengar akan cepat hilang dalam ingatan siswa. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa memerlukan pemahaman dan mengolah kembali informasi yang masuk. Guru tidak bisa terus menerus mencekoki siswa dengan materi palajaran tanpa melakukan feed back kepada siswa untuk mengolah informasi materi pelajaran yang telah disampaikannya.

Penyampaian guru yang monoton, biasanya guru kurang memahami tentang gaya belajar siswa yang berbeda-beda. Guru terkesan menyamakan semua siswa adalah sama dalam cara menerima informasi yang disampaikan olehnya. Akibatnya guru senantiasa secara sadar atau tidak suka berceramah dengan panjang dan lebar tanpa memeperhatikan kebutuhan gaya belajar seluruh siswa.

Sebagai seorang guru, tentunya menyadari bahwa gaya belajar siswa ada berbagai macam dan tidak sama. Setiap siswa mempunyai keunikan sendiri dalam proses belajar. Guna memenuhi gaya belajar siswa yang berbeda-beda ini, maka seorang guru dalam menyampaikan materi pelajarannya dituntut untuk tidak monoton. Guru perlu menyampaikan materi secara runtut dan logis dengan mengakomodir ketiga macam gaya belajar yang dimiliki siswa-siswanya yaitu gaya belajar auditorial (belajar dengan mendengar), gaya belajar visual (belajar dengan melihat), dan gaya belajar kinestetik (belajar dengan gerak).

 

Hindari mudah menyalahkan siswa

Dalam pembelajaran, terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi ini merupakan bentuk komunikasi. Dengan komunikasi yang baik, tentunya pembelajaran akan baik pula. Guru dalam berkomunikasi dengan siswa perlu untuk memperhatikan kondisi siswa sehingga pembelajaran bisa berjalan efektif. Setiap bahasa dan tutur kata yang disampaikan guru akan diserap dan dingat oleh siswa. Oleh karenanya, guru harus senantiasa menggunakan bahasa yang mendidik dan menjauhkan dari bahasa yang kurang mendidik.

Dalam proses belajar mengajar, sebaiknya hindari penggunaan kata-kata yang terkesan menyalahkan siswa, seperti mengkritik, memberi label, menceramahi dan sebagainya. Misalnya, ketika seorang siswa mendapat nilai buruk saat ujian, maka tidak perlu langsung mengkritiknya dan melabeli dia dengan sebutan ‘bodoh’.

Jika ada kasus seperti itu, maka sebaiknya tanyakanlah penyebab mengapa ia mendapat nilai buruk. Karena kritik dan pemberian label seperti itu, hanya akan membuat siswa semakin merasa bersalah dan kehilangan kepercayaan diri. Guru lebih baik secara arif mendengarkan dan mencari solusi kenapa siswa bermasalah di dalam kelas.

Dalam berkomunikasi khususnya berkomunikasi dengan anak, ada beberapa cara tertentu yang bisa dilakukan oleh seorang guru, agar siswa lebih mudah memahami apa yang dimaksud oleh guru tersebut dan bukan hanya itu diharapkan setelah melakukan komunikasi dengan bijak antara guru dan siswa, bisa menumbuhkan perasaan lega dan senang dalam diri siswa.  

 

Taufan Hadi, M.Pd. adalah guru SMKN 1 Purwosari, Kab. Pasuruan dan Pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).