Pengusaha Beri Tanggapan Soal Aturan Uni Eropa yang Larang Masuknya Minyak Sawit Indonesisa

Pengusaha kelapa sawit menanggapi aturan Uni Eropa dalam Undang-undang Produk Bebas Deforestasi yang melarang masuknya minyak sawit Indonesia.

Pengusaha Beri Tanggapan Soal Aturan Uni Eropa yang Larang Masuknya Minyak Sawit Indonesisa
Kelapa Sawit(Foto: Istimewa)

NUSADAILY.COM - JAKARTA - Pengusaha kelapa sawit menanggapi aturan Uni Eropa dalam Undang-undang Produk Bebas Deforestasi yang melarang masuknya minyak sawit Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan pihaknya tidak cemas sama sekali atas aturan tersebut.

Dia meyakini pasar sawit akan terus tumbuh karena saat ini banyak industri membutuhkan minyak sawit.

“Pasar sawit itu akan tetap tumbuh karena ini kan basic need ya untuk makan, energi, industri. Jadi Indonesia ketakutan kehilangan Eropa? Tidak! Karena pasar yang lain akan terus tumbuh dengan baik,” ujar Joko Supriyono kepada awak media usai konferensi pers di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Menurut Joko, Indonesia seharusnya fokus untuk memperjuangkan masuknya sawit dalam perdagangan global karena kuota impor sawit dari negara-negara lain mengalami tren peningkatan.

Dia menyebut ada 10 negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia yakni China, India, Amerika Serikat (AS), Pakistan, Malaysia, Belanda, Bangladesh, Mesir, Rusia dan Italia. Bahkan, kebutuhan AS kini meningkat sangat tajam.

“AS sudah 2 juta lebih, padahal dulu cuma 400.000-an,” terang Joko.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga juga menekankan hal serupa. Ia mengatakan bahwa Indonesia tidak akan kehilangan pasar untuk sawit.

Menurut dia, hal itu karena minyak sawit Indonesia tidak bisa ditiru oleh minyak yang lain.

"Biarin saja. Palm oil punya spefikasi tertentu yang tidak bisa ditiru minyak lain. Cokelat saja itu cuma pake minyak sawit dia tidak bisa kerek market share 65 persen ditargetkan di dalam negeri harus diusahakan," cetusnya.

Oleh karena itu Sahat berharap agar Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) segera membuat regulasi yang tepat terkait perusahan-perusahan yang membuka pabrik di Indonesia. Dengan begitu, niscaya industri sawit dalam negeri akan tetap gagah meski diterpa larangan-larangan negara global.

"Kalau pabrik turunan sawit pindah sini diberi insentif. Sehingga produk hilir hdup dan nilai tambahnya tinggi. Jadi percayalah jangan terlalu khawatir dengan Uni Eropa. Kita tingkatkan saja produktifitas," tandasnya.

(roi)