MSDM dalam Perspektif UMKM
Oleh: Mohammad Dullah, S.E., M.M.
MANAJEMEN Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan alat komunikasi antara top management dan low management pada perusahaan atau organisasi sehingga berbagai hal terkait hubungan, koneksi, kontak, kontrak, dan korespondensi sudah tercantum di dalam buku karyawan (employee handbook) ataupun Standar Operasional Prosedur (SOP) di dalam perusahaan tersebut.
Pada dasarnya, manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi pokok mulai dari penarikan, pengelolaan, sampai pemberhentian karyawan dari kelas paling atas sampai paling bawah yang bertujuan menunjang berbagai aktivitas organisasi ataupun perusahaan di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan agar mencapai tujuan yang ingin dicapai secara efektif dan efisien.
Pada umumnya, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di dalam melaksanakan kegiatan manajemen sumber daya manusia berfokus kepada dua kegiatan utama, yaitu produksi dan pemasaran. Untuk kegiatan tersebut, para pelaku (owner) usaha kecil dan mikro ini melatih dan mendidik diri sendiri sekaligus karyawan yang bisa membuat dan memasarkan produk hasil olahan mereka tersebut.
Pemilik (owner) akan melakukan kegiatan pelatihan dan pengembangan secara mandiri dengan mengikuti pelatihan dan melihat tutorial yang banyak tersedia di media sosial, melakukan kegiatan trial and error sampai menemukan menu, olahan, dan produk yang memiliki kualitas yang baik. Setelah itu, mereka merencanakan proses penjualan atau pemasaran yang akan mereka lakukan. Biasanya para pelaku UMKM ini tidak melakukan survei kelayakan dan pesaing sehingga mereka jatuh bangun dan dapat berhasil karena belajar sambil bekerja dan konsisten di dalam melakukan kegiatan perbaikan, pelayanan, dan pemasaran.
Pelaku UMKM melakukan perekrutan karyawan yang dimulai dari keluarga atau lingkungan sekitar dengan tanpa melakukan seleksi terlebih dahulu. Akan tetapi, para calon karyawan ini akan ditraining secara mandiri di tempat usaha mereka dan kemudian secara lambat laun akan diberi tanggung jawab sesuai dengan kemampuan karyawan tersebut.
Pelaku UMKM akan kesulitan saat para pekerja sudah mulai mengenal produk yang mereka produksi dan sudah mulai ahli di dalam melakukan kegiatannya tersebut. Para karyawan ini cenderung kurang loyal karena jam kerja yang tetap dan penggajian yang dianggap tidak relevan dengan apa yang telah dilakukan. Biasanya mereka akan keluar (resign) dari pekerjaan tersebut dan membuat usaha yang sama.
Kegiatan ini yang terkadang dikeluhkan oleh para pelaku usaha, mereka kesulitan dalam menemukan pekerja. Apabila karyawan ini telah dianggap mahir bisa keluar dan menjadi pesaing pada usaha mereka sendiri. Tidak hanya itu, para pelaku UMKM ini tentu akan mencari karyawan baru dan mendidiknya sampai sesuai standar dengan ancaman yang serupa.
Pola perekrutan yang sama akan terjadi terus menerus sehingga para pelaku UMKM ini biasanya akan melakukan proses yang berbeda dengan memasukkan keluarga sebagai bagian kegiatan usaha mereka. Hal ini diyakini lebih efektif karena biasanya karyawan yang berasal dari keluarga sendiri lebih nyaman dan bisa diajak berkolaborasi dengan cepat untuk dapat memajukan perusahaan yang mereka rintis.
Pola dasar pemikiran pelaku UMKM yang memasukkan keluarga dalam perusahaan terkadang tidak bisa diterima di industri besar karena dianggap kurang profesional dan tidak tepat sasaran (tidak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan). Akan tetapi, fakta di lapangan perusahaan yang dirintis dari kecil sampai menjadi perusahaan yang besar akan didominasi oleh keluarga pada divisi-divisi penting di dalam organisasi tersebut.
Persoalan yang timbul pada model tersebut adalah apabila terdapat perbedaan kesepahaman terkait industri yang dijalani, misalnya manajemen keuangan dan rekruitmen yang kurang transparan serta kurang patuh terhadap aturan yang berlaku sering menjadi bara yang terpendam dan sesekali membesar di saat kondisi mulai tidak terkendali sehingga diperlukan sosok manajer yang kuat di dalam manajemen dan memiliki toleransi yang tinggi untuk dapat meredam berbagai konflik yang terjadi.
Simpulannya adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam melaksanakan kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) di dalam perusahaan tidak sepenuhnya mengikuti model yang telah ada. Akan tetapi, biasanya para pelaku usaha ini memiliki ciri sendiri dalam pengelolaan manajemen sesuai dengan industri yang dijalani sehingga para pendamping ataupun pihak akademisi dan pemerintah yang akan melakukan pendampingan ataupun kolaborasi harus melihat secara menyeluruh terhadap kondisi yang ada pada UMKM tersebut. (****)
Mohammad Dullah, S.E., M.M. adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Wisnuwardhana Malang dan pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd., Prodi PBI, FISH, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus PISHI.