Digital Fatigue Konsekuensi Era Digital

Oleh: Fatimah, S.Pd.I

Sep 12, 2023 - 01:06
Digital Fatigue Konsekuensi Era Digital

MUNAWAROH dalam bukunya Digital Fatigue bagi Kesehatan Fisik dan Mental menyatakan bahwa era digital membawa banyak manfaat dan kemudahan dalam hidup kita. Tanpa disadari, kita sering terjebak dalam penggunaan teknologi dan paparan terhadap berbagai platform digital seperti streaming video, media sosial, game online, e-commerce, dan aplikasi pesan instan. Penggunaan yang berlebihan dan tidak seimbang terhadap teknologi ini dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai digital fatigue atau kelelahan digital.  Digital fatigue adalah suatu kondisi kelelahan fisik dan mental yang disebabkan oleh pemakaian media digital secara berulang dan terus menerus hingga dapat berujung pada masalah kesehatan fisik dan mental.

 

 

Aulia dan Asbari dalam bukunya Bahaya Ditigal Fatigue pada Kesehatan Mental: Analisis Singkat Perspektif Rhenald Kasali menyatakan bahwa dampak digital fatigue pada kesehatan fisik antara lain: sering pusing dan migrain (sakit kepala), muncul rasa lelah yang berlebihan, meskipun sudah istirahat, mata jadi lebih sensitif terhadap cahaya, sering timbul rasa bosan dan malas bergerak, sering merasa lelah ketika dihadapkan dengan situasi yang berulang, dan timbul perasaan lelah jika dihadapkan dengan kegiatan digital, seperti zoom meeting, webinar, dan sebagainya. Otot dan sendi terasa nyeri, terutama di bagian leher, pundak, dan punggung.

 

Digital fatigue sebagai konsekuensi di era digital ini tidak bisa dihindari sepenuhnya. Kebiasaan penggunaan teknologi yang berlebihan tanpa kita sadari telah membuat kita tenggelam dalam digital fatigue yang mengancam kesehatan mental kita. Paparan terhadap teknologi yang berlebihan dapat menyebabkan stres dan gangguan kecemasan. Informasi yang terus menerus masuk melalui media sosial, game online yang viral dan trendi, e-commerce dengan promonya yang cukup menarik, tekanan untuk selalu terhubung, menanggapi pesan dan permintaan segera, serta aktivitas untuk memenuhi ekspektasi sosial online dapat meningkatkan tingkat stres dan kecemasan yang berlebihan.

 

Lebih lanjut, Dm dan Mardiana menyatakan bahwa salah satu contoh bentuk kecemasan karena media sosial tiktok yaitu seperti adanya kekhawatiran seseorang untuk tidak up to date terhadap apa yang terjadi yang disebut Fear of Missing Out yang merupakan kondisi seorang individu yang takut akan kehilangan informasi momen berharga tentang orang lain dengan keinginan untuk terus tetap berhubungan dengan orang lain melalui internet atau media sosial.

Lebih lanjut, Munawaroh menyatakan apabila terkena pancaran blue light akan mengurangi produksi hormon perangsang tidur atau melatonin. Saat hormon ini berkurang, rasa mengantuk pun juga berkurang. Paparan cahaya biru dari layar perangkat elektronik di malam hari, diterima tubuh kita sebagai sinyal bahwa masih siang hari dan menghambat produksi melatonin sehingga dapat mengganggu kualitas tidur kita dan mengganggu ritme tidur. Hal ini akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental yang berdampak negatif pada kesehatan kita secara keseluruhan.

 

Terlalu banyak menghabiskan waktu di dunia digital dapat menyebabkan isolasi sosial, perasaan kesepian, dan depresi. Kita mungkin merasa terhubung dengan orang lain melalui media sosial, tetapi sebenarnya kita bisa merasa semakin terisolasi secara sosial. Interaksi sosial langsung dengan orang lain dan hubungan pribadi yang sehat menjadi terabaikan karena terlalu fokus pada dunia digital. Penurunan kualitas hubungan interpersonal ini dapat memengaruhi kesejahteraan mental.

 

Digital fatigue dapat memengaruhi konsentrasi, produktivitas, dan kemampuan kita mengatasi stres. Akses informasi tidak terbatas yang diterima melalui media sosial dan internet dapat membuat pikiran kita terus-menerus terganggu dan sulit untuk fokus pada tugas-tugas penting atau bekerja dengan efektif. Terus menerus terpapar dengan informasi dan konten digital dapat menyebabkan kebosanan dan kehilangan minat terhadap aktivitas lain di luar teknologi. Hal ini dapat mengurangi motivasi untuk melakukan tugas sehari-hari.

 

Paparan konten digital yang berlebihan dapat memengaruhi kemampuan kita untuk mengontrol diri dan meningkatkan risiko kebergantungan. Hal ini memicu dorongan untuk terus memeriksa perangkat dan media sosial yang mengganggu kontrol diri kita. Kita mungkin merasa sulit untuk membatasi waktu penggunaan  teknologi dan tergoda untuk terus terhubung.

 

Media sosial sering menjadi tempat orang memamerkan kehidupan yang sempurna dan prestasi mereka. Mereka menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial dapat memicu perbandingan sosial yang merugikan kesehatan mental kita. Kita mungkin merasa rendah diri, tidak puas dengan diri sendiri, atau mengalami penurunan harga diri ketika membandingkan diri dengan orang lain.

 

DM & Mardiana dalam penelitiannya berpendapat bahwa intensitas pengunaan media sosial tiktok sangat berpengaruh dengan tingkat kecemasan bagi remaja. Kondisi ini karena seseorang akan selalu membandingkan-bandingkan dirinya dengan orang-orang yang dilihatnya di sosial media hingga mengakibatkan perasaan cemburu, tidak berkompeten, bahkan tidak puas dengan dirinya. Hal tersebut yang menciptakan situasi yang lebih buruk.

 

Sebagai konsekuensi era digital, digital fatigue memang tidak dapat dihindari sepenuhnya. Namun, kita masih dapat mengelola dan meminimalkan dampaknya dengan langkah-langkah yang bersifat preventif dan kuratif demi menciptakan keseimbangan dalam penggunaan teknologi. Menentukan batasan waktu harian untuk menggunakan teknologi adalah langkah pertama yang harus dilakukan. Pastikan untuk mengambil jeda reguler dari layar selama hari kerja atau sedang bersantai. Gunakan waktu ini untuk beristirahat, berolahraga, membaca buku, atau melakukan kegiatan yang tidak melibatkan teknologi. Selain itu, buat kebiasaan tidur yang sehat. Hindari penggunaan teknologi sebelum tidur dan pastikan mendapatkan tidur yang cukup untuk memulihkan energi.

 

Lakukan digital detox. Sesekali, luangkan waktu untuk beristirahat sepenuhnya dari teknologi. Matikan perangkat elektronik dan fokus pada kegiatan yang tidak melibatkan penggunaan teknologi. Hal ini dapat membantu mengurangi kebergantungan dan mengembalikan kontrol diri kita, menjaga keseimbangan antara kehidupan digital, dan kehidupan nyata. Berikan perhatian yang cukup pada interaksi sosial secara langsung, hubungan pribadi, dan aktivitas di luar dunia digital. Sediakan waktu untuk bertemu dengan teman dan keluarga, menghabiskan waktu di alam, atau mengejar hobi yang tidak melibatkan teknologi.

 

Sadari dampak negatif penggunaan teknologi yang berlebihan pada kesehatan mental kita. Perhatikan suasana hati, tingkat stres dan kualitas tidur. Jika merasa terbebani atau lelah,  beri waktu untuk istirahat dan memulihkan energi. Kurangi jumlah notifikasi yang diterima dari aplikasi dan media sosial. Atur preferensi notifikasi sehingga hanya menerima pemberitahuan penting atau yang benar-benar relevan. Hal ini dapat membantu mengurangi gangguan dan memungkinkan kita lebih fokus pada tugas-tugas penting.

 

Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat mengurangi dampak negatif digital fatigue sebagai konsekuensi dari era digital dan menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan kita. Penting untuk mengingat bahwa kita adalah pemegang kendali dalam menggunakan teknologi dan cara kita yang harus mengutamakan kesehatan mental kita dalam era digital ini. (****)

 

Fatimah, S.Pd.I. adalah Ketua Muslimah ABI Pimcab Kota Malang. Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd., Prodi PBI, FISH, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).