Menguji Kegesitan dan Kecerdasan Timses Anies, Ganjar dan Prabowo, di Jateng dalam Menggaet Simpati

Meski PDIP sebagai kekuatan dominan di Jateng, namun tak melulu kandidat capres-cawapres yang didukung PDIP selalu menang sejak pemilihan presiden secara langsung dilaksanakan sejak 2004.

Sep 27, 2023 - 16:59
Menguji Kegesitan dan Kecerdasan Timses Anies, Ganjar dan Prabowo, di Jateng dalam Menggaet Simpati

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Pulau Jawa bagian tengah adalah lumbung suara terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.

KPU telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Jawa Tengah sebanyak 28.289.413 orang.

Dalam gelaran Pemilu 2024 nanti, Jateng dibagi dalam 10 daerah pemilihan (Dapil) dengan memperebutkan total kursi DPR RI sebanyak 77 kursi.

Secara konfigurasi kekuatan politik, Jawa Tengah identik dengan julukan 'Kandang Banteng'.

Julukan ini dikaitkan dengan kekuatan massa pendukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sangat dominan di Jateng.

Bila ditilik ke belakang, PDIP selalu memenangkan Pemilu legislatif di Jawa Tengah pasca Reformasi 1998.

Hal ini berbanding terbalik ketika PDI, nama terdahulu PDIP, berada di 32 tahun kuasa rezim otoriter Soeharto yang tak berkutik sepanjang Pemilu masa Orde Baru.

Ketika Pemilu 1999 digelar, PDIP berhasil 'menggulingkan' dominasi Golkar yang kerap menang Pemilu di Jateng saat rezim Orba.

Pada Pemilu 1999 lalu, PDIP meraih 42,6 persen suara di Jawa Tengah dan disusul oleh PKB di tempat kedua dengan 17,2 persen suara.

Kemudian pada Pemilu 2004, 2009, 2014 hingga 2019, PDIP tetap memegang dominasi sebagai parpol nomor wahid di Jawa Tengah.

Di Pemilu 2019 Jateng, PDIP hanya menempati posisi peringkat kedua di kawasan Cilacap dan Batang lantaran dikuasai oleh Golkar di peringkat pertama.

Banjarnegara dikuasai Demokrat. Kemudian di Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Wonosobo yang dikuasai PKB dan Rembang dikuasai PPP.

PDIP berhasil 'memerahkan' wilayah Jepara, Kudus, Kebumen, Kendal dan Tegal yang sempat didominasi oleh Gerindra, Golkar dan PKB yang sempat diperoleh di Pemilu 2014.

Tak cuma pemilu legislatif, kontestasi Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Jateng juga mengukuhkan pasangan calon yang diusung PDIP selalu mendominasi kemenangan sejak pertama penyelenggaraan pada 2008 lalu.

SBY sempat menang, Jokowi 'merahkan' lagi

Meski PDIP sebagai kekuatan dominan di Jateng, namun tak melulu kandidat capres-cawapres yang didukung PDIP selalu menang sejak pemilihan presiden secara langsung dilaksanakan sejak 2004.

Mega-Hasyim sempat menang di Jawa Tengah pada putaran pertama dengan 31,81 persen suara. Posisi kedua diikuti oleh SBY-JK sebesar 28,90 persen.

Namun, Mega-Hasyim harus keok di putaran kedua Pilpres yang diselenggarakan pada September.

Mega-Hasyim hanya mendapatkan 48,33 persen, sementara rivalnya SBY-JK berhasil menang lantaran memperoleh suara sebesar 51,67 persen.

Kondisi yang sama juga terjadi di Pilpres 2009. Megawati, yang saat itu berpasangan dengan Prabowo Subianto, kembali kalah di Jawa Tengah dari pasangan SBY-Boediono.

Selang lima tahun kemudian, PDIP mengusun Jokowi maju Pilpres 2014 berpasangan dengan Jusuf Kalla. Jokowi-JK kala itu melawan Prabowo yang menggandeng Hatta Rajasa.

Jokowi-JK berhasil 'memerahkan' Jateng di Pilpres 2014. Di Jawa Tengah, suara Jokowi-JK unggul telak sebesar 66,65 persen, sedangkan Prabowo-Hatta hanya 33,35 persen.

Lima tahun setelahnya atau 2019, Jokowi menggandeng Ma'ruf Amin sebagai petahana. Ia kembali menghadapi Prabowo yang menggandeng Sandiaga Uno.

Lagi-lagi, Jokowi-Maruf unggul telak sebesar 77,26 persen atau 16,7 juta suara dengan kemenangan di seluruh wilayah Jawa Tengah.

Misi Para Timses Capres 2024

Sejumlah lembaga survei baru-baru ini mulai memetakan kekuatan tiga bakal capres di Jawa Tengah.

Lembaga survei seperti LSI Denny JA hingga Litbang Kompas menempatkan elektabilitas Ganjar unggul dari kandidat capres lainnya dalam hasil survei khusus di Jateng.

LSI Denny JA misalnya menempatkan elektabilitas Ganjar di angka 55,2 persen.

Sementara, Prabowo menempati urutan kedua dengan 20,4 persen dan Anies 4,3 persen. Masih ada 20,1 persen yang belum memutuskan

Sementara survei Litbang Kompas menempatkan Ganjar di Jawa Tengah dengan persentase paling tinggi yakni mencapai 62 persen.

Potensi meraup suara di Jateng membuat tiga capres dan para timsesnya akan siap habis-habisan, adu gesit dan adu cerdas menarik simpati pemilih.

Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP sekaligus Ketua DPW PDIP Jateng Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul misalnya percaya diri Ganjar akan menang di Jateng.

Guna mempertahankan kemenangan itu, ia akan menjalankan strategi catenaccio.

Catenaccio merujuk pada istilah taktis dalam permainan sepak bola. Strategi itu menitikberatkan pada kekuatan pertahanan.

"Kami akan mempertahankan kemenangan kami dengan sistem catenaccio," kata Pacul di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 13 September 2023 lalu.

Bahkan, ia telah menyiapkan empat lapis 'pasukan grendel' untuk mengamankan Jawa Tengah di Pilpres 2024. Pasukan ini memiliki fungsinya masing-masing.

"Jadi kami bikin sistem Grendel. Grendel utama kami adalah pasukan bintang-bintang. Grendel kedua kami punya pasukan gorong-gorong, gerendel ketiga kita punya pasukan burung hantu, Grendel keempat itu adalah Grendel happy-happy," ujar Pacul.

Pacul tak menjelaskan secara detail empat lapis pasukan yang dimaksud. Ia turut mempertanyakan capres lainnya apakah mampu untuk menembus sistem pertahanan PDIP tersebut.

"Pertanyaannya, apakah Anies dan Pak Imin bisa menembus itu. Ya makanya kita lihat lapangan nanti. Tapi kami sudah deploy pasukan. Masukan sudah kita deploy semua," imbuh Pacul.

Terpisah, Ketua DPP Bidang Teritorial Pemenangan Pemilu Partai Nasdem Effendy Choirie mengakui suara dari Anies Baswedan masih lemah di Jawa Tengah.

Namun, ia optimistis Anies dapat meraup suara signifikan di kawasan ini pada hari pencoblosan nanti.

Ia mengatakan Anies-Cak Imin akan mengambil formula tersendiri untuk mendongkrak suara.

Salah satunya mendekati warga Nahdlatul Ulama (NU) yang ada di Jateng untuk memaksimalkan suara Anies. Baginya, warga NU di Jateng masih memiliki basis massa signifikan.

"Iya pasti dekati warga NU. Langkahnya ya sama. Nanti itu digarap bersama NasDem dan PKB," kata pria yang akrab disapa Gus Choi, Kamis (22/9).

Sementara itu, Ketua Umum kelompok relawan Prabowo Subianto, 'Prabowo Mania 08' Immanuel Ebenezer atau Noel mengakui bila Jateng sekian lama ini merupakan basisnya PDIP.

Meski begitu, ia yakin Prabowo mampu berbuat banyak di Jateng untuk memperoleh suara signifikan di Pilpres 2024 nantinya.

"Kami yakin ke depan bukan soal merah atau PDIP, ini soal kepemimpinan nasional, dan masyarakat Jateng punya kesadaran itu. Ini soal kepemimpinan," kata Noel.

Noel mengklaim relawan pendukung Prabowo sudah kerap turun menggelar deklarasi di beberapa kawasan yang potensial di Jateng.

Tujuannya, untuk meyakinkan pemilih di Jateng untuk mendukung Prabowo.

"Kita sudah turun, seperti lakukan deklarasi di basis Pak Prabowo yang kalah di Pilpres lalu," kata dia.

Noel turut menggandeng tokoh-tokoh lokal berpengaruh di Jateng, seperti tokoh agama, budayawan hingga politikus untuk menggaet suara di Jateng.

Di samping itu, Ia juga mengatakan relawan kerap meyakinkan warga Jateng dengan pelbagai program unggulan akan dijalankan oleh Prabowo ketika menjabat sebagai presiden nantinya.

"Kita juga meyakinkan mereka ya ada beberapa program Pak Prabowo yang berpihak kepada mereka," kata dia.

Anatomi pemilih Jawa Tengah

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menjelaskan akar kuat PDIP di Jateng tak lepas dari faktor historis dan latar belakang sosial politik masyarakat kawasan tersebut.

Dari sisi historis, Wasis menjelaskan Jawa Tengah telah dikuasai Partai Nasional Indonesia (PNI) pada pemilu pertama digelar pada 1955. PNI ini kemudian yang menjadi cikal bakal akar lahirnya PDIP.

Pada pemilu tersebut, PNI memimpin di Jateng dengan raihan suara sebesar 33,5 persen. Disusul PKI sebesar 25,8 persen, NU 19,7 persen, dan Masyumi 10,0 persen.

"Ini akhirnya bingkai mengapa 'warna merah' itu selalu konsisten di Jateng. sejak masa PNI, dari situ kita bisa liat basis nasionalis itu di Jateng, dari pemilu 1955," kata Wasis.

Tak hanya itu, Wasis mengatakan kebanyakan basis warga Jateng merupakan kaum abangan-proletar, seperti tani hingga buruh.

Basis ini merupakan konstituen kuat PNI kala itu yang kemudian dijaga oleh PDIP sampai saat ini.

Wasis mengatakan tak heran jika pemilu pasca Reformasi 1999, PDIP selalu memenangkan Pemilu legislatif maupun pemilihan gubernur di Jateng.

"Jateng sudah dikenal sebagai 'Kandang Banteng' sejak tahun 1999 sampai 2019 warnanya dominan merah. Ini konsisten ya ketimbang provinsi lain di Jawa yang berubah-ubah warna," kata dia.

Melihat hal itu, Wasis memprediksi kandidat capres yang akan didukung PDIP memiliki potensi menang kembali di Pilpres 2024.

Meski begitu, ia tak menutup kemungkinan pula suara capres dari PDIP akan bergeser ke kandidat lain lantaran ada isu konflik proyek tambang kuari di Wadas, Jateng.

Proyek ini mengundang penolakan dari warga wadas untuk Proyek Bendungan Bener.

Pada Februari 2022, warga dikepung oleh ratusan polisi. Aksi itu dikecam oleh banyak pihak, terutama organisasi HAM.

Wasis melihat PDIP akan meracik upaya supaya isu konflik Wadas dapat dilokalisir jelang Pilpres.

Di sisi lain, ia menilai para kandidat lain di luar capres diusung PDIP akan menggunakan isu ini sebagai senjata elektoral ketika di Jateng nantinya.

"Ya pengelolaan isu ini penting. Artinya PDIP harus melokalisir ini. Kalau capres dari koalisi lain entah dijadikan senjata lawan politik kembali ke strategi elektoral masing-masing dan isu ini bisa bawa ke peta elektoral nanti," kata dia.(CNN/han)