Melihat Sengkarut Proyek BAKTI Kominfo

Menurut Jefri, surat dakwaan jaksa terhadap Anang tidak menguraikan dengan cermat, jelas dan lengkap mengenai cara, proses dan sumber uang sehingga kliennya didakwa menggunakan uang yang lebih besar jumlahnya daripada jumlah uang yang didakwakan sebagai penghasilan tidak sah.

Jul 4, 2023 - 23:33
Melihat Sengkarut Proyek BAKTI Kominfo
Tiang BTS

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Achmad Latif menilai dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 tidak logis.

Hal itu disampaikan tim penasihat hukum Anang dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (4/7).

Pengacara Anang, Jefri Moses, menyoroti dakwaan jaksa yang menyebut kliennya memperkaya diri sebesar Rp5 miliar namun dituding melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melebihi nominal tersebut.

"Bahwa uraian tersebut tidak logis karena mendakwakan penggunaan uang yang jumlahnya jauh lebih besar dari penghasilan yang tidak sah yang didakwakan," ujar Jefri.

Menurut Jefri, surat dakwaan jaksa terhadap Anang tidak menguraikan dengan cermat, jelas dan lengkap mengenai cara, proses dan sumber uang sehingga kliennya didakwa menggunakan uang yang lebih besar jumlahnya daripada jumlah uang yang didakwakan sebagai penghasilan tidak sah.

Oleh karena itu, Jefri meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum.

"Menyatakan perkara atas nama terdakwa Anang Achmad Latif tidak dilanjutkan pemeriksaannya," ucap Jefry.

Sebelumnya, jaksa mengungkapkan Anang menerima uang senilai Rp5 miliar dari dugaan korupsi penyediaan menara BTS. Uang itu ia gunakan untuk kepentingan pribadi.

Yaitu untuk membeli satu unit sepeda motor BMW R 1250 GS Adv Anniversary 40 Years VIN 2022 No. Pol. D 4679 ADV seharga Rp950 juta. Kemudian membeli satu unit rumah di Tatar Spatirasmi-Kota Baru Parahyangan Bandung senilai Rp6.711.204.300,00 (Rp6,7 miliar).

Melakukan pelunasan atas pembelian satu unit rumah di South Grove Nomor 8 Jalan Lebak Bulus 1, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan membeli satu unit Mobil BMW X5 warna Hitam tahun 2022 No. Pol. B 1869 ZJC kurang lebih seharga Rp1,8 miliar.

"Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata jaksa.

Kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8.032.084.133.795,51 (Rp8 triliun). Jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Anang didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Anang diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate; Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.

Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Mukti Ali, Account Director PT Huawei Tech Investment; Windi Purnama, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera; dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur PT Basis Utama Prima.

Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.

Kasus BTS Tidak Logis

Pengacara Anang, Jefri Moses, menyoroti dakwaan jaksa yang menyebut kliennya memperkaya diri sebesar Rp5 miliar namun dituding melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melebihi nominal tersebut.

"Bahwa uraian tersebut tidak logis karena mendakwakan penggunaan uang yang jumlahnya jauh lebih besar dari penghasilan yang tidak sah yang didakwakan," ujar Jefri.

Menurut Jefri, surat dakwaan jaksa terhadap Anang tidak menguraikan dengan cermat, jelas dan lengkap mengenai cara, proses dan sumber uang sehingga kliennya didakwa menggunakan uang yang lebih besar jumlahnya daripada jumlah uang yang didakwakan sebagai penghasilan tidak sah.

Oleh karena itu, Jefri meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum.

"Menyatakan perkara atas nama terdakwa Anang Achmad Latif tidak dilanjutkan pemeriksaannya," ucap Jefry.

Sebelumnya, jaksa mengungkapkan Anang menerima uang senilai Rp5 miliar dari dugaan korupsi penyediaan menara BTS. Uang itu ia gunakan untuk kepentingan pribadi.

Yaitu untuk membeli satu unit sepeda motor BMW R 1250 GS Adv Anniversary 40 Years VIN 2022 No. Pol. D 4679 ADV seharga Rp950 juta. Kemudian membeli satu unit rumah di Tatar Spatirasmi-Kota Baru Parahyangan Bandung senilai Rp6.711.204.300,00 (Rp6,7 miliar).

Melakukan pelunasan atas pembelian satu unit rumah di South Grove Nomor 8 Jalan Lebak Bulus 1, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan membeli satu unit Mobil BMW X5 warna Hitam tahun 2022 No. Pol. B 1869 ZJC kurang lebih seharga Rp1,8 miliar.

"Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata jaksa.

Kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8.032.084.133.795,51 (Rp8 triliun). Jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Anang didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Anang diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate; Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.

Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Mukti Ali, Account Director PT Huawei Tech Investment; Windi Purnama, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera; dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur PT Basis Utama Prima.

Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.

Dugaan Makelar Kasus

Kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo muncul dugaan makelar kasus yang berupaya menghentikan penyidikan kasus korupsi yang disinyalir merugikan negara Rp8 triliun.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan dugaan itu muncul usai mendengar kesaksian Komisaris PT Solitchmedia Synergy Irwan Hermawan (IH).

'Nyanyian' Irwan ini juga berujung pada pemeriksaan Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo sebagai saksi dalam kasus ini.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Irwan, Dito Ariotedjo diduga menerima uang Rp27 miliar dari dana proyek BTS BAKTI Kominfo pada November-Desember 2022.

Dito telah mengklarifikasi tudingan seputar kasus dugaan korupsi BTS Kominfo. Politikus Golkar itu tak berbicara banyak terkait pemeriksaannya sebagai saksi.

"Ini terkait tuduhan saya menerima Rp27 miliar, saya sudah menyampaikan apa yang saya ketahui dan saya alami, untuk materi detailnya lebih baik yang berwenang yang menjelaskan," kata Dito usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (3/7).

Kuntadi mengatakan Irwan mengaku sempat mengumpulkan dan menyerahkan sejumlah uang agar proses penyidikan kasus BAKTI Kominfo tidak berjalan.

"Jadi informasi yang berkembang berdasarkan keterangan dari saudara IH (Irwan Hermawan), bahwa dia mengumpulkan uang, menyerahkan uang dalam rangka untuk mengupayakan penyidikan tidak berjalan," kata Kuntadi.

Dalam dokumen penyidikan, Irwan membeberkan kepada penyidik Kejagung terkait aliran dana untuk menghentikan perkara tersebut.

Pria 52 tahun itu menyerahkan uang sebesar Rp119 miliar kepada beberapa pihak di BAKTI Kominfo serta sejumlah pihak lain, terkait upaya penyelesaian perkara penyediaan infrastruktur BTS 4G.

Irwan merinci menyerahkan uang sekitar Rp6,2 miliar kepada pihak BAKTI. Di antaranya; Rp1,5 miliar ke Elvano Hatorangan selaku pejabat pembuat komitmen proyek BAKTI; pegawai BAKTI Latifah Hanum sebesar Rp1,7 miliar; dan Anang Latif Rp3 miliar.

Irwan juga menyerahkan uang Rp6 miliar kepada Setyo. Setyo merupakan pengacara yang ditunjuk X, seseorang yang menurut Irwan tak bisa disebutkan namanya di tingkat penyidikan.

Selain itu, Irwan juga turut menyerahkan uang sebesar Rp52,5 miliar kepada X.

Ia juga menyerahkan uang melalui Galumbang kepada sejumlah pihak lainnya sebesar Rp43,5 miliar. Rinciannya yaitu pihak X Rp1,5 miliar; pihak Y Rp10 miliar; pihak Z sebesar Rp27 miliar; serta Edward Hutahean sebesar Rp15 miliar.

Irwan kemudian menyerahkan Rp10 miliar kepada Windi Purnama untuk selanjutnya diserahkan kepada Staf Kominfo. Ia juga menyerahkan uang kepada Feriandi Mirza dan anggota Pokja di Bakti Kemenkominfo sebesar Rp800 juta melalui Windi Purnama.

Kuntadi menyebut dugaan makelar kasus untuk mempengaruhi penyidikan ini sudah berada di luar pokok perkara dugaan korupsi proyek BTS.

"Keterangan yang beredar di masyarakat seperti itu, dalam rangka mengendalikan untuk mengendalikan penyelidikan. Artinya kegiatan tersebut sudah di luar pokok perkara dari kasus BTS," imbuhnya.

Ia memastikan apabila keterangan Irwan itu memang benar, maka peristiwa itu masuk ke dalam tindak pidana perintangan penyidikan.

"Itu kan keterangan dari saudara IW tadi. Kalau memang itu ternyata faktanya ada, itu penghalang-halangan penyidikan," ujarnya.

Kuntadi mengaku kini masih mendalami ada tidaknya upaya perintangan penyidikan yang dimaksud oleh Iwan.

Ia menekankan Kejagung juga masih melakukan pendalaman soal uang tersebut berasal dari proyek BAKTI Kominfo atau tidak.

"Jadi apakah uangnya berasal dari hasil korupsi? Belum tentu. Peristiwa itu ada atau tidak, kami juga masih mendalami apakah ada atau tidak," jelasnya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Dua di antaranya yakni mantan Menkominfo Johnny G Plate dan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.

Sementara sisanya dari pihak swasta yakni Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto.

Selain itu Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Windi Purnama selaku orang kepercayaan Irwan Hermawan, serta Direktur Utama PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki.(han)