Melihat Kejanggalan Penanganan Kasus Korupsi BTS Versi TPDI hingga Kejagung Panggil Ulang Maqdir Ismail

Jul 12, 2023 - 16:25
Melihat Kejanggalan Penanganan Kasus Korupsi BTS Versi TPDI hingga Kejagung Panggil Ulang Maqdir Ismail

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan ulang panggilan pemeriksaan terhadap Maqdir Ismail pada Kamis (13/7).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan hal itu dilakukan pihaknya usai menerima surat permohonan penundaan pemeriksaan dari Maqdir, pada Senin (10/7) pukul 13.00 WIB.

"Sudah diterima surat penundaan jam 13.00 WIB. Ditunda jadi hari Kamis," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (11/7).

Ketut menjelaskan pemanggilan dilakukan untuk mengklarifikasi pernyataan Maqdir ihwal adanya pengembalian uang senilai Rp27 miliar dari pihak swasta dalam bentuk dolar Amerika Serikat.

Ketut mengatakan penyidik juga telah meminta Maqdir untuk dapat membawa uang yang disebut dikembalikan pihak swasta senilai Rp27 miliar itu.

Melalui pemeriksaan tersebut, kata dia, diharapkan dapat membuat terang aliran dana di kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastuktur pendukung 2,3,4 dan 5 BAKTI Kominfo.

"Pemanggilan terhadap Maqdir Ismail terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," tuturnya.

Sebelumnya Pengacara Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Maqdir Ismail menyebut ada seseorang yang menyerahkan uang tunai dalam bentuk dolar Amerika Serikat setara Rp27 miliar terkait kasus BTS.

Uang itu diterima kantor hukum Maqdir, Selasa (4/7). Maqdir tak membantah orang yang mengembalikan uang tersebut sebagai pihak yang menjanjikan bisa mengurus kasus BTS di Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Sudah ada yang menyerahkan kepada kami hari ini, pagi tadi," ujar Maqdir setelah sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (4/7).

"Sepanjang yang saya dengar ada yang menjanjikan bisa mengurus perkara ini untuk menghentikannya," jelas Maqdir ketika dikonfirmasi maksud dari uang tersebut.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Dua diantaranya merupakan Menkominfo nonaktif Johnny G Plate, dan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.

Sementara sisanya dari pihak swasta yakni Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto.

Selain itu Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Windi Purnama selaku orang kepercayaan Irwan Hermawan, serta Direktur Utama PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki.

Adapun proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Dalam perencanaannya, Kominfo merencanakan membangun 4.200 menara BTS di pelbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi para tersangka terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.

TPDI Ungkap Kejanggalan Penanganan

Sementara, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menyebut seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan menangani dugaan korupsi BTS (Base Transceiver Station) 4G Badan Aksesibilitas Komunikasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Pasalnya, TPDI menilai Kejaksaan Agung tampak melindungi pelaku besar kasus yang diperkirakan merugikan negara Rp 8 triliun itu. 

"Harusnya karena bagaimanapun ini adalah korupsi besar, dari Rp 10 triliun dikorupsi Rp 8 triliun, KPK itu sejak awal harusnya mendeklarasikan bahwa akan monitor, supervisi, dan koordinasikan supaya tidak terjadi ada yang lolos," kata Petrus dalam sebuah diskusi webinar yang digelar oleh Gerakan Anti Korupsi, Sabtu 8 Juli 2023. 

"Tapi peran KPK nol besar, Kejaksaan juga dalam hal ini sama sekali tidak masuk (akal)," tambahnya. 

TPDI nilai Kejagung tak ingin buka kasus secara gamblang

Petrus juga menyebut banyak kejanggalan yang terjadi dalam perjalanan kasus dugaan korupsi BTS, BAKTI Kominfo yang ditangani oleh Kejaksaan Agung atau Kejagung. Kejanggalan itu terlihat mulai dari proses penyelidikan hingga ke tahap penyidikan.

Kejaksaan Agung dinilai tak ingin kasus ini terbuka secara gamblang dan hanya menumbalkan Menteri Kominfo Johnny G. Plate serta Direktur Utama Bakti Kominfo Achmad Anang Latief sebagai tersangka. 

"Yang tidak masuk diakal itu, uang Rp 8 triliun lebih, Anang sebagai Dirut Bakti bahkan aktor dalam kasus ini kok hanya (terima) Rp 5 miliar, apa masuk akal?," kata Petrus.

Kejagung tak jelaskan proses keterlibatan suami Puan

Kejanggalan lainnya, kata Petrus, terlihat dari penetapan Direktur PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki sebagai tersangka. Yusrizki disebut dengan mudah masuk dan menjadi subkontraktor dari tiap-tiap konsorsium dan dipercaya oleh Johnny G. Plate.

"Bagaimana bisa seorang Yusrizki dengan mudah masuk ke semua lini, dia bisa langsung ke Johnny Plate, ke perusahaan konsorsium, ini tidak sama sekali diungkap oleh jaksa," kata Petrus. 

Petrus mengatakan, sangat tidak mungkin seorang Menteri bisa langsung percaya dengan orang yang baru ditemuinya sekali. Apalagi yang dilakukannya adalah tindakan menyimpang yakni tindak korupsi. 

"Kalau seorang Johnny Plate sebagai menteri hanya ketemu sekali Yusrizki kemudian langsung menyetujui untuk menangani itu semua apa benar?," kata Petrus.

Begitupun apabila Yusrizki yang datang mewakili PT Basis Utama Prima, sangat tidak mungkin pemilik perusahaan yakni Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro tidak mengetahui perilaku Yusrizki. 

"Karena 40 persen pembiayaan proyek ini dibiayai oleh perusahaan Happy Hapsoro, nilai sebesar itu cukup dengan kongkow-kongkow antara Yusrizki dengan Johnny Plate lalu (korupsi) itu terjadi, itu sama sekali tidak masuk di akal sehat kita," kata Petrus. 

PT Basis Utama Prima adalah perusahaan milik Hapsoro Sukmonohadi alias Happy yang merupakan suami dari Ketua DPR RI Puan Maharani. Perusahaan ini disebut menjadi supplier panel surya dalam proyek pembangunan BTS.

Kejagung dinilai tergesa-gesa merampungkan berkas penyidikan

Petrus juga menilai Kejagung terlalu terburu-buru merampungkan penyelidikan hingga penyidikan sampai pelimpahan ke persidangan. Seharusnya, menurut dia, Kejagung masih bisa melakukan pengembangan kasus ini. 

"Jaksa terlalu tergesa-gesa membawa perkara ini ke pengadilan, padahal waktu mereka melakukan penyelidikan dan melakukan penyidikan masih sangat cukup. Tidak ada urgensi untuk mereka menyerahkan hari ini," kata Petrus. 

Petrus mengatakan, salah satu bukti sikap tergesa-gesanya Kejagung itu dibuktikan dengan seragamnya dakwaan terhadap seluruh tersangka kasus dugaan korupsi tersebut. 

"Jadi saya melihat dari sekian terdakwa yg diajukan ke persidangan, banyak hasil dakwaannya itu copy paste (padahal) masing-masing terdakwa punya peran beda-beda, tapi dakwaannya copy paste, ini bentuk jaksa ingin buru-buru," kata Petrus.

Dakwaan jaksa dinilai untuk melindungi aktor besar

Petrus menilai menilai dakwaan jaksa hanya untuk melindungi aktor besar pelaku korupsi tersebut. 

"Kebetulan saya hadir dalam persidangan, saya melihat dakwaan jaksa ini bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya," kaya Petrus. 

Dia menilai dakwaan jaksa hanya untuk melokalisir kasus itu pada Menkominfo Johhny dan Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif serta kawan-kawannya. Sementara penerima uang besar lainnya, menurut dia, tak tersentuh sama sekali. 

Jadi, menurut Petrus, penanganan kasus dugaan korupsi BTS 4G oleh Kejaksaan Agung ini penuh dengan sandiwara. 

"Kita berhadapan dengan proses sandiwara mulai dari penyidikan di Kejaksaan Agung sampai di persidangan pengadilan. Jadi kami kecewa," kata dia.

Kejagung: kan semua sedang berjalan

Menanggapi hal tersebut, Kejagung tidak mau menanggapi kritikan dalam proses penanganan kasus dugaan korupsi BTS 4G milik Bakti Kominfo. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan baru akan menanggapi jika kritikan tersebut berasal dari pihak terdakwa yang berperkara dalam kasus tersebut.

"Yang pas saya tanggapi pengacara yang menyidangkan perkaranya," kata Ketut, mengutip Tempo.co.(sir/han)