Ketika Aksi Protes Pemilu Curang Menggema, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Pedemo memprotes pelaksanaan Pilpres dan Pemilu 2024 yang diduga curang akibat tidak netralnya Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mar 2, 2024 - 07:56
Ketika Aksi Protes Pemilu Curang Menggema, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

NUSADAILY.CO.ID – JAKARTA - Aksi protes kecurangan pemilu dari berbagai kalangan terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, Jumat (1/3).

Di Surabaya, ratusan orang yang mengatasnamakan Forum Penyelamat Pemilu Jurdil (FPPJ) menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya.

Pantauan di lokasi, sebagian besar demonstran yang turun ke jalan adalah massa emak-emak. Hanya segelintir pedemo yang berusia muda. Di sisi lain, puluhan hingga ratusan polisi terlihat berjaga.

Pedemo memprotes pelaksanaan Pilpres dan Pemilu 2024 yang diduga curang akibat tidak netralnya Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Presiden [diduga] sudah berpihak ke Paslon 2 [Prabowo-Gibran], dengan mengerahkan APBN, mengerahkan aparat, mengucurkan triliunan bansos untuk memenangkan anaknya," kata salah satu orator.

Setidaknya ada tiga poin pernyataan sikap dan tuntutan FPPJ yang disampaikan dalam aksi di DPRD Jatim. Pertama menolak hasil Pemilu 2024 yang dianggap penuh kecurangan, kedua mendesak DPR-RI agar segera melaksanakan hak angket untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah atas segala bentuk kekacauan Pemilu 2024.

Ketiga, massa menyatakan mosi tidak percaya kepada Presiden RI yang tidak memberi tauladan yang baik dalam pelaksanaan Pemilu 2024 dan mendesak DPR RI untuk memakzulkan Presiden RI.

Aksi di Lampung, emak-emak geruduk kantor KPU

Sementara di Lampung, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Lampung- Tolak Pemilu Curang (AML-TPC) menggelar aksi menyampaikan tuntutan berkaitan hasil Pemilu 2024 yang dinilai ditemukan banyaknya kejanggalan dan kecurangan.

Ratusan massa didominasi kaum ibu atau emak-emak di Lampung geruduk kantor KPU Lampung di Jalan Gajah Mada No 87, Tanjung Agung Raya, Kedamaian, Kota Bandarlampung.

Koordinator aksi AML-TPC, Firmansyah menyampaikan ratusan massa aksi AML-TPC ini gabungan dari relawan-relawan menolak hasil penghitungan perolehan suara melalui aplikasi Sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).

"Kami meminta, kecurangan-kecurangan sampai dugaan penggelembungan suara di berbagai daerah dihentikan. Kami juga minta agar KPU untuk bersikap jujur dan adil,"ujarnya.

Firman mengatakan, ada enam poin tuntutan yang akan disampaikan kepada KPU Lampung, di antaranya adalah :

1. Mengecam dan menolak segala bentuk kecurangan yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan yang terstruktur, sistematis dan massif (TSM), terutama dalam rekapitulasi yang dihasilkan melalui Sirekap KPU.

2. Menolak penggunaan aparatur negara baik itu tingkat pusat maupun daerah (Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, ASN, aparat TNI-Polri) dalam mengerahkan, mengkondisikan para Kepala desa (Kades) untuk mendukung salah satu pasangan calon yang semestinya para pemangku di pemerintahan bersikap netral.

3. Menolak pemanfaatan bantuan-bantuan masyarakat untuk digunakan dalam menggiring masyarakat memilih salah satu calon apalagi pengeluaran bantuan yang tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

4. Mendukung tim independen untuk melakukan uji forensik terhadap IT KPU yang dianggap bermasalah khususnya dalam pembacaan OCR dan OMR serta penggelembungan suara yang dijadikan sebagai dasar quick count dan salah satu calon untuk mendeklarasikan kemenangan yang belum diputuskan oleh KPU.

5. Mendorong KPU untuk menciptakan Pemilu yang Luber dan Jurdil (Langsung, umum, bebas dan rahasia serta Jujur dan adil) juga mendorong agar pemilu bisa diikuti oleh masyarakat dengan antusias sehingga persentase golput bisa ditekan agar tidak dijadikan komoditas curang oleh penyelenggara.

6. Kami Aliansi Masyarakat Lampung Tolak Pemilu Curang (AML-TPC), mendorong kepada anggota DPR RI sebagai wakil rakyat untuk mengusulkan Hak Angket sebagai bagian dari konstitusional dalam mencari pokok permasalahan carut marut proses Pemilu 2024.

Massa aksi mengecam, apabila tuntutannya tidak digubris oleh KPU Lampung, mereka akan melakukan aksi dengan jumlah massa lebih banyak lagi. Bahkan mereka akan geruduk kantor DPRD Lampung, agar para fraksi itu bersuara dan bisa segera mungkin melaksanakan hak angket.

Ratusan emak-emak juga menggelar aksi di depan kantor DPRD Sulawesi Selatan sambil membawa keranda mayat menuntut agar DPR RI segera membentuk Pansus Hak Angket atas pelaksanaan Pemilu 2024 yang diduga telah terjadi kecurangan.

Aksi demo tersebut sebelumnya dilakukan di kantor Bawaslu dan KPU Sulsel untuk menyampaikan aspirasinya terkait indikasi kecurangan Pemilu. Kemudian berjalan kaki dari Jalan AP Pettarani menuju ke kantor DPRD Sulsel di Jalan Urip Sumohardjo.

Dalam aksinya massa menilai Presiden Joko Widodo telah mengobrak-abrik dan melabrak konstitusi sehingga Pemilu ini tidak berjalan dengan baik.

"Mereka menggunakan seluruh instrumen negara, termasuk ASN dan kepala daerah untuk memenangkan salah satu paslon. Anggaran negara seperti bansos juga digunakan demi kepentingannya," kata koordinator aksi, Irsan Yasir, Jumat (1/3).

Menurut Irsan kondisi negara saat ini lebih parah dari pada zaman orde baru. Karena, kata dia presiden ingin menghadirkan dinasti. Kemudian massa juga menyinggung pemberian bintang kehormatan terhadap Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.

"Dinasti berkuasa lebih kejam dari order baru. Bayangkan orang dipecat tapi dinaikkan pangkatnya. Saya yakin kita akan jadi anak Pramuka kalau Prabowo jadi presiden. Jangan sampai kita saling bertabrakan sesama anak bangsa," ungkapnya.

Sehingga massa menuntut agar DPRD Sulsel merekomendasikan DPR RI agar segera mendorong hak angket.

Aksi teatrikal di Bundaran UGM panggil 6 rektor lawan pemilu curang
Di Yogyakarta, sebuah aksi teatrikal memperingati Serangan Umum 1 Maret digelar oleh kelompok masyarakat Dewe Yoben di kawasan bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DIY, Jumat (1/3) sore.

Massa yang berjumlah sekitar sepuluh orang ini melakukan aksi teatrikal di belakang spanduk yang mereka pasang di Bundaran UGM bertuliskan 'Kampus Jangan Diam - Rektor UGM Mana???'.

Aksi pantomim atau seni bisu dilakukan sembari pembacaan puisi berjudul 'Surat Cinta Kepada Penguasa - Dari Si Bisu untuk yang Dungu'.

Puisi tersebut secara garis besar memiliki makna mengajak seluruh masyarakat tertindas untuk bersuara atas rusaknya demokrasi akibat ulah penguasa yang haus kekuasaan serta urusan duniawi.

"Wahai rakyat yang tertindas, buruh dan tukang becak, seniman dan kaum cerdik pandai, jika kalian diam pada siapa kami mengadu. Jangan biarkan kami menjadi suara si bisu yang membeku," demikian bunyi petikan puisi tersebut.

"Ketika demokrasi dihancurkan, maka diam bukanlah pilihan," tutup puisi itu.

Hendri selaku koordinator acara menuturkan, aksi digelar usai melihat gejolak ketidakpuasan masyarakat dengan hasil Pilpres 2024 yang mereka tengarai sarat akan kecurangan. Baik sebelum maupun sesudah pencoblosan.

Hendri mengaku pihaknya merasa prihatin melihat perguruan tinggi sebagai mercusuar kaum intelektual yang cuma diam menyaksikan pesta demokrasi penuh kecacatan ini.

Mereka pun mencari enam rektor perguruan tinggi yang berani menyuarakan kebenaran. Angka enam dipilih menyesuaikan peristiwa bersejarah kala Indonesia, lewat serangan berduasi selama enam jam, merebut ibu kota Yogyakarta dari pendudukan Belanda.

Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 ini merupakan bentuk perjuangan rakyat Indonesia bahwa Indonesia masih berdaulat.

"Kami mencari enam rektor pemberani sesuai enam jam di Jogja," kata Hendri.

Pihaknya mengajak civitas academica kembali menyuarakan kebenaran, melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan penguasa, dan tidak membiarkan rakyat kecil berjuang sendirian dalam menegakkan demokrasi.

Sementara alasan diadakannya aksi ini di Bundaran UGM adalah, mengingatkan kembali bahwa pergerakan reformasi dulunya juga diawali dari kampus ini.

"(UGM) nggak ada suaranya, sehingga masyarakat berteriak apapun tidak bisa, hanya si bisulah yang menyuarakan ini kepada penguasa supaya penguasa ini juga mendengar, ketika kita ramai-ramai dengan rombongan juga tidak akan didengar," ucap Hendri.

"Tapi mungkin dengan si bisu yang seorang diri ini mungkin mereka akan dengar dan juga kita lihat mungkin di sini di UGM ini, rektor UGM akan dengar dan mungkin dia akan bersuara mengajak semua civitas academica untuk memulai gerakan ini, untuk menyuarakan supaya negeri ini kembali, jangan sampai negeri ini menjadi rusak," tutupnya.(han)