Efek Positif Kesalahan Bagi Optimalisasi Otak Ala Jo Boaler

Oleh: Dr. Dra. Yuli Christiana Yoedo, M.Pd**

Jul 28, 2023 - 00:26
Efek Positif Kesalahan Bagi Optimalisasi Otak Ala Jo Boaler

SAYA kaget, sedih sekaligus marah setelah membaca kisah tragis seorang siswa kelas 4 SD di Jiangsu, Tiongkok. Putri dari Liu Wei ini diduga meminum pestisida di rumahnya. Dia bunuh diri setelah memperoleh nilai jelek di beberapa pelajaran. Dia meninggalkan catatan dan video berdurasi 3 menit sebelum bunuh diri.

 

Gurunya memanggil orang tuanya. Dia ditengarai menolak putri Liu Wei ikut ujian paruh waktu karena nilai seluruh kelas rata-rata turun. 

 

Putri Liu Wei berpamitan, meminta maaf dan berterima kasih kepada orang tuanya. Dia menyatakan ingin pergi ke Surga dan menjaga mereka dari sana. Dia menganggap kemarahan dan pukulan orang tuanya adalah untuk kebaikannya. Dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya tetapi tidak mampu. Dia mengharapkan bahwa orang tuanya akan menempatkan kue ulang tahunnya di depan makamnya nanti.

 

Menurut saya, isi catatan dan video tersebut menunjukkan bahwa putri Liu Wei ini tidak bodoh. Kepribadiannya  sangat bagus. Dia mencoba memahami perlakuan orang tuanya. Tidak ada kemarahan kepada orang tuanya.

 

Dia hanya tidak mampu lagi berada di sekolah dan di rumah. Dia merasa tidak tahan terhadap penolakan guru dan perlakuan orang tuanya. Dia tidak merasakan kenyamanan lagi tinggal di dunia. Dia menganggap saat yang indah adalah saat dia berulang tahun. Dia berpikir tempat yang nyaman adalah Surga. 

 

Sebetulnya dia adalah anak yang komunikatif. Dia dapat mengutarakan perasaan dan keinginannya dengan baik. Dia mengkomunikasikannya secara satu arah karena ketakutan terhadap orang tuanya.  (suryamalang.tribunnews.com, 12/12/2017)

 

Siswa melakukan bunuh diri juga terjadi di Manisrenggo, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Siswa SMP tersebut melakukan perbuatan nekad setelah dimarahi orang tuanya karena nilai Ujian Nasionalnya jelek. (jateng.antaranews, 10/06/2017)

           

Jelas sekali bahwa pihak guru dan orang tua kedua siswa menganggap bahwa kesalahan tidak dapat ditolerir. Siswa dan anak mereka tidak boleh membuat kesalahan. Kesalahan diidentikkan dengan kegagalan. Guru dan orang tua sebagai makhluk yang lebih dewasa tidak menyadari bahwa merekapun dapat membuat kesalahan.

 

Jo Boaler dalam bukunya berjudul Limitless Mind menyatakan bahwa kesalahan itu justru dapat berdampak positif. Menurutnya kesalahan yang dibuat dapat menumbuhkan otak. Ini bukan berarti otak bertambah besar. Ketika kesalahan dibuat, konektivitas otak meningkat dan otak bertumbuh kapasitas dan kekuatannya. Dengan kata lain, kesalahan dapat mengoptimalkan otak.

 

Saat-saat ketika kita berjuang dan membuat kesalahan adalah waktu terbaik bagi pertumbuhan otak menurut Jo Boaler. Perlu diingat bahwa kesalahan ini harus didahului dengan perjuangan. Kesalahan seperti ini yang dapat mengoptimalkan otak. Jadi, guru perlu memberikan soal latihan yang menantang siswa untuk berpikir. Ketika siswa membuat kesalahan setelah berusaha keras menyelesaikan soal, guru harus menghargai. Setelah itu guru harus membimbing siswa menemukan jawaban yang benar. Siswa perlu mempunyai pola pikir bahwa kegagalan adalah kesempatan untuk meningkatkan diri.

 

 

Optimalisasi otak terjadi ketika perjuangan, kesalahan dan perbaikan kesalahan menjadi rangkaian. Kesatuan ini yang seharusnya sering terjadi dalam proses belajar mengajar. Tugas guru untuk mewujudkan semua ini.

 

Point berikut, guru sepatutnya memberikan tantangan kepada siswa pada waktu latihan,  namun bukan  berbentuk tes, sehingga tidak ada penilaian numerik, yang mengarah pada klasifikasi. Pertimbannganya, dengan tidak adanya nilai, siswa tidak akan takut membuat kesalahan. Sebagai catatan, guru juga perlu memberikan banyak latihan sebelum tes agar siswa dapat benar-benar memahami materi.   

 

Kejadian yang saya ilustrasikan di atas membuat saya berfleksi  saya percaya, bahwa kedua siswa di atas tetap hidup jika guru mereka membantu sejak dini. Mereka akan berjuang, merasa tenang ketika membuat kesalahan dan begitu ingin tahu jawaban yang benar. Mereka tidak akan mendapat nilai yang jelek di akhir semester.

Sudah saatnya para guru berubah. Mereka harus dapat menerima kesalahan siswa sebagai teman yang dapat membantu siswa mereka. Mereka harus percaya bahwa kesalahan bukanlah kegagalan. Tuhan menugaskan mereka untuk mendukung, bukan menghukum murid.  

 

Jika rangkaian perjuangan, kesalahan dan perbaikan kesalahan diterapkan, guru sebenarnya melatih siswa untuk menjadi peneliti. Mereka tidak akan takut bereksperimen meskipun gagal. Kebiasaan ini dapat membuat mereka menjadi pencipta inovasi. Bukankah ini yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan? 

 

 

Rangkaian ajaib ini juga dapat membuat anak bangsa Indonesia menjadi lebih cerdas. Karena otak mereka menjadi optimal, mereka dapat berpikir dengan lebih baik. Mereka dapat menyerap materi pelajaran dengan lebih cepat. 

 

Banyak kemajuan dapat dicapai hanya karena tindakan sederhana guru. Guru hanya perlu menemukan tantangan yang sesuai untuk siswanya. Setelah itu guru bersabar ketika siswa membuat kesalahan. Tindakan terakhir, guru membimbing siswa untuk memperbaiki kesalahannya.

 

Semua usaha ini membutuhkan kesabaran dan kecintaan guru kepada siswanya. Dengan kata lain, guru perlu mendidik dan membimbing dengan hati. Sudah saatnya guru dikenal bukan hanya sebagai ‘Pahlawan tanpa Tanda Jasa’ tetapi sebagai ‘Pahlawan Cinta’. Cinta kepada siswa sama dengan cinta kepada Indonesia. Bukankah tugas guru adalah sebagai pendidik, bukan pengajar.  Apakah anda setuju dengan saya? (***)

                                                                                                                 

 

Penulis adalah Dosen  Tetap Prodi PGSD Universitas Kristen Petra sekaligus anggota Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).

Penyuting Dr. Ida Sukowati, M.Hum., dosen UNISDA Lamongan dan anggota PISHI