UU Kesehatan yang Baru Disahkan DPR Bakal Digugat Nakes ke MK

DPR resmi mengesahkan RUU tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) pada hari ini, Selasa (11/7). Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.

Jul 12, 2023 - 15:32
UU Kesehatan yang Baru Disahkan DPR Bakal Digugat Nakes ke MK

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan bakal melakukan judicial review alias menggugat UU tentang Kesehatan yang barus disahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Harif mengatakan langkah uji materi tersebut lebih realistis ketimbang melakukan aksi mogok nasional dalam menolak UU Kesehatan tersebut.

"Nah itu belum [aksi mogok nasional], apalagi karena sudah disahkan, paling realistis kita lakukan judicial review dulu lebih awal," ujar Harif saat dihubungi, Selasa (11/7).

Di sisi lain, Harif mengatakan aksi mogok nasional itu tak bisa dilakukan hanya di internal PPNI lantaran harus dilakukan bersama keempat organisasi profesi kesehatan lainnya.

Keempat organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

"Sampai hari ini, kami tetap melakukan koordinasi dengan 4 profesi lainnya, memang kalau dari PPNI itu hasil kerja rapat nasional dapat dilakukan mogok nasional itu dengan syarat kolektif," ujarnya.

DPR resmi mengesahkan RUU tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) pada hari ini, Selasa (11/7). Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.

Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN.

Fraksi NasDem menerima dengan catatan terkait mandatory spending. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Kesehatan tersebut.

Sementara itu Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya menghargai perbedaan pendapat dalam pembahasan RUU Kesehatan yang telah disahkan menjadi UU ini.

"Saya tidak ingin mundur balik bahwa orang tidak boleh berbeda pendapat, kita sama-sama mesti sadari berbeda pendapat itu wajar, sampaikan lah dengan cara yang sehat dan intelek," kata Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (11/7).

"Saya sendiri terbuka ke depan kalau mau ada yang datang menghadap menyampaikan keluhan saya akan dengar, tidak akan menutup pintu, WhatsApp akan saya balas, tapi kita juga mesti sadar belum tentu kita selalu sama," ujarnya menambahkan.

Poin-poin Kontroversial UU Kesehatan

Seperti diberitakan sebelumnya, DPR resmi mengesahkan RUU tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) pada hari ini, Selasa (11/7). Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.

Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Fraksi NasDem menerima dengan catatan terkait mandatory spending.

Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Kesehatan tersebut.

Di saat yang sama, lima organisasi profesi (OP) kesehatan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI. Mereka juga berencana mogok kerja terkait pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU.

1. Penghilangan mandatory spending

UU Kesehatan menghilangkan pasal aturan terkait mandatory spending alias wajib belanja. Dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, diatur besarannya 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD di luar gaji.

Pemerintah sebelumnya menilai, penghapusan bertujuan agar mandatory spending diatur bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, namun berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah. Dengan demikian, program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal.

2. Liberalisasi melalui tenaga kesehatan WNA

UU Kesehatan membuka keran tenaga kesehatan WNA untuk dapat bekerja di fasilitas kesehatan Indonesia. Selain itu, UU Kesehatan juga menghapus aturan sebelumnya yang mewajibkan WNA tenaga kesehatan harus bisa berbahasa Indonesia.

OP sebelumnya menilai kemampuan bisa berbahasa Indonesia bertujuan untuk menyesuaikan pasien di Indonesia yang mayoritas berasal dari kelas menengah.

Dengan WNA yang diperbolehkan memakai bahasa selain Indonesia, maka menurut mereka juga menunjukkan bahwa peruntukan mereka hanya untuk pasien kalangan menengah ke atas.

3. STR berlaku seumur hidup

Lewat Omnibus Law UU Kesehatan STR tenaga kesehatan dan tenaga medis yang saat ini perlu perpanjangan per lima tahun akan diubah menjadi berlaku seumur hidup layaknya ijazah.

STR akan tetap dikeluarkan oleh Konsil. Namun, Konsil tersebut akan menjadi satu satu kesatuan integrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) ataupun Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI).

4. Penghapusan rekomendasi OP dalam penerbitan SIP

UU Kesehatan menghapus rekomendasi OP dalam penerbitan Surat Izin Praktik (SIP). Sementara berdasarkan UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran misalnya, dalam pasal disebutkan syarat menerbitkan SIP ada tiga kondisi.

Berdasarkan pasal 38, tiga syarat yakni wajib memiliki STR aktif, tempat praktik, dan rekomendasi OP. Namun dalam UU Kesehatan, syarat menerbitkan SIP hanya dua, yakni memiliki STR dan tempat praktik.

5. Rawan penyalahgunaan data genomik WNI

OP juga menyoroti kekhawatiran terkait aturan transfer data. Sebab, berdasarkan pasal 338 draf final RUU Kesehatan, terdapat aturan terkait teknologi biomedis.

Pemanfaatan teknologi biomedis itu termasuk mencakup teknologi genomik, transkriptomik, proteomik, dan metabolomik terkait organisme, jaringan, sel, biomolekul, dan teknologi biomedis lain.

Data tersebut kemudian harus disimpan dan dikelola material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data untuk jangka panjang yang harus dilakukan oleh biobank dan atau biorepositori.

Selanjutnya, pada pasal 340 tertuliskan aturan terkait pengalihan dan penggunaan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, atau data ke luar wilayah Indonesia dilakukan dengan memperhatikan prinsip pemeliharaan kekayaan sumber daya hayati dan genetika Indonesia.

Dalam hal ini, sudah diatur juga bahwa pengambilan data tersebut harus atas persetujuan dari pasien atau pendonor. Kendati demikian, kewajiban mendapatkan persetujuan pasien itu dikecualikan dalam sejumlah perkara.

Sementara itu Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya menghargai perbedaan pendapat dalam pembahasan RUU Kesehatan yang telah disahkan menjadi UU ini.

"Saya tidak ingin mundur balik bahwa orang tidak boleh berbeda pendapat, kita sama-sama mesti sadari berbeda pendapat itu wajar, sampaikan lah dengan cara yang sehat dan intelek," kata Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (11/7).

"Saya sendiri terbuka ke depan kalau mau ada yang datang menghadap menyampaikan keluhan saya akan dengar, tidak akan menutup pintu, WhatsApp akan saya balas, tapi kita juga mesti sadar belum tentu kita selalu sama," ujarnya menambahkan.(han)