Toko Kelontong “Arudam” “Mator Sekelangkong, Gih!”
“Tutup hanya saat kiamat!” Sebuah fenomena bisnis yang lagi viral.
Oleh: Erry Himawan, S.Pt., M.M.
“Tutup hanya saat kiamat!”
Sebuah fenomena bisnis yang lagi viral.
“Ngeri!” Itulah kesan untuk toko yang satu ini. Toko yang dalam dunia bisnis masuk dalam kategori usaha perorangan ini bagaikan jamur di musim hujan. Ada di mana-mana, di jalan kecil yang hanya bisa dilewati satu mobil saja, bahkan sampai di pinggir jalan raya. Ada di tengah kota maupun di daerah rural dan mungkin saat ini telah masuk ke pelosok-pelosok pedesaan. Toko ini menyediakan semua kebutuhan rumah tangga, seperti sabun mandi, sabun cuci piring, gula, beras, bahkan sampai bahan bakar motor. Suatu nyali bisnis yang cukup tinggi karena ada beberapa outlet yang berdiri hanya beberapa ratus meter saja dari SPBU. Tokonya tidak terlalu besar, bisa dibilang kecil bila dibandingkan dengan toko-toko swalayan saat ini. Apa yang dijual di dalamnya mirip dengan toko-toko swalayan yang menjadi pesaingnya.
Memang benar, toko ini milik orang-orang Madura. Suku bangsa yang satu ini memang suka merantau, pekerja keras, hemat, dan ulet. Tak pelak, toko kelontong “arudam” sekarang ada di mana-mana, bahkan ada istilah dari para pelanggannya, “Di situ ada Madura, di situ pula pasti ada toko kelontong “arudam”. Layanannya pun penuh waktu, buka selama 24 jam selama 7 hari berturut-turut tanpa istirahat. Mirip McDonald dan Kentucky, waralaba ayam goreng dari Negeri Pam Sam atau mirip dengan instansi layanan umum seperti bandara atau penyeberangan yang hanya tutup saat Hari Raya Nyepi di Pulau Bali. Memang itulah tipikal reng Medureh dalam mencari rezeki bertipikal ulet, hemat, dan tak kenal waktu. Bagi mereka “waktu adalah uang”, tak ayal suku bangsa ini banyak meraih sukses bila dilihat dari materi yang didapatkan.
Bila melihat dari besarnya toko, toko kelontong “arudam” ini masuk dalam kelompok UMKM. Menurut pengamatan penulis yang sering berbelanja di toko tersebut, toko ini tampak dari depan hanya berukuran 5—6 meter. Itupun bukan milik pribadi yang punya bangunan, melainkan hanya kontrakan. Karyawannya pun berkisar 6 orang yang terbagi dalam 2 kelompok waktu yakni siang dan malam, yang sekalian tinggal di dalamnya. Merujuk pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 UMKM merupakan sebuah bisnis yang dimiliki pribadi atau perorangan (rumah tangga) maupun badan usaha sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penggolongan UMKM bisa berdasarkan atas omzet pendapatan, jumlah kekayaan aset yang dimiliki, dan jumlah pegawai. Kemudian yang tidak termasuk kategori UMKM atau dengan kata lain termasuk dalam hitungan usaha besar yakni usaha ekonomi usaha produktif yang dijalankan oleh sebuah badan usaha dengan total kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan secara perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung ataupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang. Mengacu pada Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 yang dimaksud dengan kriteria usaha kecil adalah, 1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, 2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000,00.
Sementara, untuk usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh perorangan ataupun badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Usaha dapat digolongkan sebagai usaha menengah bila kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 sampai paling banyak Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sebuah usaha disebut juga sebagai usaha menengah bilamana memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2.500.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000.000,00.
Hidup makmur dan sejahtera adalah harapan dan cita-cita setiap manusia. Memiliki ekonomi berlebih adalah dambaan setiap insan. Ada sebuah motto yang ada di masyarakat “Lebih baik hidup berlebih daripada kekurangan dan lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah”. Setiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Setiap warga negara berhak menentukan nasib hidupnya sendiri termasuk kehidupan ekonominya. Hak inilah yang disebut dengan hak asasi manusia.
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada setiap individu dan berlaku secara universal. Artinya di mana pun manusia berada dan hidup, maka di dalam dirinya melekat hak tersebut, seperti hak kebebasan memeluk agama dengan rasa aman dan nyaman, hak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan hak mendapatkan layanan kesehatan yang sama. Oleh karena itu, penulis berpendapat adalah sangatlah tidak pantas, beberapa waktu yang lalu ada anggota dewan perwakilan rakyat yang menyampaikan pendapatnya bahwa keberadaan toko kelontong “arudam” yang beroperasi penuh selama 24 jam akan ditinjau ulang karena dianggap bisa mematikan pesaing.
Dalam dunia bisnis persaingan adalah hal yang wajar terjadi. Justru dengan adanya persaingan inilah gairah dan semangat kerja akan meningkat. Etos kerja mengarah ke arah yang lebih baik dan mau tidak mau, suka ataupun tidak suka, usaha yang dijalankan akan diarahkan secara lebih efektif dan efisien. persaingan bisnis adalah hal pasti dan tidak bisa dihindari, contohnya di dekat Bank BCA, pasti ada Bank Mandiri, atau yang lain. Di dekat, Alfamart umumnya ada Indomaret. Semuanya bersaing untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen. Konsumenlah yang berhak menilai siapakah yang terbaik di antara penyedia kebutuhan yang akan dipilih. Pada akhirnya, konsumenlah yang menentukan siapa yang lebih unggul dalam sebuah persaingan bisnis.
Dilihat dari perspektif pemasaran, dengan adanya toko kelontong “arudam” ini, distribusi produk akan merata dan mudah didapatkan karena toko ini ada di mana-mana, harga yang terjangkau karena jumlah karyawan yang relatif sedikit sehingga biaya gaji karyawan bisa seminimal mungkin, dan yang terpenting adalah mengurangi jumlah pengangguran. Pengangguran adalah masalah klasik bagi sebuah negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia. Salah satunya penyebab tingginya angka pengangguran adalah kurangnya lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja yang belum bekerja. Jika masalah ini tidak teratasi dengan cepat dan tepat, dikhawatirkan akan meningkatkan angka kriminalitas.
Di sisi lain, jam operasionalnya adalah 24 jam sehingga keberadaannya sangatlah membantu bagi berbagai kegiatan usaha yang buka sampai pagi yang membutuhkan teh, kopi, beras, gula, kecap, saos tomat, mie dan lain-lain seperti warteg warkop, angkringan, penjual mie dan nasi goreng rombong. Bahan-bahan ini harus tersedia setiap saat. Begitu pula bagi mereka yang suka begadang seperti mahasiswa dan yang lainnya. Saat ingin minum kopi atau teh karena rasa kantuk yang teramat sangat dan rasa lapar menyerang, mereka bisa membeli bahan-bahan yang dibutuhan itu di toko tersebut. Singkat kata, keberadaan toko kelontong “arudam” ini sangatlah membantu dan bermanfaat.
“Bekerja itu sulit, tetapi tidak bekerja akan tambah sulit lagi”, itulah kira-kira prinsip hidup bagi orang-orang yang ingin hidup makmur dan sejahtera. Bagi Suku Bangsa Madura karena keterbatasan sumber daya alam di tempat asalnya, mewajibkan mereka merantau di tanah orang. Berbekal kemampuan yang dimiliki serta karakter mereka yang ulet, hemat, dan pekerja keras, mereka banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup agar dapat hidup layak. Cara hidup mereka adalah berkelompok, gotong-royong, dan saling bantu dengan yang lain. Hal inilah yang menjadi kekuatan hidup mereka. Begitu pula dengan cara bisnis yang mereka jalani. Jangan heran kalau di pinggir-pinggir jalan kita temui banyak komunitas mereka yang jual sate kelapa, tahu-tempe penyet “Cabang Purnama”, Soto Daging Madura, Sate Ayam Madura, dan lain-lain.
Buat reng Medureh, akhir kata saya ucapkan, “Tretan dibik, matur sekelangkong, gih!”
Erry Himawan, S.Pt., M.M. adalah staf pengajar Program Studi Manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.
Editor: Dr. Indayani, M.Pd., dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan Pengurus Pusat Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).