Luhut ‘Ngotot’ Dirikan Family Office di Bali, Berkah atau Musibah?

Pada awal Juli 2024, Presiden Jokowi mengumpulkan para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk membahas potensi skema investasi family office. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menjadi 'pembisik' lainnya yang hadir dalam rapat tersebut.

Jul 2, 2024 - 07:13
Luhut ‘Ngotot’ Dirikan Family Office di Bali, Berkah atau Musibah?
Ilustrasi Bali

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Family office menjadi perbincangan hangat usai didengungkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut pertama kali mengungkapkan hal ini ke publik pada 5 Juni 2024. Kala itu, ia tengah dipanggil Badan Anggaran DPR RI bersama para menko lainnya.

Usul sang menteri serba bisa itu pun sampai ke meja Presiden Joko Widodo. Luhut mengklaim orang nomor satu di Indonesia itu setuju dengan rencana pembentukan family office.

Pada awal Juli 2024, Presiden Jokowi mengumpulkan para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk membahas potensi skema investasi family office. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menjadi 'pembisik' lainnya yang hadir dalam rapat tersebut.

Sandi dan Luhut adalah dua tokoh utama yang mengglorifikasi family office. Bahkan, Sandiaga terang-terangan menegaskan rencana proyek ini akan dipusatkan di Bali.

"Saya akan menghitung berapa target awal dan regulasinya seperti apa yang perlu kami hadirkan," ucap Sandi usai menghadiri World Water Forum di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali pada Mei 2024 lalu.

Family office menurut Sandi adalah konsep keluarga yang membawa kekayaannya untuk berinvestasi. Ini bakal dijalankan di suatu wilayah sembari mereka berwisata.

Menko Marves Luhut kemudian mengumumkan bahwa dirinya diperintahkan Presiden Jokowi untuk menyiapkan satuan tugas mengenai family office. Luhut berharap dalam tiga minggu ke depan sudah bisa merampungkan tahap persiapan dan kembali melapor ke Jokowi.

Terlebih, Jokowi sudah pasang target potensi pengelolaan dana US$500 miliar atau sekitar Rp8.178,8 triliun (asumsi kurs Rp16.357 per dolar AS) dari pembentukan family office. Ini akan didapat dari kekayaan orang super kaya alias crazy rich.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mencoba membedah konsep family office yang dibisikkan Luhut dan Sandi kepada Presiden Jokowi. Secara sederhana, ia menafsirkan ini mirip perusahaan penyedia layanan keuangan yang bergerak secara komprehensif.

Namun, Yusuf menyebut jasa yang diberikan family office dikustomisasi sedemikian rupa. Tujuannya untuk mengakomodasi kepentingan mereka yang terkategori sebagai orang relatif super kaya.

Ia mengamini Singapura hingga Hong Kong cukup berhasil menjalankan model bisnis ini, terutama karena industri keuangannya sudah maju. Akan tetapi, Yusuf skeptis ini bisa direplikasi di Indonesia.

"Akan cukup menantang, terutama bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia yang ingin menjalankan konsep ini. Apakah Indonesia punya indikator yang menarik untuk menjalankan bisnis tersebut?" ucap Yusuf mengutip CNNIndonesia.com, Senin (1/7).

Menurutnya, 'menjual' gula-gula berbentuk ramah pajak tak serta-merta mendulang simpati crazy rich. Ia menyebut perlu ada ekosistem yang tepat jika ingin meniru kesuksesan family office di luar sana.

Yusuf mengatakan pemilik family office di luar negeri pasti akan mengantisipasi langkah Indonesia. Ia menegaskan mereka tidak akan tinggal diam dengan jurus yang disiapkan Jokowi Cs.

"Artinya, mereka (negara lain pemilik family office) bisa saja menawarkan insentif lain yang tidak kalah menarik," tegasnya.

"Saya berharap rencana family office ini tidak mendorong pemerintah kembali menawarkan insentif pajak bagi kelompok terkaya. Konsep pemberian insentif pajak yang rendah itu relatif justru dihindari saat ini karena bertentangan dengan prinsip penerapan pajak secara global, terutama bagi negara-negara berkembang," wanti-wanti Yusuf.

Ancam Bali

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mencoba membongkar motif di balik upaya pembentukan family office. Ia mengatakan ada ancaman terhadap Bali di masa depan.

Nailul khawatir konsep family office yang dirancang Luhut, Sandiaga, dan para pejabat terkait erat kaitannya dengan kepemilikan properti oleh warga negara asing (WNA). Ia curiga konsep yang disiapkan mengarah pada liberalisasi Bali.

"Artinya, akan ada pengalihan tanah di Bali untuk keperluan investasi family office ini," katanya mengingatkan.

"Rakyat Bali bisa jadi disingkirkan demi family office ini ke depan. Kita tidak pernah tahu liberalisasi di Bali yang tengah dibangun oleh Luhut dan Sandiaga," wanti-wanti Nailul.

Terlepas dari ancaman yang mengintai Bali, ia mengatakan butuh banyak persiapan untuk menggarap proyek ini. Menjadikan Bali sebagai pusat finansial, seperti Hong Kong atau Singapura, bukan perkara mudah.

Ia menyebut ada kewenangan daerah yang perlu diperhatikan. Nailul mengingatkan bahwa Pemerintah Daerah Bali punya kewenangan tersendiri dalam mengelola sistem finansialnya.

"Jadi, uang yang ditempatkan di Bali secara khusus tidak dikenakan aturan yang sama dengan tempat lain. Menurut saya, tantangannya di peraturan yang harus disesuaikan, terutama aturan mengenai family office yang didengungkan oleh Luhut," pesan Nailul.

"Namun, yang kita harapkan bukan orang hanya naruh uang di Bali. Dan saya rasa bukan orang asing yang diincar, tapi orang Indonesia yang punya dana di luar negeri, yang diminta balik lagi ke Indonesia," sambungnya.

Selain Bali, pemerintah mengungkapkan pembentukan family office juga bisa dilakukan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Walau Menparekraf Sandi menyebut komunitas family office di dunia lebih melirik Pulau Dewata.

Terlepas dari ancaman liberalisasi Bali, Menko Marves Luhut menegaskan Indonesia akan menghindari upaya pencucian uang di family office.

"Dia (crazy rich) harus datang kemari, misalnya dia taruh duitnya US$10 juta atau US$30 juta, dia harus investasi berapa juta. Kemudian, dia juga harus memakai orang Indonesia untuk kerja di family office. Jadi, itu nanti yang kita pajaki," jelas Luhut di Instagram pribadinya.

"Jadi, kalau dia sudah investasi, kan banyak proyek di sini ... Indonesia punya peluang besar dan kita harus mengambil peluang ini, tentu yang menguntungkan Indonesia," tegasnya.

Luhut mengklaim jumlah aset yang diinvestasikan di luar negara asal diproyeksikan akan terus meningkat. Berdasarkan perhitungan terkini, ia menyebut ada sekitar US$11,7 triliun atau sekitar Rp179 ribu triliun (asumsi kurs Rp16.355 per dolar AS) dana kelolaan family office di dunia.(han)