Pendidik yang Hebat, Pendidik Utama

Apr 25, 2023 - 20:37
Pendidik yang Hebat, Pendidik Utama

 

Penulis: Dr. Dra. Yuli Christiana Yoedo, M.Pd.

Dosen Tetap PGSD Universitas Kristen Petra

 

Siapakah pendidik yang hebat menurut pembaca? Apakah dosen dengan gelar S3? Seorang profesor? Seorang guru atau kah dosen dengan pengalaman mengajar lebih dari 20 tahun? Pendidik hebat itu tidak sekedar dapat menyampaikan ilmu tetapi mampu menjadi row model, menjadi motivator, dan mampu membangun komunikasi yang harmonis dengan peserta didiknya.

Sebelum pembaca menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin memperkenalkan pembaca dengan tukang pijat saya. Namanya Bu Susi. Wanita berusia 50 tahun ini adalah ibu dari tiga anak, 2 putra dan 1 putri. Dengan di antar gojek dia mendatangi pelanggannya yang tinggal di Surabaya Barat, Timur, Tengah, Utara dan Selatan.

Bu Susi meninggalkan rumah pukul 06.00 untuk memulai pekerjaannya sebagai tukang pijat dan kembali ke rumah pukul 24.00. Begitu kegiatannya hampir setiap hari. Sebelum dan sesudah bekerja, Bu Susi masih mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dia bekerja keras membanting tulang agar dapat membiayai pendidikan ketiga anaknya sampai perguruan tinggi.

Setelah anak-anaknya lulus dari perguruan tinggi, dia mengurangi waktu bekerjanya. Dia ingin mempunyai lebih banyak waktu untuk bercanda dan berbagi cerita dengan ketiga anaknya. Mereka berempat berkumpul dalam satu kamar setiap malam. Mereka saling menceritakan pengalaman, inspirasi, dan keinginan masing-masing. Bu Susi menanamkan sikap keterbukaan dan kejujuran kepada ketiga buah hatinya, sehingga tidak boleh ada rahasia di antara mereka. Sampai hal-hal yang sifatnya privasi seperti masalah uang.  Bu Susi menceritakan asal dan jumlah uang yang  diperoleh setiap hari, yang digunakan untuk kebutuhan dan biaya pendidikan, dan tempat menyimpan  uang. Semua anaknya mengetahui, namun, mereka tidak pernah memintanya apalagi mencurinya.

Sikap Bu Susi berbeda dengan sikap suaminya. Dia suka menyendiri, merokok, dan kadang menyanyi. Dia juga suka keluar rumah sampai larut malam. Bu Susi dan ketiga anaknya pun merasa tidak nyaman di dekatnya, sehingga mereka secara fisik maupun pskologis kurang dekat dengan suami Bu Susi. Ketidakdekatan ini tentu saja ada penyebabnya. Ketiga anak Bu Susi menyaksikan secara langsung perbuatan ayah mereka yang tidak bertanggung jawab. Dia tidak pernah menafkahi keluarga. Beberapa kali dia memukul ibu mereka, dan merusak barang jika permintaannya tidak dipenuhi.

Sebaliknya, ketiga anak Bu Susi sangat dekat dengan Bu Susi. Mereka melihat perjuangan Bu Susi memenuhi kebutuhan mereka, termasuk membeli rumah untuk keluarga. Bu Susi tidak suka membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan sekunder pribadinya. Pengalaman Bu Susi yang dibagikan kepada saya, menjadi row model yang sangat baik sebagai guru kehidupan.

Meskipun Bu Susi hanya lulusan SMA dari desa tetapi Beliau sanggup memotivasi ketiga anaknya untuk lulus dari perguruan tinggi terkenal. Kedua anaknya mendapatkan beasiswa. Walau tidak mempunyai banyak waktu dengan ketiga anaknya tetapi ketiga anaknya dapat menjadi anak-anak yang berbakti kepada orang tua.

Menurut saya pendidik bukan hanya guru atau dosen. Justru orang tualah pendidik utama. Sejak dalam kandungan orang tualah yang dapat mendidik anak-anaknya. Ada beberapa kualitas yang membuat Bu Susi pantas disebut pendidik yang hebat bagi ketiga anaknya. Pertama, dia berhasil membuat anak-anaknya menjadi manusia yang lebih baik. Kedua, dia berhasil menjalin komunikasi yang baik dengan mereka. Ketiga, dia menjadi model yang baik bagi ketiga anaknya. . Disunting oleh Dr. Umi Salamah, M.Pd, Pengurus Perkumpulan Ilmuan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).

bagi mereka. Keempat, dia mendekatkan ketiga anaknya kepada Allah yang maha hadir. Kesadaran akan keberadaan Allah ini membuat ketiga anaknya bertanggungjawab meskipun Bu Susi tidak bersama mereka.

Ketiga anak Bu Susi sangat kagum dengan ibunya karena dia dapat memecahkan masalah keluarga. Ketika ayah mereka tidak menafkahi keluarga, Bu Susi bekerja sangat keras. Penghasilannya untuk membiayai kebutuhan keluarga sekarang dan masa depan. Menabung adalah caranya untuk memecahkan masalah berkaitan dengan masa depan.

Sekarang cerita saya beralih ke Pak Roy, seorang dosen bergelar profesor. Dia berhasil menjalin komunikasi yang sangat baik dengan kolega dan mahasiswanya tetapi dia gagal dengan anaknya. Dia tidak menjadi pendengar yang baik untuk anaknya. Akibatnya, anaknya sangat membencinya dan melakukan hal-hal yang dibenci ayahnya, termasuk menjadi pencinta sesama jenis.

Kenalan wanita saya lainnya, Bu Ratna, juga tidak menjadi pendengar yang baik untuk putrinya. Dia tetap mengirim putrinya untuk sekolah di Amerika demi gengsi meskipun putrinya tidak ingin. Putrinya sangat kecewa karena merasa dibuang. Sebagai pelarian, dia melakukan seks bebas dan tidak bisa terlepas. Padahal, ketika di Indonesia dia sangat menjaga keperawanannya.

Bu Ratna adalah seorang wanita sosialita. Dia rajin keluar rumah untuk berolahraga dan bersenang-senang dengan temannya. Dia tidak suka berbincang-bincang dengan anaknya untuk mengetahui isi hatinya atau mendidiknya. Dia lebih suka menghujani anaknya dengan barang- barang bermerk sangat mahal.

Jelas sekali bahwa Bu Susi adalah seorang pemecah masalah. Sebaliknya, Pak Roy adalah pembuat masalah. Begitu juga dengan Bu Ratna. Pak Roy dan Bu Ratna menciptakan masalah untuk anaknya.

Pendidik yang baik harusnya menjadi pemecah masalah, bukan pembuat masalah. Guru atau dosen yang baik membuat materi yang sulit menjadi mudah dicerna oleh murid atau mahasiswa. Jika murid menjadi semakin bingung, patutlah guru tersebut bertanya kepada diri sendiri apakah dirinya memang pantas menjadi guru.

Orang tua yang baik tentunya akan mengantar anaknya untuk menemukan jalan kehidupan yang berkenan di hadapan Allah. Jika anaknya salah arah atau tersesat, apakah dia pantas menyandang sebutan orang tua?

Saya sudah menyampaikan pendapat saya. Sekarang giliran anda untuk menyampaikan pendapat. Menurut anda siapakah pendidik yang hebat?