Menelusuri Jejak Harun Masiku yang Buron Sejak 4 Tahun

Berkat OTT itu, KPK pun menetapkan empat orang sebagai tersangka. Sebagai pihak penerima suap adalah mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Sedangkan, pihak pemberi suap adalah Harun Masiku dan Saeful Bahri.

Jun 13, 2024 - 11:20
Menelusuri Jejak Harun Masiku yang Buron Sejak 4 Tahun

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Nama Harun Masiku, mantan calon legislatif PDIP yang menjadi buron tersangka kasus dugaan suap, kembali mendapat sorotan.

Hingga kini, proses penanganan kasus Harun Masiku telah memasuki usia empat tahun lebih di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berawal pada Rabu, 8 Januari 2020, tim penindakan KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan menangkap Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya.

Berkat OTT itu, KPK pun menetapkan empat orang sebagai tersangka. Sebagai pihak penerima suap adalah mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Sedangkan, pihak pemberi suap adalah Harun Masiku dan Saeful Bahri.

Wahyu menerima suap terkait penetapan anggota DPR terpilih 2024 dari fraksi PDIP. Adapun caleg PDIP terpilih dalam Pemilu 2019, Nazarudin Kiemas meninggal dunia. Oleh karena itu, mesti dicari sosok penggantinya untuk duduk di kursi legislatif.

Sedikit mundur pada awal Juli 2019. Kala itu, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang bernama Donny Istiqomah mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

Mahkamah Agung (MA) lantas mengabulkan gugatan itu pada 19 Juli 2019. Pada putusannya, MA menetapkan partai adalah penentu suara dan PAW.

PDIP lalu bersurat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang sudah wafat.

Kendati demikian, lewat Rapat Pleno 31 Agustus 2019, KPU malah menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazarudin Kiemas.

Guna mendorong Harun sebagai PAW, Saeful Bahri menghubungi orang kepercayaannya yang juga mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina guna melakukan lobi.

Kemudian, Agustiani menjalin komunikasi dengan Wahyu. Wahyu menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional Rp900 juta. Pemberian uang dilakukan dua kali.

Pemberian uang tersebut terjadi pada pertengahan dan akhir Desember 2019. Ketika pemberian pertama, salah satu sumber dana memberikan Rp400 juta untuk Wahyu melalui Agustiani, Donny, dan Saeful. Lalu, Wahyu menerima uang lagi dari Agustiani sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp850 juta lewat salah seorang staf di DPP PDIP. Saeful memberikan uang Rp150 juta kepada Donny. Selanjutnya, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani, di mana Rp250 juta untuk operasional.

Dari uang Rp450 juta yang diterima Agustiani, sejumlah Rp400 juta merupakan uang yang ditujukan untuk Wahyu. Uang tersebut dalam bentuk dolar Singapura.

Selanjutnya pada 7 Januari 2020, Rapat Pleno KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW, dan tetap pada keputusan awal.

Wahyu pun menghubungi Donny dengan menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan Harun menjadi PAW.

Berselang satu hari atau tepatnya 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya di Agustiani. Pada saat itulah, tim KPK melakukan OTT.

Hukuman untuk para tersangka

KPK pun menjebloskan Wahyu Setiawan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah pada Juni 2021.

Wahyu mesti menjalani pidana badan selama tujuh tahun penjara sebagaimana putusan MA Nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020.

Pada putusan di tingkat kasasi, Wahyu juga dihukum membayar pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, hak politik Wahyu juga dicabut selama lima tahun.

Wahyu dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina, dengan menerima uang senilai total Rp600 juta terkait PAW anggota DPR RI periode 2019-2024.

Ia turut terbukti menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait dengan pemilihan calon anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.

Adapun Wahyu sudah bebas bersyarat sejak 6 Oktober 2023. Ia telah diperiksa KPK lagi sebagai saksi pada Kamis, 28 Desember 2023.

Sementara itu, jaksa eksekutor KPK Rusdi Amin menjebloskan Saeful Bahri ke Lapas Kelas IA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 2 Juli 2020.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 18/Pid. Sus-Tpk/2020/PN. Jkt. Pst tanggal 28 Mei 2020, Saeful divonis dengan pidana 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

Sementara itu, Agustiani divonis dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

Hingga kini, KPK belum mampu memproses hukum Harun Masiku. Pada 13 Januari 2020, Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi kala itu, Arvin Gumilang mengatakan Harun tercatat dalam data perlintasan terbang ke Singapura pada 6 Januari. Saat itu, Arvin menyampaikan bahwa Harun belum kembali lagi ke Indonesia.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly turut menyampaikan bahwa Harun belum kembali ke Indonesia. Pada saat yang bersamaan, KPK mengirim surat pencegahan ke luar negeri atas nama Harun ke pihak Imigrasi.

Jejak Harun Masiku terendus telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari. Pengakuan terkait keberadaan Harun datang dari istrinya, yakni Hildawati Jamrin. Ia menyebut sang suami mengabarkan telah di Jakarta pada 7 Januari.

Pada 22 Januari, Ditjen Imigrasi baru mengakui Harun telah kembali ke Indonesia pada tanggal tersebut. Namun, pihak Imigrasi berdalih terjadi kerusakan sistem. Oleh karenanya, data perlintasan Harun tak masuk dalam pusat informasi.

Kemudian, Harun Masiku pun "hilang". Keberadaan sosok Harun Masiku tidak lagi diketahui.

Publik lantas berspekulasi lantaran Harun Masiku tak kunjung ditemukan.

Menurut Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K. Harman, terdapat tiga spekulasi, yakni Harun ditembak mati, disembunyikan, atau bersembunyi sendiri.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menduga Harun sudah meninggal.

Namun, karena Harun Masiku tak kunjung ditemukan, Boyamin tetap meminta KPK untuk membawa kasus ke persidangan secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.

KPK juga telah memasukkan Harun Masiku ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dengan meminta bantuan pihak kepolisian. Namun, selama lebih dari empat tahun KPK belum berhasil menemukan Harun.

KPK sempat mendapat informasi Harun ke luar negeri melalui jalur tidak resmi. Hal itu yang membuat tim KPK mendatangi negara tetangga pada Juni tahun lalu untuk mengecek keberadaan Harun. Kendati demikian, hasil nihil mesti diterima oleh KPK.

"Kami sudah mengirimkan tim ke negara tetangga kemudian mengecek informasi keberadaannya dan itu juga kami koordinasi dengan Divisi Hubinter [Polri]," kata Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2023.

Asep mengatakan berdasarkan informasi dari Divisi Hubinter Polri, telah ada kerja sama police to police dengan sejumlah kepolisian negara lain yang memungkinkan KPK untuk ikut turut serta.

"Misalnya kepolisian Singapura, kepolisian Malaysia, Filipina, nah bekerja sama dengan kepolisian Indonesia sekiranya ada informasi di negara tersebut. Kita bisa bekerja sama melalui kepolisian Indonesia, Mabes Polri, kemudian Mabes Polri dengan negara tersebut untuk mencari para terduga atau tersangka itu," jelas Asep.

Selain itu, KPK juga telah mengirim surat permohonan penerbitan red notice untuk memburu Harun. Surat permohonan penetapan status buron internasional itu dikirim ke Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Badan Pemelihara Keamanan Polri, Senin, 31 Mei 2021.

Selain itu, KPK juga bekerja sama dengan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mempunyai tugas mengawasi lalu lintas seseorang untuk masuk dan keluar wilayah RI.

Periksa Hasto PDIP dan menyita hp

Kasus ini disebut-sebut telah ada titik terang. Pada Selasa (11/6), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku pihaknya telah mengetahui keberadaan Harun Masiku. Alex pun berharap dalam satu minggu ke depan Harun Masiku bisa segera tertangkap.

Pernyataan itu disampaikan Alex sekaligus membantah tudingan pemeriksaan terhadap Hasto Kristiyanto pada Senin (10/6) bernuansa politis.

"Saya pikir sudah, penyidik [tahu posisi Harun Masiku]," terang Alex usai rapat di Komisi III DPR, Selasa (11/6).

"Mudah-mudahan saja dalam satu minggu ketangkap. Mudah-mudahan," tutur Alex.

Alex berpandangan bahwa pimpinan KPK tak pernah menerima intervensi dari pihak luar untuk mengusut kasus tersebut yang telah berjalan sejak empat tahun terakhir.

Namun pada Rabu (12/6), Alex menyampaikan dirinya dan penyidik belum mengetahui keberadaan Harun Masiku. Tetapi, Ia menegaskan bahwa penyidik terus berupaya mencari Harun Masiku.

Alex pun berharap agar Harun Masiku segera ditemukan. Atau bahkan menyerahkan diri secara suka rela.

Belakangan, KPK memang tercatat telah memeriksa sejumlah pihak sebagai saksi dalam perkara ini.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut tim penyidik telah mengonfirmasi informasi terkait keberadaan Harun Masiku kepada sejumlah saksi seperti Advokat Simeon Petrus hingga mahasiswa atas nama Hugo Ganda dan Melita De Grave.

Pada Senin (10/6), lembaga antirasuah juga memeriksa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai saksi dalam perkara ini.

Pada pemeriksaan itu, tim penyidik memutuskan untuk menyita handphone hingga buku catatan milik Hasto.

Hasto mengaku merasa keberatan atas penyitaan itu. Ia juga mengaku sempat berdebat dengan pihak penyidik KPK.

Sementara itu, Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan penyidik KPK menggali informasi dan keterangan dari Hasto soal perkara Harun Masiku. Salah satu pertanyaannya, penyidik menanyakan keberadaan alat komunikasi milik Hasto.

Budi menuturkan, Hasto menjawab alat komunikasi dipegang oleh stafnya yang bernama Kusnadi. Kemudian, penyidik meminta staf Hasto dipanggil.

"Setelah dipanggil, penyidik menyita barang bukti berupa elektronik (HP), catatan dan agenda milik saksi H," jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6).

Budi menyebut penyitaan yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disertai dengan surat perintah penyitaan.

Tak hanya itu, Budi menyebut penyidik KPK mendalami keberadaan Harun Masiku melalui handphone Hasto yang disita.

"Penyidik akan mendalami dari penyitaan alat komunikasi tersebut, yang tentu keterangan-keterangan di dalamnya dibutuhkan dalam proses pemeriksaan dalam perkara ini," tutur Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (11/6).

Sementara itu, Staf Hasto, Kusnadi lantas melaporkan penyidik KPK ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Selasa (11/6).

Laporan ke Dewas KPK itu bernomor 002/RBT-K/SP/6/20024. Staf Hasto itu melaporkan dugaan ketidakprofesionalan dan pelanggaran etik penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti dkk terhadap pemeriksaan dan penggeledahan badan/orang terhadap Kusnadi tanpa surat resmi dan perintah pengadilan.

Tim penasihat hukum Kusnadi, Ronny Talapessy mengungkap bahwa buku catatan yang disita KPK itu berisi strategi pemenangan PDIP di Pilkada 2024.

"Kita tidak tahu apa tujuannya. Tujuan buku itu untuk siapa? Tujuannya untuk apa? Maka di sini kita mengajukan protes keras, keberatan. Kita tidak mau, lembaga penegak hukum ini, jangan sampai dipakai sebagai alat kekuasaan," jelas Ronny di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi atau Kantor Dewas KPK, Selasa (11/6).

Ronny menyebut buku itu tidak memiliki salinan lain. Pada kesempatan itu, Ronny juga mengatakan bahwa barang yang disita tidak ada kaitannya dengan perkara yang sedang diperiksa oleh KPK.

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menilai penyitaan handphone dan buku catatan Hasto Kristiyanto dari stafnya, Kusnadi telah sesuai prosedur.

Tumpak mengaku bahwa telah ada pemberitahuan ke Dewas terkait dengan penyitaan tersebut.

"Ya belum boleh saya bilang. Ya sesuai. Ada. Surat perintahnya ada," kata Tumpak Kantor Dewas KPK, Jakarta, Selasa (11/6).

Teranyar, Staf Hasto, Kusnadi juga telah melayangkan laporan ke Komnas HAM imbas penyitaan handphone saat mendampingi pemeriksaan Hasto pada Senin (10/6) lalu.

Kusnadi menilai penyidik KPK Rossa Purbo Bekti sudah menyalahi prosedur karena dirinya tidak terkait dengan Hasto sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku.

"Karena itu ini merupakan pelanggaran hukum dan HAM sehingga dilaporkan ke Komnas HAM," jelas kuasa hukum Kusnadi, Petrus Selestinus di Komnas HAM, Rabu (12/6).

Petrus mengatakan akan mengajukan lima saksi ke Komnas HAM yang merupakan tim kuasa hukum Hasto selama pemeriksaan di KPK.

Petrus pun meminta agar Komnas HAM segera meminta keterangan para saksi yang akan diajukan pihaknya.

Tak hanya itu, tim kuasa hukum juga meminta Komnas HAM memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam kasus tersebut. Pasalnya, penyidik yang menyita ponsel Kusnadi merupakan anggota Polri yang diperbantukan di KPK.

Menurut Petrus, Komnas HAM harus meminta penjelasan Kapolri terkait dugaan kesewenang-wenangan yang dilakukan anak buahnya di lembaga antirasuah.

Adapun Komisioner Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya bakal segera menindaklanjuti laporan tersebut.

Namun, Nova memastikan penyelidikan pihaknya nanti bukan ingin mengintervensi proses hukum yang dilakukan KPK terhadap Hasto.

"Tindakan Komnas HAM ini dalam menangani kasus ini tidak bertujuan untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan," jelas Atnike dalam jumpa pers usai menerima laporan Kusnadi dan kuasa hukum, disarikan dari CNNIndonesia.com.(han)