Mencermati Jejaring Politik Kiai Jawa Timur dalam Gelaran Pilpres 2024

Sejak dulu, pesantren memang punya peran penting di tengah masyarakat Jawa Timur. Selain jadi pusat pendidikan agama, pesantren menyediakan ruang untuk aktivitas sosial, ekonomi, hingga politik.

Feb 6, 2024 - 08:48
Mencermati Jejaring Politik Kiai Jawa Timur dalam Gelaran Pilpres 2024

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Rombongan pria mengenakan sarung dan kopiah hitam itu membelah jalan. Di sela-sela rombongan, terlihat perempuan-perempuan berjilbab turut menarik langkah. Jalan yang tak lebar itu mendadak macet, kendaraan terpaksa harus mengalah.

Pemandangan pada Rabu (24/1) siang tersebut lumrah di Pondok Pesantren Darul Ulum, Peterongan, Jombang, Jawa Timur. Terutama, ketika santri-santriwati hendak beraktivitas luar ruangan atau ibadah berjemaah.

Di ruas lain, para pedagang berjejer menjajakan barang-barang kebutuhan santri mulai dari makanan, minuman hingga buku, kitab dan alat tulis.

Sejak dulu, pesantren memang punya peran penting di tengah masyarakat Jawa Timur. Selain jadi pusat pendidikan agama, pesantren menyediakan ruang untuk aktivitas sosial, ekonomi, hingga politik.

Namun tidak ada aktivitas menonjol di Pesantren Darul Ulum Jombang di tahun politik Pemilu 2024.

Lingkungan Darul Ulum dan sekitarnya pada Rabu itu bersih dari spanduk dan baliho para capres-cawapres dan caleg yang berkontestasi. 

Pemandangan ini tampak kontras bila mengingat kebiasaan para politikus yang kerap bersafari ke pesantren, serta sowan ke kiai, untuk berebut dukungan, atau sekadar meminta doa restu.

Prinsip Nderek Kiai

Salah satu pengasuh Pesantren Darul Ulum, KH Zahrul Jihad atau Gus Heri, mengatakan baru capres nomor urut 1 Anies Baswedan yang berkunjung ke pesantrennya jelang Pilpres 2024.

"Di Darul Ulum, Anies pernah ke sini, dua kali," kata Gus Heri kepada CNNIndonesia.com.

Anies berpasangan dengan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, partai yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama.

Cak Imin, sapaan akrabnya, dibesarkan dalam keluarga santri di Jombang. Ia mewarisi garis keturunan sejumlah kiai terpandang di Jawa Timur.

Meski tak pernah mengecap pendidikan di Darul Ulum, sosok Cak Imin terhubung dengan pesantren tersebut lewat ikatannya dengan Nahdlatul Ulama.

Afiliasi Darul Ulum dan NU dapat dilihat dari beberapa hal. Dua entitas ini disatukan dalam kesamaan mazhab Ahlusunnah wal jamaah. Tak sedikit pula pendiri dan pengasuh Darul Ulum memiliki hubungan bahkan bersanad kepada para pendiri NU, khususnya Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari.

Selain itu, ada banyak kiai dan jebolan Darul Ulum yang masuk dalam struktur kepengurusan PBNU dari masa ke masa.

Akan tetapi pertalian erat Cak Imin dengan Darul Ulum dan Nahdlatul Ulama tak serta merta berbuah kesepahaman dalam politik.

Pendekatan para politisi bisa sia-sia jika pesantren sudah memegang sikap politik tersendiri, sebagaimana terjadi di Darul Ulum.

Gus Heri berkata ada sebuah kultur pesantren yang disebut sebagai prinsip nderek kiai. Dalam kultur ini, santri akan mengikuti lisan dan perintah kiai atau gusnya.

Dia meyakini kultur nderek kiai masih sangat terjaga di Darul Ulum. Karenanya kedatangan Anies hingga dua kali disebutnya tak akan berpengaruh pada santri-santrinya.

Gus Heri mengklaim mayoritas kiai termasuk dirinya, lebih condong mendukung paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka.

Faktor terbesarnya ialah karena sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Gus Heri mengatakan, Jokowi dianggap sudah banyak berjasa bagi dunia pesantren. Yang pertama, karena kebijakan penetapan Hari Santri Nasional, yang kedua ialah karena pengesahan Undang-Undang No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Kedua hal itu, kata Gus Heri, adalah bukti Jokowi telah memberikan pengakuan, afirmasi, fasilitas dan eksistensi pesantren di hadapan negara. Selama dua periode kepemimpinannya, Jokowi sudah dua kali berkunjung ke Darul Ulum.

"Jadi mereka [para kiai di Darul Ulum] tidak melihat Gibran, bahkan tidak melihat Pak Prabowo, hanya melihat Pak Jokowi," ujar dia.

Seringkali sikap politik para kiai ini dibawa hingga ke ruang-ruang kelas di pesantren, dengan harapan para santri dapat mengikutinya.

Gus Heri bahkan tak sungkan mengungkap bahwa dukungan kepada Prabowo-Gibran ia sampaikan secara terang-terangan kepada santrinya di tiap forum mengaji kitab atau kelas-kelas lainnya. Tentunya juga dengan penjelasan dan dasar penentuan pilihan.

"Saya sampaikan 'saya mendukung ini, kamu (santri) harus ikut saya', kepada pemilih baru [santri] kelas 11-12 SMA," tuturnya.

Berjarak 51 kilometer dari Jombang, deretan baliho dari berbagai partai berjejer rapat di sepanjang Jalan Dr Sahardjo, tepat di depan Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur.

Baliho yang terbesar adalah milik salah seorang pengasuh Lirboyo, KH An'im Falachudin Mahrus atau Gus An'im. Ia putra pemimpin pesantren Lirboyo Almaghfurlah KH Mahrus Aly.

Gus An'im kini maju sebagai caleg petahana DPR RI dari partai PKB di daerah pilih (dapil) Jatim VI, meliputi Kediri, Tulungagung dan Blitar. Pada Pemilu 2019 dia memperoleh 65.780 suara dari dapil yang sama.

Selain itu, di Lirboyo juga ada tokoh KH Oing Abdul Mu'id Shohib alias Gus Mu'id yang merupakan salah satu pengasuh pesantren tersebut, sekaligus Ketua DPC PKB Kota Kediri.

Kedua tokoh tersebut adalah simbol haluan politik yang tumbuh di dalam pesantren yang memiliki 39.534 santri ini. Keduanya merupakan politikus PKB, yang tak lain adalah partai pengusung Anies-Cak Imin (AMIN).

Cak Imin bukan sosok asing di Lirboyo. Ayah Cak Imin, Muhammad Iskandar adalah alumnus Lirboyo dan guru di Pesantren Manbaul Ma'arif Jombang. Ibunda Cak Imin, Nyai Muhassonah, adalah pengasuh Pesantren Putri Manbaul Ma'arif.

Pada Desember 2023, keluarga besar Pesantren Lirboyo menyatakan dukungan kepada AMIN di Pilpres 2024.

Dukungan ini dideklarasikan melalui forum silaturahmi keluarga dan zurriyah, kiai, ibu nyai, gawagis serta nawaning Pondok Pesantren Lirboyo.

"Mari bersama-sama membulatkan tekad memenangkan Muhaimin Iskandar. Kalau kita ini bersatu Insya Allah akan mempermudah. Warga Nahdlatul Ulama itu banyak, kalau bersama-sama Insya Allah menang," kata Pengasuh Utama Ponpes Lirboyo KH Anwar Mansyur dalam keterangan diterima di Surabaya, Minggu 17 Desember 2023 lalu.

Kiai Anwar optimistis pihaknya dapat memberikan kemenangan bagi pasangan AMIN. Terlebih, ia mengatakan pesantren Lirboyo selama ini memiliki alumni yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia.

"Sudahlah, yang nurut sama saya, jangan sampai macam-macam, gitu saja. Muhaimin itu orang NU. Jadi, kalau yang dipilih itu orang NU, Insya Allah akan menjadi berkah. Hanya ini yang saya sampaikan. Semoga diberi hidayah dan maunah dari Allah. Al-fatihah," ujarnya.

Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, menampilkan wajah yang berbeda ketimbang Lirboyo dan Darul Ulum.

Gontor tak terafiliasi dengan NU. Di pondok ini, para santri tampak lebih aktif berdiskusi tentang politik. Namun, pihak pesantren dengan tegas menyatakan bahwa mereka netral dalam pilpres 2024.

Juru bicara Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Noor Syahid mengatakan hal itu sengaja dilakukan karena Gontor tak mau 29.728 santrinya diklaim dan diseret ke kepentingan politik praktis oleh paslon tertentu.

"Ya, agar Gontor tidak disalah sangka berafiliasi ke satu calon saja," ucapnya.

Jawa Timur sendiri merupakan provinsi kedua dengan jumlah pesantren terbesar di Indonesia. Daerah ini dikenal sebagai basis suara NU.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat jumlah pemilih di Jawa Timur pada Pilpres 2024 mencapai 31.402.838 orang. Jumlah itu setara dengan 15,33 persen dari total pemilih di seluruh Indonesia.

Data Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jatim tahun ajaran 2022-2023, daerah ini memiliki 6.826 pesantren, 992.563 santri/santriwati dan 89.773 ustaz/ustazah.

Dengan jumlah hampir satu juta suara, para santri menjadi sasaran target politik di Pilpres 2024.

Angka pemilih santri ini bahkan bisa bertambah jika mempertimbangkan pengaruh mereka di keluarganya. Tak heran, tiga pasang capres-cawapres yang berkontestasi di Pilpres 2024, bolak balik keluar masuk pesantren di Jawa Timur. 

Di lingkungan pesantren, politik berjalan di ruang-ruang kelas lewat arahan para kiai atau ustaz, sebagaimana dipraktikkan oleh Gus Heri di Darul Ulum.

Para kiai tampaknya yakin petuah atau arahannya akan diikuti oleh para santri, sebagaimana kultur nderek kiai yang tumbuh subur di pesantren-pesantren.

Namun, harapan para kiai belum tentu kesampaian. Para santri sedikit banyak punya otonomi sendiri atas pilihan dan sikap politik mereka. Apalagi di era ketika informasi bisa diakses dengan mudahnya.

Imam --bukan nama sebenarnya-- salah seorang santri Lirboyo.

Usia Imam belum lagi memenuhi syarat untuk memilih. Namun, di kelasnya, Imam menyebut sejumlah guru atau ustaz tetap mensosialisasikan pasangan calon tertentu.

"Kalau ustaz, enggak semuanya, tapi ada yang kayak mengarahkan buat ngasih tahu kelebihan salah satu paslon buat mendukung paslon tersebut. Ada yang memilih paslon ini, dan menjelekkan paslon lain," kata dia seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Imam merupakan 'santri kampung' atau santri yang tak tinggal dan menetap di lingkungan pesantren. Ia hanya menempuh pendidikan di salah satu sekolah formal milik Lirboyo. Meski demikian, mata pelajaran agama tetap ada dan pengajar di sekolah itu dipanggil sebagai ustaz/ustazah.

Agenda politik yang dibawa sebagian ustaz itu membuatnya jengah. Imam terang-terangan merasa tidak nyaman. Apalagi, hal itu diucapkan di ruang kelas yang sebagian besar santrinya belum memiliki hak pilih di Pemilu 2024, termasuk dirinya.

"Kalau bisa dihilangkan. Kan, ini sekolah, kalau bisa dihindarilah," kata dia.

Rasa jengah Imam terhadap gerilya politik sebagian ustaz, sedikit banyak menyiratkan adanya pikiran kritis untuk tidak memamah begitu saja apa yang diucapkan para guru mereka di pondok.(CNN/han)