Menakar Kekuatan Cak Imin dan PKB Merebut Suara Nahdliyyin di Jatim di Pilpres 2024

Dibanding dua pesaingnya, bacapres PDIP Ganjar Pranowo dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto, elektabilitas Anies di Jatim dan Jateng bahkan tak sampai menyentuh 10 persen. Di Jatim, Anies hanya mencatat angka 8,2 persen. Sedangkan di Jateng, dia hanya mencatat 4,3 persen.

Sep 6, 2023 - 19:52
Menakar Kekuatan Cak Imin dan PKB Merebut Suara Nahdliyyin di Jatim di Pilpres 2024

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Keputusan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar untuk disandingkan dengan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 tak bisa dibantah sebagai upaya menutupi basis elektoral di Jawa Timur.

Sebagai basis pemilih kelompok Islam tradisionalis, sejumlah hasil lembaga survei menunjukkan Anies paling lemah di wilayah tersebut.

Salah satunya, rilis survei LSI Denny JA pada akhir Mei lalu merekam elektabilitas Anies yang lemah di dua wilayah itu.

Dibanding dua pesaingnya, bacapres PDIP Ganjar Pranowo dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto, elektabilitas Anies di Jatim dan Jateng bahkan tak sampai menyentuh 10 persen.

Di Jatim, Anies hanya mencatat angka 8,2 persen. Sedangkan di Jateng, dia hanya mencatat 4,3 persen.

Sedangkan, Ganjar dan Prabowo unggul jauh dengan elektabilitas di atas 20 persen di dua wilayah itu.

Oleh karena itu, NasDem dalam beberapa kesempatan terang-terangan menyebut Anies membutuhkan cawapres yang basisnya memang dari Jatim.

Beberapa nama sempat masuk bursa cawapres Anies seperti Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa hingga putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid. 

Baik Khofifah maupun Yenny direpresentasikan mewakili basis pemilih Nahdliyyin dan Jatim.

Tapi pada akhirnya, belakangan NasDem dan Anies menyepakati Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

Keputusan yang kemudian membuat Demokrat berang hingga hengkang dari KPP.

Lalu, benarkah PKB dan Cak Imin dapat menutupi kekurangan Anies di basis Nahdiyin? Bagaimana sebenarnya persebaran pemilih NU di pilpres?

Merespons hal itu, Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif'an mengatakan tiga bakal capres saat ini lemah atau tak ada yang unggul dominan di basis pemilih Nahdliyyin Jawa Timur.

Oleh karena itu, Ali menganggap wajar jika Jatim menjadi rebutan di antara tiga bakal capres favorit saat ini.

"Makanya saya sering katakan bahwa dalam konteks pilpres 2024, Jatim adalah kunci sebagai komplementer atau pelengkap dari capres-capres yang ada," kata Ali saat dihubungi, Senin (4/9).

Ali menyebut sejumlah tokoh yang dianggap mampu merepresentasikan basis suara kelompok Islam tradisionalis di Jatim.

Selain Cak Imin, Ali mengatakan berdasarkan hasil kajian pihaknya periode Mei 2023 yang dirilis pada awal Juni 2023 lalu, ada tiga nama lain yang juga potensial masuk bursa cawapres yakni Menko Polhukam Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa, dan tokoh senior PMII Ali Masykur Musa.

Ali tak menampikCak Imin memang memiliki basis suara loyal di antara pemilih NU di Jatim.

Suara Cak Imin berbeda dari Gus Durian misalnya, yang mewakili anak-anak atau kelompok Gus Dur. Namun, Ali belum menemukan angka pasti seberapa besar signifikansi pengaruh antara keduanya.

"Bagaimana pengaruhnya, perlu memang dicek secara saintifik melalui survei," kata dia.

Infrastruktur politik dan mesin partai

Di sisi lain, Ali juga belum bisa memperkirakan pengaruh Ganjar dan Prabowo jika sama-sama memilih cawapres dari suara NU. Namun, hingga saat ini dia menganggap Cak Imin patut diperhitungkan.

Cak Imin menurut Ali memiliki mesin partai dan infrastruktur politik yang paling merepresentasikan basis Nahdiyin.

"Karena kan jelas strukturnya dan juga punya para anggota DPR dan caleg, punya mesin caleg," kata Ali.

Hal serupa disampaikan Direktur Eksekutif Politika Research and Consulting (PRC) Rio Prayogo. Dia mengakui Cak Imin saat ini dianggap paling memiliki momentum untuk mengkonsolidasi basis pemilu NU di Jatim.

Namun, dia turut menggarisbawahi fragmentasi perbedaan latar belakang Cak Imin dan Anies yang selama ini dianggap berbeda.

Menurut Rio, langkah Cak Imin untuk segera menyelesaikan gap akan sangat menentukan bagi pijakannya bersama Anies.

Di sisi lain, pasangan Anies dan Cak Imin juga berpeluang untuk mengambil suara pemilu Nahdliyyin yang selama ini dianggap ke Prabowo Subianto.

Menurut Rio, Prabowo cukup memiliki basis suara besar di Jatim karena selama ini disandingkan dengan Cak Imin.

"Prabowo dapat insentif yang signifikan karena selalu dipersepsikan berkoalisi dengan PKB dan wakilnya muhaimin. Ternyata terjadi perpindahan ke kubu Anies," kata dia saat dihubungi, Selasa (5/9).

Namun, mau tidak mau, Rio mengamini bahwa Cak Imin dianggap sosok yang paling potensial membawa gerbong Nahdliyyin di Jatim.

Menurut dia, Cak Imin bukan saja dilihat dari latar belakangnya sebagai cucu pendiri NU, dia juga memiliki mesin elektoral yang memadai lewat partainya.

"Jadi bicara pasangan Anies-Muhimin tidak hanya bicara Muhaimin belaka, ada gerbong besar di baliknya. Ada struktur, anggota DPP, DPW, DPC, sampai anggota dewan yang punya basis," kata dia.

Sementara itu, merujuk Survei SMRC pada Juli 2022 mengungkap data sebanyak 20 persen dari pemilik suara warga Indonesia mengaku sebagai warga Nahdliyyin. Dengan persentase itu, angkanya diperkirakan mencapai 44 juta.

Dari total 20 persen, 8,6 persen pemilih NU mengaku sebagai anggota aktif dan 11,7 persen sebagai anggota tak aktif.

Jumlah itu bahkan lebih besar dibanding jumlah anggota serikat pekerja/buruh atau kelompok tani/nelayan sekitar 15 persen dan anggota Muhammadiyah yang sekitar 3 persen.

Sementara, rilis survei LSI Denny JA teranyar mengungkap sebara pemilih Nahdliyyin di antara partai-partai parlemen.

Survei itu menunjukkan, meski PKB dianggap sebagai partai yang merepresentasikan warga Nahdliyyin, PDIP justru menjadi favorit.

Elektabilitas PDIP di antara warga Nahdliyyin mencapai 21,9 persen. Gerindra di posisi kedua dengan 13,6 persen.

Lalu di bawahnya ada PKB dengan 11,6 persen, dan di posisi keempat ada Golkar dengan 11,2 persen. Golkar bahkan hanya kalah 0,4 persen dari PKB.

Sementara, survei Litbang Kompas pada Mei 2023 turut menunjukkan PDIP sebagai partai yang paling banyak dipilih oleh warga NU.

Elektabilitas PDI-P di kalangan NU meningkat dari 19,9 persen pada Januari 2023 menjadi 22,6 persen pada Mei 2023.

Di posisi kedua, ada Partai Gerindra dengan elektabilitanya di kalangan NU juga naik menjadi 19,6 persen pada Mei 2023 dari 11,5 persen pada Januari 2023.

Partai Demokrat menempati posisi ketiga dengan elektabilitas sebesar 7,4 persen, disusul oleh PKB (7,4 persen), dan Partai Golkar (7,1 persen). Survei Litbang Kompas itu dilakukan secara tatap muka pada 29 April-10 Mei 2023.

Dengan jumlah pemilih yang cukup besar, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam beberapa kesempatan telah mengingatkan bahwa organisasinya tak mau dilibatkan politik elektoral menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.

Dia juga meminta agar tak ada capres dan cawapres membawa nama NU. Menurut dia, capres atau cawapres harus maju atas nama dirinya sendiri, bukan organisasi NU.

"Jangan ada calon mengatasnamakan NU. Kalau ada calon, itu atas nama kredibilitasnya, atas nama perilakunya sendiri-sendiri. Bukan atas nama NU," kata Gus Yayha di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu (2/9).

Dihubungi terpisah, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi menegaskan organisasinya tak ingin dilibatkan dalam politik elektoral 2024.

Dia tak ingin gelaran politik elektoral justru meninggalkan luka perpecahan di tengah masyarakat.

Gus Fahrur meyakini politik elektoral akan melahirkan gesekan di tengah masyarakat karena perbedaan pilihan.

Namun, dia menyebut NU bukan partai politik sehingga pihaknya tak ingin dilibatkan dalam panggung persaingan elektoral tersebut.

"Nah NU ingin mengayomi semua. Ingin menjadi rumah besar bagi semua untuk nyaman. Meski berbeda partai, capresnya, tapi kita nyaman sebagai saudara sesama muslim," kata Gus Fahrur, Senin (4/9).

Namun, Gus Fahrur tetap mempersilakan warga NU untuk menentukan sikap politiknya. Apalagi, Jatim juga menjadi basis suara warga Nahdliyyin.

Dia meyakini banyak warga NU yang terlibat dalam pemilu, namun mereka harus dipilih sesuai kapasitasnya.

Hingga saat ini, lanjut Gus Fahrur, pihaknya telah beberapa kali melayangkan surat peringatan kepada anggotanya yang membawa organisasi NU untuk kegiatan politik. Namun, dia tak menyebut jumlah pasti surat peringatan yang telah dilayangkan.

"Saya ada beberapa. Bukan sanksi. Tapi surat peringatan, supaya tidak mengulangi lagi," kata Gus Fahrur.

PBNU Tak Berhak Larang Warga Nahdliyin Tentukan Pilihan Politik

Effendy Choirie kerap disapa Gus Choi, Ketua DPP Partai NasDem, menyebut PBNU tak berhak melarang warga Nahdlatul Ulama dalam menentukan arah dukungan politiknya.

Ia menyampaikan demikian ketika ditanyai soal pernyataan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang meminta tak satu pun bakal capres mengatasnamakan NU di Pilpres 2024.

"Warga NU bebas, mau ke mana bebas. Jadi PBNU enggak bisa melarang warganya, kadernya untuk berpartai dengan partai apa, koalisi dengan siapa, enggak ada larangan, itu bebas," kata Gus Choi di NasDem Tower, Selasa (5/9).

Ia menjelaskan terdapat dua istilah yang dikenal dalam NU, yakni NU struktural serta kultural. NU kultural dikenal dengan istilah warga Nahdliyin yang diperbolehkan berpolitik.

"Kalau kultural itu disebut warga nahdliyin. Warga nahdliyin itu diperbolehkan," ucap dia.

Dengan begitu, warga Nahdliyin ini diperkenankan untuk berpolitik baik mendukung partai politik maupun bergabung koalisi mendukung bakal capres-cawapres di Pilpres.

Gus Choi menerangkan hal itu diatur dalam sembilan pedoman berpolitik warga NU. Salah satunya ialah berpolitik untuk moralitas dan kemaslahatan yang dilakukan dengan akhlakul kharimah.

"Termasuk Cak Imin harus dibebaskan tidak boleh lagi didistorsi-distorsi tidak boleh lagi misalnya dicemooh-cemooh ya, itu hak dia apalagi dia pemimpin partai yang dilahirkan dari rahim NU," tegas dia.

Sebelumnya, Gus Yahya meminta tidak ada satu pun bakal capres maupun cawapres yang mengatasnamakan NU di Pilpres 2024 mendatang.

Ia menyebut para calon di Pilpres harus mengedepankan kredibilitas dan perilakunya masing-masing, bukan mengatasnamakan NU.

"Jangan ada calon mengatasnamakan NU. Kalau ada calon, itu atas nama kredibilitasnya, atas nama perilakunya sendiri-sendiri. Bukan atas nama NU," kata Gus Yayha di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu (2/9).

Gus Yahya menegaskan, jika ada warga NU yang mencalonkan diri di Pilpres 2024 mendatang harus berjuang lewat partai politik bukan melalui organisasi yang dipimpinnya.

Ia pun menepis klaim calon-calon yang mengaku telah mengantongi restu para kiai NU. Gus Yahya menekankan selama ini tak ada bahasan soal capres-cawapres.

"Kalau ada klaim kiai-kiai NU merestui, itu sama sekali tidak betul. Selama ini tidak ada pembicaraan terkait calon presiden atau wakil presiden," ujarnya.

Cak Imin Akui Dapat Restu dari Kiai Khos NU

Terpisah, Muhaimin Iskandar menyatakan, dirinya mendapat restu untuk maju sebagai pasangan bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan dari KH. Muhammad Thoifur Mawardi yang merupakan putra KH. R Mawardi.

Dalam acara bincang-bincang bersama Najwa Shihab beberapa waktu lalu, Muhaimin menuturkan, saat berhaji dirinya mendapat panggilan untuk datang ke hotel yang sedang diinapi KH. Thoifur.

"Beliau tiba-tiba bilang, 'Muhaimin, saya sudah istikhoroh. Jodohmu Anies. Camkan saja' katanya," tutur Cak Imin, panggilan Muhaimin, mengulang ucapan KH. Thoifur pada Senin (4/9).

Mendengar hal itu, Cak Imin pun menganggapnya sebagai masukan.

"Saya tak komentar, membawa saya ke alam bawah sadar hingga akhirnya kita (Muhaimin dan Anies) ketemu," katanya.

Anies Baswedan mengaku punya cerita serupa. Dirinya mengungkapkan, saat mengejar pesawat di Bandara Juanda, Surabaya untuk kembali ke Jakarta, tiba-tiba KH. Abdullah Munif, PP Anwarul Maliki Sukorejo, Pasuruan, datang menyongsong Anies.

"Pak Anies, saya minta waktu bicara. Ada pesan dari KH. Thoifur, agar Pak Anies berpasangan dengan Muhaimin," kata Gus Munif, sapaannya, seperti diceritakan ulang oleh Anies.

Selain itu, ketika memberi sambutan saat deklarasi Anies-Cak Imin di Surabaya pada minggu lalu, Cak Imin menceritakan dirinya dipanggil juga oleh KH. Kholil As'ad dari Situbondo, Jawa Timur, pada 2021.

Putra pendiri NU, Kiai As'ad Syamsul Arifin itu kemudian berpesan, bahwa Cak Imin harus berpasangan dengan Anies Baswedan. Menurut Cak Imin, para kiai memberikan saran sesuai dengan keyakinan langit yang mereka miliki.

Karena itu, dia lalu berusaha mencocokkannya dengan keyakinan Bumi. Di sisi lain, Cak Imin mengaku tak mudah baginya untuk menerima masukan yang akan mengikatnya di koalisi pemerintah itu, sementara Anies ada di pihak yang berseberangan.(han)