Investigasi KontraS di Bentrok Rempang, 'Keadilan Timpang di Pulau Rempang'

"...Tidak ada korban pada peristiwa Rempang. Hal ini jelas keliru, sebab nyatanya, korban bermunculan cukup banyak khususnya dari pihak masyarakat," bunyi rilis Solidaritas Nasional Untuk Rempang yang berjudul 'Keadilan Timpang di Pulau Rempang' dikutip pada Senin (18/9).

Sep 19, 2023 - 16:47
Investigasi KontraS di Bentrok Rempang, 'Keadilan Timpang di Pulau Rempang'

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melakukan investigasi atas insiden bentrok yang terjadi antara warga Rempang, Batam dengan aparat gabungan terkait rencana relokasi demi Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City di pulau tersebut.

Mengutip dari dokumen laporan yang diunggah Minggu (17/9), KontraS menyatakan investigasi tersebut terfokus pada peristiwa kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM dalam insiden bentrok pada 7 September lalu.

Pernyataan keliru dan menyesatkan

Dalam temuannya, Kontras mencatat sebanyak 20 orang mengalami luka berat maupun ringan akibat insiden bentrok tersebut. Kontras menyebut temuan pihaknya telah membantah pernyataan resmi pihak kepolisian yang mengklaim tidak ada korban dalam peristiwa Rempang.

"...Tidak ada korban pada peristiwa Rempang. Hal ini jelas keliru, sebab nyatanya, korban bermunculan cukup banyak khususnya dari pihak masyarakat," bunyi rilis Solidaritas Nasional Untuk Rempang yang berjudul 'Keadilan Timpang di Pulau Rempang' dikutip pada Senin (18/9).

Selain itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, Kontras menyebut setidaknya ada 11 orang korban luka akibat letusan gas air mata di SMPN 22 Batam dengan rincian 10 siswa dan 1 guru.

Kontras juga menyebut salah satu warga bernama Ridwan mengalami luka-luka akibat terkena peluru karet dan mendapatkan 12 jahitan.

Kontras juga membantah klaim pihak kepolisian yang menyebut penggunaan gas air mata telah sesuai prosedur dan tak perlu dievaluasi. Selain itu, Kontras juga membantah klaim kepolisian yang menyebut gas air mata terbawa angin menuju sekolah.

Gas air mata

Dari investigasi KontraS, aparat diduga menembakkan gas air mata ke arah sekolah.

Itu disimpulkan berdasarkan temuan  sejumlah selongsong gas air mata di SD 024 Galang. Aparat juga diduga menembakkan gas air mata ke arah SMPN 22 Batam, karena sebagian warga yang terlibat bentrok berlarian melalui sekolah tersebut.

Oleh karena itu dalam kesimpulannya, KontraS mendesak berbagai pejabat terkait harus berhenti memproduksi pernyataan ngawur yang menyesatkan dan hanya melukai perasaan warga Rempang.

Kekuatan aparat berlebihan

Pada laporan tersebut, Kontras menilai pengerahan jumlah aparat gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Satpol PP, Ditpam Batam pada 7 September tak wajar.

Kontras menyebut sebanyak setidaknya ada 1010 aparat yang diturunkan dan membawa 60 kendaraan taktis seperti mobil water cannon, mobil pengurai massa, hingga APC Wolf.

Kontras menyatakan insiden pada 7 September di Rempang termasuk ke dalam pelanggaran HAM.

Kontras mengatakan hal itu terlihat dari pengerahan jumlah aparat yang berlebihan, kekerasan aparat hingga ancaman rasa aman bagi masyarakat.

"Kepolisian dan TNI untuk menghentikan penggunaan kekuatan, khususnya gas air mata secara berlebihan untuk menangani konflik di masyarakat,"demikian ditulis KontraS.

KontraS menyatakan pihaknya menemukan 'fakta bahwa kehadiran aparat telah nyata berimplikasi pada munculnya ketakutan di tengah masyarakat.

Dari temuan di lapangan, menyebut setidaknya ada lima posko aparat gabungan yaitu di jalan akses menuju Pulau Rempang tepatnya di Jembatan IV hingga Posko yang bertempat di Kantor Kecamatan Galang.

Kontras menyebut ada salah satu posko yang berada di tengah permukiman warga di Sungai Buruh Simpang Sembulang. Dalam temuannya, KontraS menyebut posko itu semula dibangun warga, tapi malah dipenuhi aparat gabungan sekitar 20-30 orang.

Lembaga itu pun menemukan ketakutan masyarakat semakin bertambah dengan lalu lalangnya aparat di Pulau Rempang tanpa alasan yang jelas. Selain itu, KontraS menyebut penempatan aparat gabungan di fasilitas sipil seperti halnya kantor kecamatan tentu juga akan sangat problematik.

KontraS menyebut fasilitas publik yang diubah jadi posko aparat itu adalah Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) dan Kantor Kecamatan Galang di Sembulang.

Peristiwa 7 September lalu pun diakui telah merugikan kehidupan ekonomi dan rutinitas masyarakat Rempang.

"Mata pencaharian masyarakat yang didominasi oleh nelayan pun harus terhenti," demikian laporannya.

"Berbagai warga memberikan kesaksian bahwa fokus utama mereka ialah untuk mempertahankan kampung dari pematokan. Selain itu, aktivitas melaut jika pun dilakukan tidak akan efektif karena memikirkan nasib anak dan istri yang ditinggal di rumah yang dikhawatirkan akan diamankan petugas," imbuh KontraS.

KontraS pun meminta agar Komnas HAM RI melakukan investigasi independen dan menetapkan kasus Rempang merupakan peristiwa pelanggaran HAM.

Selain itu, mereka meminta Ombudsman RI untuk meneliti dugaan maladministrasi dalam kasus Rempang, khususnya dalam penentuan PSN, proses relokasi warga dan peran BP Batam.

Rencana pembangunan PSN di Rempang telah memicu konflik agraria antara negara dengan warga. Proyek itu masuk dalam PSN tahun ini sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 dan ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp381 triliun pada tahun 2080.

Berdasarkan situs Badan Pengusahaan (BP) Batam, proyek ini akan memakan 7.572 hektare lahan Pulau Rempang atau 45,89 persen dari keseluruhan lahan pulau Rempang yang memiliki luas sebesar 16.500 hektare.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menegaskan pemerintah bakal tetap mempercepat pembangunan Rempang Eco City di tengah konflik warga dengan aparat.

Bahlil berjanji negara akan menggunakan cara-cara yang lebih humanis dalam menghadapi masyarakat Pulau Rempang yang harus direlokasi imbas PSN Eco City itu.

"Kami akan mengerahkan cara-cara yang lembut," katanya di Batam, Kepulauan Riau, dikutip dari Antara, Senin (18/9).

Ia menyebut total investasi yang sudah masuk, khususnya dari Xinyi Group, menyentuh lebih dari Rp300 triliun. Bahlil mengatakan pada tahap awal pembangunan pabrik kaca dan solar panel terbesar setelah China ini akan masuk Rp175 triliun.

Bahlil mengklaim gelontoran duit asing itu bakal berdampak positif terhadap capaian pendapatan negara. Bahlil juga mengklaim ada dampak yang akan dirasakan masyarakat setempat berupa melimpahnya lapangan pekerjaan.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerjunkan tim ke Pulau Rempang, Kepulauan Riau, untuk memantau konflik lahan atas Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City yang ingin dibangun pemerintah.

Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian menyebut pemantauan rencananya akan dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.

"Komnas HAM memutuskan untuk melakukan investigasi dan pemantauan [ke Rempang]," kata Saurlindi kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/9).

Saurlin belum bisa menjelaskan secara rinci temuan sementara tim Komnas HAM di lapangan. Sebab, tim baru diterjunkan hari ini.

Dia meminta semua pihak untuk menunggu hasil investigasi Komnas HAM di Rempang hingga nantinya dibuat dalam bentuk laporan dan rekomendasi.

"Sekarang ini pemantauan sedang berlangsung dan kita hargai prosesnya, kita akan tunggu sampai teman-teman pulang ke Jakarta untuk memberikan hasil rekomendasinya. Untuk kita sampaikan para pihak dan tentu," jelas Saurlin.

"Biarkan mereka mengumpulkan data, informasi, investigasi dan sebagainya," imbuhnya.

Dua komisioner Komnas HAM yang terjun menginvestigasi konflik di Pulau Rempang ialah Prabianto Mukti Wibowo dan Putu Elvina.

Mukti merupakan komisioner mediasi, sedangkan Putu bertugas sebagai komisioner pendidikan dan penyuluhan. Mukti menjelaskan kegiatan tim Komnas HAM pada hari ini di Pulau Rempang.

"Verifikasi siswa/i plus guru yang terdampak gas air mata pada kejadian tanggal 7 September 2023," kata Mukti lewat pesan tertulis, Sabtu (16/9).

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam Herlina Setyorini menyatakan pihaknya siap menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan warga setempat.

Hal tersebut menindaklanjuti seruan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menilai konflik di Pulau Rempang terjadi karena ada komunikasi yang kurang baik.

"Itu komunikasi yang kurang baik. Saya kira kalau warga diajak bicara dan diberikan solusi karena di situ sebenarnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunannya tipe 45. Tapi ini kurang dikomunikasikan secara baik sehingga terjadi masalah," kata Herlina dalam keterangan tertulis.

Sebagai instansi penegak hukum, pihaknya mengaku siap menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan masyarakat setempat terkait permasalahan yang terjadi di Pulau Rempang.

"Kejaksaan Negeri Batam khususnya Bidang Datun menyediakan diri sebagai penyambung komunikasi antara para pemangku kebijakan dengan masyarakat dan sebaliknya," tambahnya.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan dalam menangani persoalan di Rempang, perlu mengedepankan musyawarah yakni forum rembuk antara masyarakat, BP Batam, serta pemerintah pusat.

"Untuk penyelesaian terkait masalah relokasi sesuai dengan arahan pak presiden saat ini kita mengedepankan tindakan yang bersifat lebih persuasif," ujarnya di Jakarta, Kamis (14/9) mengutip laman informasi Polri, Tribratanews.

Listyo menyatakan PSN-Eco City di Rempang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja baru, khususnya bagi masyarakat Batam.

"Pulau Rempang akan di bangun menjadi salah satu PSN yang tentunya di situ akan membuka lapangan kerja yang luas dan tentu manfaatnya multiplayer, efeknya pasti ada bagi Batam sendiri dengan membuka lapangan kerja yang baru yang membuka ruang bagi para pekerja untuk bisa bekerja. Di satu sisi devisa negara, hal-hal lain yang tentunya ini menjadi kebaikan buat Indonesia khususnya," katanya.

Sigit mengklaim sebelum ada tindakan pematokan wilayah, komunikasi dengan masyarakat untuk relokasi sudah disosialisasikan. Namun, klaimnya, beberapa pihak memang belum memahaminya sehingga timbul aksi protes.

"Di sisi lain karena ada miskomunikasi isu-isu di lapangan belum tuntas agar tugas kita semua untuk cepat penuntasannya dengan upaya-upaya pendekatan yang persuasif bersifat sosialisasi edukasi dan musyawarah dalam menyelesaikan masalahnya," tegas Listyo.

Aparat Berubah Fungsi Jadi Gebuki Rakyat

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyebut tugas aparat Indonesia kini telah berubah.

Hal itu terutama terjadi di kasus Rempang yang mencuat akhir-akhir ini.

Para aparat ini katanya mestinya bertugas untuk melindungi masyarakat.

Namun, hal yang terjadi di kasus Rempang justru berbeda. Para aparat ini tak segan menggebuk rakyat demi kepentingan konglomerat.

"Celakanya pihak aparat yang tugasnya sebenarnya adalah melindungi rakyat, sekarang mereka malah berubah fungsi, menjadi menggebuki dan memukuli rakyat," kata Anwar dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (16/9).

Berubahnya fungsi aparat ini juga disokong oleh kebijakan-kebijakan yang dibuat negara dalam 'menyejahterakan masyarakat'.

Jika ditelusuri lebih jauh, Anwar tak membantah bahwa masyarakat Indonesia memang hidup sejahtera, tapi itu hanya berlaku untuk beberapa pihak saja.

Kesejahteraan yang tidak merata ini terbentuk karena kebijakan yang dibuat pemerintah memang lebih banyak membela dan melindungi usaha-usaha besar.

Sementara masyarakat kecil harus terseok-seok. Entah tergusur atau mendapat perlakukan hukum yang tidak adil.

"Karena yang dikejar oleh pemerintah tampaknya adalah pertumbuhan ekonomi dan kurang kepada dimensi pemerataannya sehingga akibatnya kita lihat rakyat marah seperti yang terlihat dan terjadi sekarang ini di Pulau Rempang, Kepulauan Riau," kata dia.

Anwar menyebut jika selama ini pemerintah memang konsisten dengan amanat yang terdapat dalam konstutusi Undang-Undang Dasar 1945, kebijakan yang dibuat pasti akan merata.

Bukan hanya masalah ekonomi yang dikejar, tapi kesejahteraan semua lapisan masyarakatnya juga berusaha dipenuhi.

"Sehingga kesenjangan sosial ekonomi masyarakat kita tidak semakin tajam dan terjal," kata dia.(han)