Inggris Tolak Keras Pengusiran Warga Palestina oleh Israel dari Gaza

Inggris mengatakan mereka turut "khawatir" akan kehadiran para menteri Israel, termasuk perdana menteri, dalam konferensi permukiman ilegal di Jalur Gaza. Mereka menegaskan, permukiman di daerah Palestina itu bersifat ilegal.

Jan 31, 2024 - 06:23
Inggris Tolak Keras Pengusiran Warga Palestina oleh Israel dari Gaza

NUSADAILY.COM – LONDON - Inggris mengatakan mereka turut "khawatir" akan kehadiran para menteri Israel, termasuk perdana menteri, dalam konferensi permukiman ilegal di Jalur Gaza. Mereka menegaskan, permukiman di daerah Palestina itu bersifat ilegal.

 

"Posisi Inggris jelas: Gaza adalah wilayah Palestina yang diduduki, dan akan menjadi bagian dari negara Palestina di masa mendatang," tegas pernyataan kantor PM Inggris, seperti dikutip dari Al Jazeera melalui medcom.id, Selasa, 30 Januari 2024.

 

"Permukiman itu ilegal. Tidak ada warga Palestina yang boleh diancam dengan pemindahan paksa atau relokasi," seru mereka.

 

Tak hanya Inggris, Jerman bahkan mengutuk keras konferensi para menteri Israel dan kelompok sayap kanan negara itu di Gaza. Menurut Jerman, Israel berupaya melakukan pembersihan etnis warga Palestina di Gaza dan mendirikan permukiman Yahudi.

 

Sebelumnya diberitakan bahwa menteri dari kabinet PM Israel Benyamin Netanyahu dan anggota parlemen Knesset hadir dalam konferensi yang menyuarakan pengambilalihan Gaza.

 

Ribuan warga Israel mengadakan pertemuan di Yerusalem pada hari Minggu lalu. Di antara mereka hadir beberapa menteri sayap kanan dan sekutu PM Netanyahu. Tujuan pertemuan adalah mendukung pembangunan kembali permukiman Yahudi di Gaza.

 

Netanyahu telah menolak permukiman kembali di wilayah Palestina, tempat pasukan Israel bersenggolan dengan kelompok pejuang Hamas. Namun, ada desakan kuat dari pemerintahan sayap kanan untuk melanjutkan permukiman di wilayah tersebut.

 

Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir sebelumnya mengusulkan mendorong emigrasi sukarela warga Palestina dari Gaza. Ide tersebut menuai kecaman dari Amerika Serikat dan komunitas internasional.(*)