Beratnya Ratusan Ton, Mengapa Awan Tidak Jatuh ke Bumi?

Menurut States Geological Survey (USGS), rata-rata awan kumulus dapat memiliki berat mencapai 500 ton atau sekitar 500.000 kilogram. Jika dianalogikan, berat tersebut bisa setara dengan berat dari 500 mobil.

Mar 22, 2023 - 10:00
Beratnya Ratusan Ton, Mengapa Awan Tidak Jatuh ke Bumi?
Ilustrasi awan (Pixabay/photo-graphe)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Saat melihat awan dari permukaan bumi, maka terlihat seperti gumpalan kapas putih empuk dan memiliki bobot yang ringan, bukan? Namun, nyatanya awan memiliki berat hingga ratusan ton lho. Jika demikian, mengapa awan tidak jatuh ke bumi?

Menurut States Geological Survey (USGS), rata-rata awan kumulus dapat memiliki berat mencapai 500 ton atau sekitar 500.000 kilogram. Jika dianalogikan, berat tersebut bisa setara dengan berat dari 500 mobil.

Awan kumulus tersebut memiliki tekstur lembut dan terbentuk di hari cerah tepatnya pada saat udara naik di atas daratan atau sisi bukit yang terkena panas matahari. Apabila awan kumulus bertambah besar, maka akan terbentuk sebuah awan cumulonimbus atau awan yang terkenal memiliki petir.

Awan Tidak Jatuh dari Langit secara Langsung
Mengutip buku 265++ Pertanyaan Sains Paling Seru & Norak oleh Puspa Swara dan Priyono (2012), awan tidak jatuh ke bumi karena titik-titik air yang membentuk awan memiliki ukuran yang sangat kecil dan tersebar dalam cakupan wilayah yang sangat luas yakni bisa mencapai 1,6 kilometer persegi.

Arus angin di ketinggian tertentu meniup tetesan kecil dan menahannya di udara dalam waktu yang lebih lama. Selain itu, konveksi panas pun membantu menjaga awan tetap melayang di udara. Saat udara hangat naik, awan akan menjadi lebih ringan dibandingkan udara dingin di bawahnya.

Walaupun bertahan lama mengambang di langit, awan pun akan jatuh ke bumi secara perlahan menjadi hujan. Udara hangat dari bumi pun membantu awan tetap mengambang hingga pada waktu tertentu bobotnya semakin berat dan akhirnya jatuh ke bumi.

Saat udara di dalam awan secara terus-menerus bergerak, butiran-butiran kecil air akan saling bertabrakan dan membentuk butiran-butiran yang lebih besar. Akhirnya, butiran-butiran tersebut menjadi besar, berdiam mengambang di langit, baru kemudian jatuh sebagai hujan.

Lebar butiran hujan yang jatuh dapat mencapai 5 mm dan semakin besar butiran maka semakin cepat pula jatuh ke bumi. Sedangkan pada fenomena salju, kristal es yang ada dalam awan saling menempel dan membentuk gumpalan besar lalu jatuh ke tanah sebagai salju.

Awan Turun ke Bumi Menjadi Salju

Mengutip buku Cuaca oleh Sue Nicholson (2005), jenis presipitasi atau cairan yang berasal dari atmosfer tergantung pada apa yang ada dalam awan. Presipitasi sendiri terdiri dari hujan, gerimis, salju, hujan butiran es, dan hujan es.

Awan rendah rata-rata hanya mengandung butiran air sehingga menghasilkan hujan atau gerimis sedangkan awan yang lebih tebal memiliki butiran air dan kristal es sehingga bisa menghasilkan hujan, salju, hingga hujan butiran es.

Kristal es yang terbentuk dari butiran air tersebut memiliki warna yang bening atau putih keruh seperti susu. Di Amerika, kristal es tersebut dikenal sebagai sleet atau hujan butiran es, sementara di Inggris, sleet adalah salju yang meleleh saat jatuh atau campuran salju dan hujan.

Pembentukan salju diawali dengan butiran-butiran es beku kecil yang berputar di dalam awan cumulonimbus. Butiran es menjadi semakin besar dan akhirnya menjadi berat untuk terbawa oleh awan dan jatuh ke tanah.

Lapisan putih dalam salju terbentuk di bagian atas awan, tempat air membeku dengan cepat sehingga terdapat gelembung-gelembung kecil udara yang terperangkap. Sedangkan, lapisan udara yang bening terbentuk lebih lambat di bagian awan bawah yang memiliki suhu lebih hangat.(eky)