Warga Wadas Purworejo Jateng Mengaku Masih Mendapatkan Intimidasi

"Kalau tekanan masih terus terjadi ya karena dari pihak pemrakarsa yang terlibat masih terus datang ke Wadas dan itu selalu meneror warga," kata Siswanto saat ditemui di Jakarta, Rabu (26/7).

Jul 27, 2023 - 17:48
Warga Wadas Purworejo Jateng Mengaku Masih Mendapatkan Intimidasi
Foto: CNNIndonesia

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Warga Wadas, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng) yang kukuh menolak tambang kuari untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener mengaku masih mendapat intimidasi.

Salah satu warga itu yakni Siswanto. Dia mengatakan hingga saat ini warga yang menolak masih rajin didatangi oleh sejumlah pihak pemrakarsa untuk meminta mereka menyerahkan tanahnya dan menerima ganti rugi.

"Kalau tekanan masih terus terjadi ya karena dari pihak pemrakarsa yang terlibat masih terus datang ke Wadas dan itu selalu meneror warga," kata Siswanto saat ditemui di Jakarta, Rabu (26/7).

Siswanto menjelaskan pihak pemrakarsa itu juga mengancam warga akan melakukan konsinyasi jika warga tetap menolak. Artinya, Pemprov akan tetap menyerahkan ganti rugi dan dititipkan kepada pengadilan.

"Tekanan ke warga itu kalau warga tetap tidak menyerahkan penyelesaiannya akan dilakukan konsinyasi. Ini lah yang kemudian membuat warga Wadas cukup resah akan hal itu. Karena kalau misalkan di konsinyasi itu peralihan hak tanah secara sepihak ya," jelasnya.

"Artinya kita sebagai rakyat kecil enggak bisa apa-apa kalau tiba-tiba pemerintah mengganti status tanah warga menjadi milik negara. Itu yang menjadi ketakutan warga," imbuhnya.

Siswanto juga mengungkapkan masih banyak warga yang menolak tanahnya diganti rugi untuk pembangunan tambang andesit. Dia menyebut masih ada 60 pemilik tanah dengan 140 sertifikat yang masih menolak, termasuk dirinya.

Siswanto menyatakan banyak alasan mengapa warga tetap menolak. Menurutnya, tanah yang dimiliki warga Wadas saat ini merupakan warisan leluhur.

"Bagi warga Wadas tanah itu bukan barang dagangan yang bisa diperjualbelikan, karena itu tanah warisan dari nenek moyang, leluhur. Prinsip warga itu yang harus dipertahankan," ujarnya.

Sebagai warga yang juga terdampak, Siswanto mengaku khawatir jika tambang kuari itu tetap dipaksakan maka akan terjadi bencana longsor.

"Rumah saya berdekatan dengan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh gubernur jateng dan jaraknya dekat. Posisinya lereng ya. Maka jika di atasnya ada galian, mungkin ga itu akan melongsori pemukiman di bawah?" kata dia.

Sebelumnya, penolakan warga Wadas terkait tambang kuari untuk PSN Bendungan Bener sudah berlangsung lama. Mereka juga beberapa kali mendapat intimidasi. Februari 2022, warga dikepung oleh ratusan polisi. Aksi itu dikecam oleh banyak pihak, terutama organisasi HAM.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebelumnya mengaku sudah memberikan ganti rugi senilai Rp 11 miliar kepada ketua kelompok penolakan pembangunan Bendungan Bener, Purworejo yang dikenal dengan kasus Wadas.

"Hari ini saya masih di-bully. Akan tetapi, seluruh informasi tak disampaikan dengan baik. Saya sampaikan, bagaimana kasus Wadas? Ketua kelompok penolaknya sudah terima dan mendapat untung Rp 11 miliar," ujar Ganjar dalam Diskusi Rakernas Apeksi 2023 di Makassar, Kamis (13/7).

Ganjar mengaku sudah berkomunikasi dengan Presiden Jokowi terkait permasalahan itu. Menurutnya, uang ganti rugi tersebut mempermudah dirinya dalam menyelesaikan persoalan Wadas

"Saya komunikasi ke presiden, Pak Jokowi. Beliau tanya, sudah selesai Pak Gub? Izin dilanjutkan. Ganti ruginya bagus. Ini akan memudahkan kami bicara dengan mereka," tuturnya.

Menurutnya, saat ini semua lahan di area Bendungan Bener tersebut sudah diukur guna memberikan ganti rugi kepada warga yang terdampak proyek tersebut.

Serukan Perlawanan

Sebelumnya, atau tepatnya April lalu, sejumlah warga Desa Wadas di Kabupaten Purworejo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) melakukan aksi menghentikan dan mengusir beberapa alat berat yang beraktivitas membuka akses jalan tambang di Dusun Karang, Desa Wadas.

Warga menuntut aktivitas dihentikan seiring penolakan warga atas penambangan batu andesit yang memasok proyek pembangunan Bendungan Bener.

"Kami minta kepada pihak-pihak terkait agar menarik seluruh peralatan berat agar keluar dari Desa Wadas," ujar Siswanto, salah seorang aktivis Gempadewa, Senin (10/4).

Sebagai bentuk protes, sejumlah aktivis Gempadewa juga memasang poster besar bertuliskan "masih dalam proses, harap dihentikan" pada sebuah alat berat, loader. Selain itu sebuah poster besar bertuliskan, "usir alat berat, tolak tambang, Wadas harus melawan" pada sebuah alat berat, excavator (beko).

"Saat ini warga Wadas masih mengajukan gugatan terhadap izin tambang batu andesit di Wadas dan sedang dalam proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Untuk itu, Kami minta semua aktivitas di Desa Wadas dihentikan karena gugatan soal izin di PTUN Jakarta belum ada putusan. Masih banding," tambah Siswanto.

Di tengah proses hukum berjalan, Pemerintah terus menjalankan proyek tersebut, dengan membuat akses jalan di Desa Wadas yang akan menghubungkan antara tapak penambangan andesit dengan tapak Bendungan Bener.

Seperti diketahui, pembukaan akses jalan ini yang menghancurkan wilayah hutan di Wadas sudah menyebabkan bencana banjir, Minggu (26/3). Ketika hujan deras, air langsung turun dan menggenangi rumah-rumah milik warga yang berada di kaki bukit.

Kejadian itu semakin meyakinkan warga Wadas bahwa tambang andesit yang dilakukan di perbukitan akan berpotensi menimbulkan bencana, seperti longsor dan banjir. Selain itu mereka juga akan kehilangan tanah yang jadi sumber kehidupan dan sumber air untuk keperluan sehari-hari.

Dalam aksi itu, anggota Gempadewa juga melakukan tabur bunga di lokasi pembukaan akses jalan. Ini adalah ekspresi warga atas hilangnya hutan mereka yang hijau dan penuh dengan pepohonan yang hasilnya bisa menopang kehidupan warga desa.

"Ini bentuk rasa keprihatinan atau duka cita dari warga Wadas karena hutannya sudah dirusak pemerintah," tegas Siswanto.

Aksi warga itu diakhiri dengan tekad warga Wadas menolak tambang andesit yang dipimpin oleh Mbah Marsono, salah seorang sesepuh Gempadewa. Mbah Marsono sangat menyayangkan sikap pemerintah yang terus memaksa warga Wadas agar menjual tanahnya untuk tambang andesit.(han)